Kedudukan Nikmat

Mavis Zeref
10 min readDec 1, 2022

--

Aku tinggal di desa bersama nenekku. Kami hanya tinggal berdua karena kakek sudah mendahului kami, sedang ibuku bekerja sebagai TKW di Arab. Nenekku sudah cukup tua,, sehingga lebih banyak hanya di rumah saja melakukan apa saja yang dia suka. Hobbynya masak, sehingga aku membantu belanja bahan-bahan saja.

Aku saat bercerita ini berusia sekitar 24 tahun. Setelah tamat SMA aku mencari kerja di sekitar kampung. Beruntung aku punya saudara yang menjabat sebagai lurah. Berkat koneksinya aku bekerja di kelurahan sebagai pegawai adminis trasi. Kantor kelurahan tidak terlalu jauh dari rumah, sering kali aku hanya jalan kaki yang butuh waktu sekitar 15 menit.

Kehidupan dirumahku menjadi lebih ramai ketika adik ibuku saya sebut dia bibi Wiwik menitipkan anak perempuannya di rumah nenek. Sebabnya bibi Wiwik akan berangkat sebagai TKW juga setelah dia cerai dari suaminya. Dia berangkat bersama saudara dari nenek. Anehnya bisa samaan dia pun menitipkan anak perempuannya.

Kedua anak itu masing-masinh anak bik Wiwik bernama Ning dan anak dari saudara nenek bernama Euis. Mereka kelihatannya hampir sebaya Ning 8 tahun, sedang Euis 9tahun. Setelah selesai mengurus kepindahan sekolah dekat rumah kami, kedua ibu mereka masuk ke penampungan di Jakarta yang katanya tidak lama langsung berangkat ke luar negeri.

Kedua anak-anak itu rajin-rajin, jadi urusan membersihkan rumah merekalah yang mengambil alih. Mereka juga rajin membantu nenek meniangi sayuran untuk di masak serta mencuci perabotan yang kotor. Rumah kami jadi bersih dan rapi. Kedua mereka juga membantu memasak air untuk minuman.
Mereka memanggilku dengan sebutan mamang . Aku senang sejak mereka bergabung di rumah, karena banyak meringankan beban tugasku mengurus rumah. Kami keluarga miskin jadi tidak banyak benda berharga. Satu-satunya yang ada nilainya adalah televisi kecil di ruang tengah.

Aku sama sekali tidak tertarik secara sex kepada kedua mereka. Aku pikir, meski mereka berdua perempuan, tetapi masih kecil-kecil. Telanjang pun aku tidak begitu tergoda melihatnya. Aku sering melihat mereka telanjang di kamar mandi ketika aku melintas. Maklum kamar mandi kami hanya tertutup tirai plastik yang tidak bisa menutup semua. Celahnya cukup besar sehingga dengan melirik sedikit saja terlihatlah siapa yang sedang berada di dalam kamar mandi. Kebetulan kamar mandi bersebelahan dengan dapur, jadi kalau ke dapur ya bisa melirik ke kamar mandi.

Teman-teman seusiaku sudah punya anak semua. Aku belum berani melamar gadis, karena merasa pendapatanku masih belum memadai. Lagi pula aku harus mengurus nenek yang agak pikun. Jadinya aku hanya pacar-pacaran saja di kampung.

Kami meskipun jauh dari kota tetapi kehidupan sex anak-anak kampung termasuk agak longgar. Aku sudah melakukan hubungan sex dengan beberapa gadis kampungku, tanpa ikatan apa pun. Jika kami suka sama suka, maka mencari tempat yang agak tersembunyi lalu kami melampiaskan hasrat di situ.

Dulu sebelum ada dua anak itu aku sering diam-diam kalau malam menyelinapkan cewek ke kamarku. Kami main sekali dua kali lalu ceweknya pulang. Ada juga yang bisa menginap. Sejak ada anak anak, aku tidak pernah menyelundupkan cewek lagi.

Aku melampiaskan hasrat biasanya di ladang-ladang atau di rumah cewek yang kalau lagi kosong. Tetangga tidak ada yang peduli dengan hubungan laki dan perempuan.

