82 : another challenge

mervellic
10 min readAug 14, 2022

--

Hamal dan Jenan bertemu di ruang meeting seolah kejadian semalam tak berarti apa-apa. Tapi itu tidak menutupi keadaan mereka yang masih mengantuk akibat kurang tidur dan… malam intim yang menggairahkan seluruh tubuh mereka.

“Met pagi all.” sapa Jenan dengan santai, “Hamal baju lo kusut.”

“Iya gue belum sempet setrika. Nggak ada waktu.” jawab Hamal.

“Begadang terus ya kalian?” tanya Jiran.

Jenan menatap Hamal penuh arti, Hamal menatapnya balik dengan tak kalah menantang. Di tengah-tengah momen itu, Jenan mengambil kesempatan untuk merapikan kerah kemeja Hamal yang belum terlipat di bagian belakang hingga jarinya tak sengaja menyentuh kulit leher yang lebih tua.

Seketika tubuh Hamal bergetar seperti terkena sengatan listrik. Jenan menyadarinya sambil menyeringai penuh kemenangan. Hamal jelas tak akan melawan.

“Be-begadang demi iklan barunya CARINO.” kata Hamal lalu sengaja menyandarkan tubuhnya di kursi. Jenan menangkap sinyal itu lalu duduk di sebelah Shaul.

“Kalian para AE kerja keras banget, semoga evaluation day ini bikin kalian langsung dikasih kontrak pegawai tetap deh.” kata Jiran.

“Lo sama Shaul juga kerja keras. Kita semua satu tim.” kata Hamal. “Lo juga, Jen.”

“Yap. Tenang aja, kita berempat bakal lulus probation.”

“Gue malah mikirin kata-kata Kak Savian di gc tadi.” kata Shaul. “Tugas baru apaan buat kita?”

“Nah itu yang penting…” sahut Jiran.

Di tengah-tengah percakapan mereka, Jennifer dan Joshua pun masuk ke ruang meeting. Sapaan mereka seketika membuat 4 personil baru Maven ini jadi gugup seolah-olah mereka kembali ke momen hari pertama bekerja.

Namun yang terjadi justru sebaliknya, Joshua memulai Evaluation Day dengan santai, ia memuji semua kinerja mereka dengan adil hingga rasa gugup keempatnya berangsur-angsur hilang.

“Saya salut sama Shaul yang bisa belajar cepet dari Yura. Ya walaupun pas minggu-minggu awal agak keteteran ya, tapi kamu bisa ngatasin itu. Konten kamu juga makin bagus, followers di IG nya si ALP juga naik ya, you did a great job!”

“Makasih banyak Mas Josh!!!” ujar Shaul penuh semangat.

“Jiran, masih semangat kan? Handle 6 sosial media klien yang beda-beda pasti bikin kamu overwhelmed tapi saya lihat kamu bisa atasin itu juga. Cuma untuk respon DM harus lebih cepet lagi, biar insight report bulanan kita gak naik turun. Overall, you also did a great job!

“Iya, siap Mas Josh!”

“Buat kalian berdua saya nggak mau lama-lama soalnya hari ini Jiran harus bantuin tim buat finalize iklan baru si Carino, dan Shaul juga harus mulai seleksi foto baru buat Perini, nanti tanya Revi ya foto-fotonya apa aja.”

“Jadi… kami berdua… lulus probation mas?” tanya Jiran.

Joshua mengangguk sambil tersenyum. “Yup, evaluasi kalian hasilnya bagus so, congratulations! You passed our probation time!”

“AAAAAAA!!!!!” Jiran dan Shaul berseru, mereka berdua berpelukan sambil mengucapkan terima kasih pada bosnya. Jenan dan Hamal ikut mengucapkan selamat walaupun mereka tak bisa menyembunyikan keheranannya. Mereka berdua belum mendapatkan tanggapan apapun dari sang bos utama.

“Surat kontrak baru sebagai pegawai tetap nanti dikasih sama Chaca abis makan siang. Jadi tunggu aja.” kata Jennifer.

