Studi Kasus: Pemodelan Baterai dan Strategi Kontrol BESS di DIgSILENT PowerFactory

--

Hai, precious readers!

Kali ini kita akan mengulas salah satu bab di buku Modelling and Simulation of Power Electronic Converter Dominated Power Systems in PowerFactory karya Francisco M. Gonzalez-Longatt dan JoséLuisRuedaTorres. Buku ini jujur cukup rumit menurutku tapi menarik karena membahas behaviour dan analisis advanced power system studies atas hadirnya suatu komponen pada sistem, menggunakan DIgSILENT Power Factory. Jika bicara tentang perangkat lunak ini, ampuuun deh belum ada habisnya bahasan yang bisa kita angkat.

Model baterai didasarkan pada rangkaian listrik ekuivalen, yang menangkap proses kimia internal yang mencirikan kinerja listrik dari sebuah sel baterai. Pemodelan ini mencakup dua jenis representasi parameter, yaitu pendekatan berdasarkan tabel lookup dan pendekatan fungsi parametrik. Pada studi kasus ini akan didesain kontroler dan implementasi strategi kontrol. Fitur utama dari model ini meliputi dukungan frekuensi dan tegangan, serta fungsi fault-ride-through.

  • Blok kontrol frekuensi mencakup dua fungsi untuk dukungan frekuensi, yaitu RoCoF dan frequency droop, serta fungsi ketiga yang merupakan fungsi hibrida yang menggabungkan keduanya menjadi satu fungsi kontrol frekuensi.
  • Dukungan tegangan terdiri dari kontrol tegangan otomatis untuk operasi dalam kondisi steady-state (tegangan di atas 0,90 pu), dan mode fault-ride-through untuk operasi saat terjadi penurunan tegangan yang parah. Semua fungsi diuji dalam berbagai skenario untuk memverifikasi validitas model. Model BESS ini dapat dengan mudah diperluas untuk menyertakan model termal baterai, serta layanan tambahan lainnya, seperti peredaman osilasi, peredaman harmonik, dan sebagainya.

Pengujian model baterai dan strategi kontrol yang diimplementasikan di DIgSILENT PowerFactory kali ini dilakukan pada jaringan sederhana berikut ini.

Konfigurasi Jaringan

  1. Konfigurasi untuk uji stabilitas dukungan frekuensi

- Baterai

- mesin sinkron besar

a. berdaya 2.55 GVA

b. tegangan 19 kV,

c. konstanta inersia 4 s.

Tabel parameter baterai yan dimasukkan ke proram

2. Konfigurasi untuk uji stabilitas dukungan tegangan

digunakan rankaian ekivalen Thevenin untuk merepresentasikan grid dengan:

a. tegangan 33 kV,

b. rating short circuit 2800 MVA,

c. rasio X/R 18.85.

Dukungan Frekuensi: Tiga Fungsi Kontrol Frekuensi

Terdapat tiga fungsi dukungan frekuensi yang dapat dimodelkan pada baterai.

1. Kontrol droop didasarkan pada deviasi frekuensi, di mana Kontroler menginjeksi daya aktif sebanding dengan tingkat perubahan frekuensi. Kontrol droop frekuensi berdampak pada nadir frekuensi dan steady-state.

2. Kontrol laju perubahan frekuensi (RoCoF). Kontroler bertindak sebanding dengan laju deviasi frekuensi. Fungsi RoCoF bereaksi sangat cepat setelah gangguan dan berusaha menyeimbangkan perubahan frekuensi dengan cara yang serupa dengan respons inersia mesin sinkron. Fungsi RoCoF memiliki pengaruh pada kemiringan perubahan frekuensi dan titik frekuensi nadir yang dihasilkan.

3. Fungsi ketiga terdiri dari menggunakan kedua strategi kontrol untuk menangani gangguan frekuensi pada skala waktu yang berbeda.

Akan dilakukan simulasi dengan empat kasus berbeda untuk menangkap efek implementasi fungsi serta koefisien proporsional (droop dan RoCoF).