Selagi aku masih bisa mendapatkan cewek untuk memuaskan aku, aku berpikir, ngapain harus kawin, karena kelak akan jadi beban, dan aku tidak bisa lagi merasai cewek-cewek lain.

Sebagai pegawai kelurahan di kampung, jam 2 siang aku sudah pulang. Biasanya aku makan siang lalu tidur di kamar. Karena di rumah kalau siang hari selalu agak gerah, maka aku suka tidur hanya bertelanjang dada dan bercelana kolor saja. Celana kolor berfungsi sebagai celana dalam, kalau aku pakai celana panjang. Jadi kalau celana panjang dilepas, hanya celana kolor saja tanpa ada lapisan lagi.

Satu hari aku lupa hari apa, aku merasa ada gerakan-gerakan di celanaku. Aku terbangun tetapi tidak bangkit, hanya mengintip sedikit saja. Hari itu aku tidur siang seperti biasa setelah pulang dari kelurahan.

Aku intip, dua anak itu Ning dan Euis sedang berusaha memegangi kemaluanku. Aku heran ngapain kedua anak ini kok berani pegang-pegang milikku. Aku penasaran lalu membiarkan mereka malakukan aksinya. Aku pura-pura tidur.

Mereka kelihatan tertawa tetapi menutup mulutnya mungkin geli mendapati senjataku sedang terkulai di dalam celana kolor. Entah ide siapa mereka lalu berusaha menurunkan celanaku sampai kontolku keluar dari sarangnya.

Bagaimana pun aku jadi terangsang sehingga kontolku pelan-pelan mengeras. Mereka meremas-remas batang kontolku, sehingga membuatnya makin keras. Mereka cekikikan sambil menutup mulut. Mereka memencet-mencet batangku yang makin keras. “Ih kok jadi keras sih,” kata Ning.

Puas memegangi penisku mereka menimang-nimang buah zakarku lalu meremas. Untung remasannya tidak terlalu kuat, sehingga sakitnya bisa aku tahan. Sambil terangsang aku berpikir, kenapa anak-anak ini berani-beraninya membuka kolorku dan melihat kontolku. Ada apa rupanya mereka ini.

Tindakan mereka selanjutnya yang membuatku lebih terheran-heran. Mereka berdua bergantian menciumi dan menjilati penisku. Tidak itu saja mereka berusaha memasukkan ujung kontolku ke mulut mereka.

Aku makin terangsang sehingga ada cairan kental keluar sedikit di ujung kontol. Mereka setengah berbisik mengatakan kontolku rasanya agak asin. Sejauh ini aku masih bertahan pura-pura tidur. Namun rangsangan akibat ulah mereka luar biasa besarnya, sehingga aku harus bertahan sekuat tenaga agar tidak muncrat.

Kontolku tidak terlalu besar, hanya 14,5 cm dan tidak terlalu besar seperti punya teman-temanku di kampung. Ujung kontolku cenderung lancip, jadi topi bajanya tidak besar dan melebar.

Rasa penasaranku untuk mengetahui latar belakang perbuatan mereka itu akhirnya pelan-pelan aku buka mataku. Mereka tidak sempat mengembalikan celana kolorku. Aku bangun dan duduk pelan-pelan.

Ning dan Euis ketakutan. Aku berusaha senyum untuk mencairkan suasana. Aku tanya kenapa mereka ingin melihat kontolku. Ternyata mereka terpengaruh melihat bokep dari HP temannya di sekolah.

Aku buka celana ku sekalian sehingga penisku yang ngaceng menonggak keatas. Aku jelaskan kepada kedua anak itu, organ yang kumiliki dan fungsinya. Mereka ternyata sudah mengerti. Mungkin akibat sering nonton bokep.

Aku minta mereka juga menunjukkan kemaluan mereka dan sekalian telanjang, karena aku ingin lihat apakah teteknya sudah tumbuh. Mereka awalnya agak keberatan karena malu, tetapi setelah aku protes bahwa tidak adil, akhirnya mereka dengan berat hati melepas semua pakaiannya.