“Makasih!! Oke, kami berdua pamit duluan yaa..” ujar Jiran. Ia menggandeng tangan Shaul hingga keduanya keluar dari ruang meeting.

Kepergian Shaul dan Jiran otomatis mengubah total suasana di ruangan meeting pagi itu. Suasananya agak tegang karena ekspresi Joshua kini lebih serius.

“Oke, sekarang ke bagian penting.” kata Joshua. “Jen, mungkin lo bisa mulai duluan.”

“Ah okay.” kata Jennifer. Ia tersenyum manis pada Hamal dan Jenan yang kini tak bisa menyembunyikan rasa gugup mereka. “Kita sengaja mau evaluasi kalian di akhir karena beban tugas kalian lebih berat daripada Shaul dan Jiran. Pertama-tama, gue mau bilang makasih banget selama 3 bulan ini udah bantuin gue buat memenuhi permintaan 6 klien kita. Ada beberapa target yang masih missed tapi itu nggak bakal berdampak besar ke target tahunan mereka. Hamal — ”

Hamal langsung menegakkan posisi duduknya ketika Jennifer memanggil namanya dengan lebih tegas. “Ya?”

“Mas Dio kayanya udah suka banget sama cara kerja lo, jadi kalau dia udah ngasih banyak tugas artinya bagus. Untuk dua klien lagi mereka cukup puas sama cara kerja lo, yang perlu ditingkatkan cuma bagian eksekusi konten buat si THRIFTIES. Pastiin pakaian yang mau dipromoin sesuai sama katalog mereka.”

“Siap.”

“Jenan?

“Ya, mbak Jeni?” Jenan juga ikut menegakkan tubuhnya.

“Lo masih ada banyak PR.” kata Jennifer. “Mbak Tari masih komplain soal briefing lo lewat email. Masih banyak missed-nya, dan kadang lo baru ngerti apa yang dia mau pas deadline udah mepet.”

Wajah Jenan langsung berubah jadi murung. Dibandingkan dengan Hamal, evaluasi Jenan hari itu langsung ke bagian yang kurangnya.

“Tapi tenang aja Jen, gue sama Mas Joshua tau banget mbak Tari emang cukup challenging kalau soal briefing. She’s so detailed yet so complicated. Jadi yah, gimana mau dia aja.”

Jenan mulai curhat panjang lebar, “Kita suka kehambat di pemilihan visual emang, mbak. Gue tuh sampai bingung maunya dia kayak gimana lagi. Mereka kalau minta influencer maunya yang udah terkenal. Giliran kita minta budget, bilangnya udah nggak bisa diubah. Ya, akhirnya influencer buat promoin kpop store itu masih anak-anak tiktokers. Perkara unboxing album aja dikomen kenapa tangan influencer nya nggak lentik, kaku lah, item lah. Ya ujung-ujungnya kita pake tangan si Shaul lagi kalau mau video unboxing album.”

Jennifer mengangguk paham sambil tertawa bersama Joshua, “Ngerti banget gue. Klien gue juga ada yang kaya gitu persis. Kalau udah gitu, dari kitanya harusbisa siasatin SDM yang ada. Selama Shaul masih sanggup nggak apa-apa.”

“Dia mah kesenengan.” komentar Jenan yang direspon tawa lebar Joshua dan Jennifer. “Asal dia dibayar lebih katanya.”

“Jeni, nanti lo bilang sama Serim kalau budget untuk influencer potong buat bonus Shaul sama Jiran karena gue liat mereka emang lebih banyak ngerjain yang bukan job desc mereka buat si K-Popcorn.” komentar Joshua.

Buset, ini CEO baik banget dah. Hamal membatin dalam hati. Bos gue di Marine dulu boro-boro anjir.