1. Untuk Base Case (hitam), sistem baterai tidak memberikan dukungan frekuensi apa pun,

2. sedangkan untuk tiga kasus lainnya, akan diubah parameter droop dan RoCoF dalam kisaran 0.01–0.05 (0.5–2.5 Hz deviasi frekuensi), yaitu 0.01 pu (merah)

3. 0.03 pu (biru)

4. 0.05 pu (hijau)

Beban Dihubungkan tiba-tiba ke PCC

Hasil simulasi ditampilkan dalam Gambar 7.16

Respon frekuensi
Respon frekuensi BESS, searah jarum jam dari kiri-atas: 1. Kontroler Droop yang aktif (pada 3 nilai koefisien berbeda); 2. Kontroler RoCoF yang aktif (pada 3 nilai koefisien berbeda); 3. Perbandingan 2 kontroler (0,03 pu); 4. Jika keduanya diaktifkan (pada 3 nilai koefisien berbeda)

Event => Pada detik ke-1, beban sebesar 200 MW terhubung ke bus yang sama dengan BESS.

Hasil:

  • Respons frekuensi sistem dengan jelas menunjukkan efek dari strategi kontrol.
  • Pada Base case frekuensi nadir mencapai 48.5 Hz, 5 detik setelah gangguan.
  • Semakin besar koefisien kontroler maka semakin cepat menghentikan penurunan frekuensi
  • Fungsi RoCoF bereaksi cepat untuk menghentikan penurunan frekuensi, sementara respons fungsi droop lebih lambat, mempengaruhi frekuensi nadir, terlebih pada nilai frekuensi saat steady-state.
  • Perbedaan koefisien kontroler RoCoF tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai frekuensi nadir dan kecepatannya merespons gangguan.

Dukungan Tegangan: Kemampuan Fault-Ride-Through

Algoritma fault-ride-through saat ini sudah menjadi persyaratan pada mayoritas pembangkit PEC yang terhubung ke grid.

Karakteristik arus reaktif vs. tegangan dimasukkan dalam sebagian besar Grid Code, dimana diharuskan adanya injeksi arus reaktif dengan level tertentu saat terjadi penurunan tegangan yang parah (fault grid). Dalam contoh ini, telah diuji respons BESS terhadap gangguan tiga fasa di PCC.

Gangguan Tiga Fasa di PCC

Hasil simulasi ditampilkan dalam Gambar 7.17.

Event: Three phase fault diaplikasikan pada 0.1 detik pada saat BESS sedang memberikan daya aktif sebesar 70 MW.

Hasil:

  • Terjadi penurunan tegangan menjadi 0.5 pu. Setelah terjadi gangguan, kontroler mengaktifkan mode fault-ride-through dan meninjeksi arus reaktif ke dalam grid dengan nilai maksimum yang diperbolehkan, yaitu 10% dari nilai arus rating konverter daya.

Nilai arus reaktif maksimum yang dibolehkan untuk diinjeksikan ke grid yaitu 1.1 pu.

Respon BESS teradap mode operasi FRT, searah jarum jam dari kiri-atas: 1. kondisi tegangan konverter BESS dan Grid; 2. kondisi daya aktif dan reaktif yang diinjeksikan BESS ke Grid; 3. & 4 arus referensi sebelum dan setelah limiter memotong. id-ref-out dan iq-ref-out adalah arus referensi yang dikirim ke model konverter.
  • tegangan kembali stabil seperti semula pada 0,3 detik setelah gangguan (detik ke-0,4), tegangan di terminal konverter lebih tidak stabil dibanding grid.
  • Limiter bertindak untuk membatasi arus aktif sehingga total arus yang disuntikkan tidak melebihi rating arus maksimum dari konverter daya.
  • Karena arus reaktif yang disuntikkan sesuai dengan kelebihan arus maksimum dari konverter (dalam mode fault-ride-through prioritas diberikan pada arus reaktif), arus aktif harus dibatasi menjadi nol (detik ke-0,4). Setelah itu, arus dan daya aktif kembali seperti semula.