Ning dan Euis tubuhnya agak berisi, sehingga cenderung chuby. Tetek mereka baru tumbuh kecil saja dengan tonjolan di sekitar pentil susunya yang mulai membusung. Pentilnya masih belum berkembang .

Memek mereka masih polos belum ada bulu sehelai pun. Bentuknya cembung dengan garis rapat di tengahnya. Aku belum pernah melihat dari dekat memek anak kecil seusia mereka, Memek gadis-gadis sudah biasa aku jilati.

Kedua mereka aku minta berbaring telentang dan mengangkangkan kedua kakinya sebab aku ingin melihat di dalam lipatan memeknya. Mereka menurut saja dan mengangkang. Belahan itu agak terbuka tetapi hanya sedikit, tidak terlihat bagian dalamnya dan juga tidak terlihat lubang vaginanya. Aku terpaksa membelek kedua bibir luarnya sehingga terlihat bagian dalam memeknya yang berwarna agak merah. Lubangnya kelihatan kecil dan kuncup diatas menutup itilnya.

Memek Euis bibir dalamnya agak mencuat keluar sedikit, sedangkan memek Ning terlihat lebih rapi tidak ada daging keluar diantara lipatan memeknya. Ketika aku berusaha menguak lebih lebar Euis mengeluh sakit.

Memek mereka terasa masih berbau, mungkin sepulang sekolah mereka belum cebok membersihkan memeknya. Aku minta mereka cebok dan menyabuni memeknya untuk menghilangkan baunya.

“Emang kenapa harus disabuni, memekku mau diapain, Mang,” tanya Ning.

“Udahlah cuci dulu, ntar kalian juga tau,” kataku.

Mereka berdua dengan agak terpaksa ke kamar mandi belakang dengan hanya mengenakan daster. Setelah kembali masuk kamar dan kuminta bugil lagi dan telentang aku rabai memek mereka dan kucium belahannya tidak terasa berbau, malah tercium bau wangi sabun.

Aku cari posisi itil Ning lalu aku guit-guit. Ning kegelian dan berusaha menghentikan gerakan tanganku. Aku turuti kemauannya tetapi aku minta dia melakukan sendiri ke bagian itilnya. Ning menuruti dan mengucel-ucel itilnya.

Sementara itu aku bermain di itil Euis. Dia pun mengeluh kegelian. Sama seperti Ning aku minta dia mengucel-ucel itilnya sendiri.

Ning terlihat sesekali mengejang, mungkin karena geli atau karena nikmat. Aku berusaha menciumi tetek Ning. Dia tertawa kegelian dan berusah mendorong kepalaku untuk menjauhi kepalaku. Aku berpindah ke Euis dia juga sama saja kegelian.

Akhirnya aku meremas pelan dan memainkan pentil susunya pelan-pelan. Dijamah susunya mereka tidak kegelian. Aku tanya apakah mereka merasakan nikmat dengan mengobel-ngobel itilnya. Keduanya mengangguk sambil sesekali bergerak menggelinjang.

Kusingkirkan tangan Ning lalu tanganku menggantikan posisi tangannya. Ada daging agak mengeras lalu aku kuit-kuit. Kini Ning tidak kegelian, malah menggeliat-geliat. Dia mulai terangsang. Aku raba ke lubang vaginanya, ada cairan lendir sedikit keluar dari lubangnya.

Jari telunjukku aku coba masukkan hanya bisa sebagas seruas saja seterusnya Ning merasa sakit. Hal yang sama kulakukan ke Euis dia pun hanya bisa dimasuki seruas jari. Aku penasaran ingin menjilat memek mereka berdua.

Aku bilang bahwa aku ingin menjilat memek mereka. Ning bukan menolak malah mengatakan, ayo dong mang, aku pingin kayak yang di video. Aku langsung mengarahkan jilatan ke itilnya. Ning langsung menggelinjang. Aku lanjut terus sampai sekitar 5 menit Ning mengejang dan terasa memeknya berdenyut.

Aku biarkan sejenak sampai dia selesai orgasme. Setelah itu giliran Euis. Euis memeknya lebih banyak gelambirnya sehingga perlu sedikit perjuangan untuk mencapai itilnya. Sekitar 5 menit kemudian dia pun mengerang dan kejang-kejang.

“Enak banget mang, kita bakal ketagihan nih,” kata Euis.

Aku tidak mau rugi karena tadi gak jadi ngecrot, aku minta mereka mengulumi kontolku lagi sampai aku ejakulasi. Menjelang ejakulasi aku tarik penisku lalu aku bekap dengan tanganku. Aku belum tega crot di mulut mereka, karena selain mereka masih baru, kalau crot masih di kulum rasanya gelinya bukan main, malah cenderung ngilu.

Permainan seperti itu kemudian kami ulang-ulang sampai setengah jariku bisa masuk ke memek mereka. Aku belum berani memasukkan kontolku ke memek mereka meskipun jika aku minta mereka tidak akan nolak. Masalahnya lubang memeknya masih kecil sekali. Jari saja susah masuk bagaimana kontol yang ukurannya jauh lebih besar.

Aku berusaha melebarkan lubang memek mereka dengan mengorek-ngorek lubang memeknya. Jariku aku putar-putar jika berada di dalam memeknya. Ning dan Euis akhirnya tidak lagi merasa sakit, malah mereka sering mengeluh ingin ditusuk jariku karena memeknya terasa gatal.

Suatu hari aku ditunjukkan video bokep dari temenku yang menggambarkan hubungan orang dewasa dengan anak-anak. Anak-anaknya kulihat masih sebaya Euis dan Ning. Kelihatan kontol yang lebih besar bisa masuk semua terbenam di memek kecil yang masih gundul.

Aku baru sadar bahwa memek anak kecil seusia Euis dan Ning bisa dicolok pakai kontol orang dewasa. Akibatnya aku penasaran.

Pada permainan berikutnya aku mencoba mencolokkan penisku ke memek mereka. Susah sekali karena lubangnya terlalu kecil dan kontolku meleset. Aku berkali-kali membasahi lubang memeknya dengan ludah sampai akhirnya dengan sedikit memaksa kepala kontolku bisa masuk. Lumayanlah, untuk masuk lagi agak susah dan mereka berdua sudah menangis kesakitan.

Namanya penasaran, maka kencan berikutnya aku selalalu berusaha menanamkan kontolku ke dalam memek mereka. Setelah dua tiga kali mereka tidak teralalu merasa sakit, sampai kepala kontolku masuk ke memek mereka.

Rasa penasaran untuk menjebol memek sudah tidak terbendung lagi, sehingga ketika aku hampir ejakulasi, kutekan kuat-kuat sampai kontolku bisa masuh lebih dari setengah. Darah meleleh mengotori sprei. Ning yang pertama kali kuperawani menangis karena memeknya perih.

Agar adil dan kebetulan aku terangsang lagi karena kontolku bangun, aku mencoba ke Euis. Mulanya dia takut, tapi aku berjanji tidak memasukkan dalam-dalam kontolku. Janji tinggal janji, tujuanku kali ini adalah membenamkan dalam-dalam kontolku. Aku melakukan gerakan pelan untuk memaju mundurkan kepala kontolku di dalam memek Euis.

Setelah terlihat dia terangsang, tanpa pemberitahuan aku menekan sekuat tenaga sehingga kontolku langsung masuk setengah. Euis menjerit kesakitan. Rasanya kontolku seperti dijepit kenceng sekali. Memeknya masih belum bisa menyesuaikan sehingga peregangannya agak memaksa.

Aku merasakan kenikmatan luar biasa sehingga tak tertahan lagi aku langsung ejakulasi di dalam memek Euis. Kulihat kebawah ada darah meleleh keluar. Aku masih agak susah menarik kontolku karena kontolku tidak menyusut.

Aku menunggu penisku ciut, tetapi karena jepitan memeknya yang kuat, membuat rasa nikmat di sekujur penisku sehingga terangsang dan tidak menciut. Kontolku beberapa saat kemudian malah mengeras lagi. Setelah terasa agak keras, aku mencoba melakukan gerakan pelan menarik lalu mendorong pelan sekali.

Sekali dua kali, Euis masih merasa kesakitan, tetapi setelah itu aku merasa lubang memeknya mulai terlumasi sehingga menjadi lebih licin, gerakan kontolku makin lancar dan rasa nikmatnya luar biasa. Aku penasaran karena belum semua batang penisku masuk.