Dukungan Tegangan: Kontrol Pengisian dan Pengosongan Daya Aktif

Fungsi kontrol daya aktif adalah algoritma kontrol sederhana, di mana operator sistem (atau kontrol otomatis tingkat tinggi) menetapkan referensi daya aktif. Fungsi ini digunakan untuk pengisian dan pengosongan terjadwal dari baterai.

Kondisi Pengisian/pengosongan BESS, searah jarum jam: 1. Arus sel baterai tunggal; 2. Tegangan; 3. Daya Aktif; 4. State of Charge (SOC)

Event: Pengosongan BESS dilakukan selama 1 detik, dilanjutkan pengisian dalam durasi yang sama.

Hasil:

  • Arus sel baterai menunjukkan 3C atau 39A, sebanding dengan daya outputnya
  • Tegangan sel baterai menunjukkan perilaku tipikal dari sel lithium-ion dalam beban. Saat discharging, terjadi penurunan tegangan segera karena parameter resistansi internal R0 dan dua komponen polarisasi RC.
  • Plot kiri-bawah menunjukkan bahwa baterai diisi dan dikosongkan dengan daya yang sama. Namun, tingkat muatan SoC tidak sama pada akhir simulasi seperti pada awalnya. Hal ini disebabkan arus pengosongan akan menyebabkan penurunan tegangan di terminal baterai (karena resistansi internal baterai) dan akibatnya arus pengosongan akan meningkat untuk menghasilkan daya terukur 1.00 pu di terminal baterai. Arus pengisian akan menyebabkan peningkatan tegangan dan arus pengisian yang lebih rendah dari yang nominal. Fenomena ini menjadi penyebab ketidakcocokan SOC.

Kontrol pengisian/pengosongan dari sistem baterai secara terus-menerus diperbarui dengan informasi tentang level muatan SoC.

Sebagian besar teknologi baterai memiliki umur pakai terpanjang jika level muatan dijaga antara 20% dan 80%, yang diatur sebagai SOC minimum dan maksimum untuk contoh ini.

Begitu baterai sepenuhnya terisi atau kosong, penting untuk tidak langsung menghentikan arus pengisian/pengosongan karena hal ini dapat menyebabkan transien yang tidak diinginkan dan potensi ketidakstabilan pada grid.

Pengguna dapat mengatur time constant switching baterai dari mode pengisian/pengosongan ke mode standby (parameter Te dalam model “Charge-Discharge.ElmDsl”).

Respons baterai dalam kondisi pengisian mencapai keadaan terisi penuh. 1. Daya Aktif; 2. SOc; 3. Arus referensi; 4. Arus sel baterai

Event: Pengamatan saat baterai diisi hingga terisi penuh

Hasil:

  • Plot kiri-atas dan kiri-bawah menunjukkan bahwa daya aktif dan arus referensi tetap pada 1.00 pu, sementara daya dan arus yang diukur aktual adalah nol. Ini mengindikasikan bahwa pengisian telah berhenti karena baterai sudah terisi penuh.
  • Plot kanan-atas menunjukkan bahwa saat SOC melewati 80%, arus pengisian mulai menuju nol, baterai masuk mode standby.
  • Arus pengisian dari sel baterai tunggal (plot kanan-bawah) tidak sama dengan 3C (meskipun referensi daya adalah 1.00 pu). Ada 2 alasan mengapa ini bisa terjadi:
  1. Saat baterai sedang diisi, tegangan terminal akan lebih tinggi daripada saat baterai sedang dikosongkan (meskipun daya yang mengalir bernilai sama).
  2. untuk SOC yang lebih tinggi, tegangan open circuit (OCV) dari baterai akan tinggi, dan berdampak pada tegangan terminalnya yang ikut tinggi.

Maulin’s Trial

coming soon.

--

--

Maulina Okta Azri Savitri (Maulin)

Seorang lifelong learner yang sedang berproses menjadi sarjana listrik dan kehidupan. Ilmu itu diikat dengan tulisan. July's challenge #whatigottoday