Dengan gerakan memompa aku berusaha maju sedikit-demi sedikit. Sampai akhirnya seluruh batang penisku masuk, Terasa kedua tubuh kami berhimpitan. Euis merintih-rintih. Entah rintihan sakit atau rintihan nikmat, aku sudah tidak fokus, kecuali fokus menikmati rasa memeknya yang sempit.

Tidak terlalu lama aku crot di dalam memek Euis. Rasanya nikmat luar biasa. Belum pernah aku ngentot senikmat ini. Setelah kontolku agak ciut, baru aku bisa keluarkan. darah mengelir keluar dari celah memeknya bercampur spermaku.

Ning mengatakan memeknya ngilu sekali. Sekitar sejam mereka istirahat lalu bangkit dan berusaha jalan ke kamar mandi. Agak susah jalannya karena kaki mereka mengangkang.

Sejak itu sekitar 2 minggu mereka tidak mau diusik. Aku pun merasa bersalah telah menjebol memek kedua anak kecil itu. Aku merasa tidak ada harapan lagi untuk bercumbu dengan mereka, Padahal 2 minggu nganggur, kepalaku sudah agak mumet.

Adalah Euis yang mendatangi kamarku lalu disusul Ning. Mereka mengatakan tidak tahan memeknya gatel di bagian dalam. Aku tanya kenapa bisa gatal, apa mereka sering tidak cebok kalau buang air. Kata Euis bukan, karena gatalnya itu terasa di bagian dalam. Mereka terus terang mengatakan ingin memeknya dimasuki oleh kontolku lagi. Aku kaget dan senang, tapi bertanya juga, ” apa gak takut sakit.”

“Pelan-pelan aja mang,” kata Ning.

Parahnya mereka minta dioral dulu baru selanjutnya minta disetubuhi. Aku turuti dengan senang hati. Kepasrahan dan keinginan yang begitu kuat dari mereka membuat orgasme jadi lebih cepat. Aku hanya mampu bertahan melawan Ning saja. Habis memeknya ketat dan enak sekali. Ning merintih-rintih menambah rangsangan sehingga aku terbawa suasana dan jadi cepat keluar. Aku lupa apakah waktu itu Ning sempat orgasme ketika kami main. Namun pada waktu oral dia dapat orgasme.

Setelah istirahat sebentar, giliran Euis minta diservice. Dia juga minta dioral lebih dahulu sampai memeknya becek karena orgasme bagu penetrasi . Kontolku relatif lebih mudah masuk karena pelumasan memeknya maksimal. Meski begitu jepitannya tetap kenceng mengakibatkan sekujur penisku seperti diremas

Di ronde kedua ini aku relatif bisa bertahan agak lama, paling tidak sampai Euis mencapai orgasme baru aku menyusul. Kami bertiga terkapar. Setelah permainan itu kami jadi sering bersetubuh

Hampir setiap malam mereka menyelinap keluar dari kamar nenek. Nenek tidak pernah tahu. Kalau pun Nenek terbangun, anak-anak itu mengatakan baru buang air.

Hampir setiap malam dan kadang-kadang di hari libur kami bisa main berkali-kali. Tidak ada lagi rasa sakit di memek Ning dan Euis, mereka malah merintih-rintih jika ditindih. Kadang-kadang aku sering kewalahan melayani keduanya, sehingga aku hanya sanggup mengoral mereka saja.

Kami terus melakukan hubungan sampai orang tua mereka pulang. Pada saat itu permainan kami agak terganggu, Kebetulan orang tua mereka tidak lama tinggal di Indonesia karena kembali lagi ke Arab.

Sampai lulus SMP aku tetap bermain dengan mereka. Tetek mereka cepat berkembang mungkin karena sering diremas dan terangsang. Tetek keduanya jadi tumbuh montok sekali ketika mereka memasuki SMA. Saat mereka sudah mendapat mensturasi aku terpaksa memakai kondom. Agak kurang nikmat juga tapi apa boleh buat karena terpaksa.

--

--