“Tapi overall, semua performa kalian nggak ada yang mengkhawatirkan. Jenan mungkin harus banyak belajar lagi untuk urusan teknis, tapi sisanya udah oke. Thanks to Hamal juga karena udah bimbing lo. Nah, sekarang kita ke penentuan akhir apakah kalian bakal lulus probation atau engga…”

“Lho?!” pekik Hamal, “Gue sama Jenan nggak membuat rugi klien kenapa kita berdua masih dipertanyakan kelayakannya?”

“Di Maven, khusus buat AE ada ujian tambahan.” kata Joshua. “We need you guys to approach our ex clients, pemilik Mousai — ”

“ — Mou apa?!” Jenan tak mampu menahan diri untuk berteriak. “Jangan bilang…”

“Ya. Mousai yang itu.” kata Jennifer seolah membaca pikiran Jenan. “The biggest brand for leather bag kebanggaan anak bangsa. As you know, bahan kulit untuk tas kita di Indonesia itu sebenernya bagus, dan cuma Mousai aja yang berhasil dobrak pasar internasional.”

“Mousai udah punya toko di Australia, by the way.” kata Jenan, “Gue, sempet tinggal di sana waktu ikutan au pair.”

“Nama mereka makin besar. Brand-brand lokal udah banyak diakuisisi sama mereka.” lanjut Joshua, “Mousai ini udah kayak LVMH, semua brand lokal yang berhubungan sama fashion item yang bahannya kulit, bakal dilirik mereka. It’s basically a monopoly company for leather goods.”

“Mousai itu salah satu penyesalan terberat Maven.” kata Jennifer. “Kalau mau berbangga diri, peran Maven agency banyak banget buat ngebesarin Mousai sampai mereka pede buka pasar di Asean dan Australia.”

“Kenapa bisa lepas dari kalian?” tanya Hamal.

Personal matters.” jawab Joshua. “Salah satu tim marketing mereka punya masalah pribadi sama mantan karyawan kita dulu. Sampai Maven hampir bangkrut gara-gara Mousai pergi, dan kalau bukan karena Jennifer yang berhasil bawa THRIFTIES sama CARINO ke sini, Maven udah gulung tikar.”

“Terus kenapa kita harus rebut hati klien lama kalau mereka masih punya hard feelings sama Maven?” tanya Hamal.

Because….” Joshua menyalakan proyektor di depannya supaya bisa memperlihatkan sebuah poster dari lapotpnya kepada Hamal dan Jenan. “Target Maven akhir tahun ini adalah masuk nominasi Best Local Advertising Agency by the end of 2022. Dan kita cuma punya waktu 8 bulan lagi.”*

*(Ya, ceritanya ini masih awal-awal tahun 2022).

“Dan kalau kita berhasil dapetin Mousai, kita bisa masuk nominasi?” tanya Jenan.

“Pemilik Mousai adalah salah satu juri di penghargaan itu,” jelas Jennifer, “Sebelum terjun ke dunia bisnis, dia itu sempet kerja dan punya posisi kayak kita, jadi Account Executive di Dentsu, salah satu advertising agency besar di dunia.”

Mendengar tentang Mousai dan latar belakang sang pemilik sudah membuat lutut Jenan lemas. Bagaimana caranya supaya dia bisa mengambil hati mantan klien itu??

“Okay,” kata Hamal. Suaranya sukses membuat jantung Jenan melompat. “Gue sanggup bikin mereka balik ke kita.”

“Ohh, semangat yang bagus.” puji Joshua. “By the way, ini tugas kalian berdua, bukan cuma lo aja Hamal, karena pemilik Mousai ini udah jelas masih sensi sama kita. Lo bakal butuh bantuan Jenan.”

“Jenan?” tanya Hamal sangsi, “Bukannya gue yang harus bantu dia?”

Jennifer dan Joshua sama-sama menggeleng, sementara Jenan malah kebingungan.

“Gue rasa Jenan bisa ngatasin yang satu ini.” kata Jennifer percaya diri, “Ya nggak?”

Joshua mengangguk. Ia kemudian memberikan dua amplop hitam doff yang halus kepada Hamal. Ketika Hamal membukanya, amplop itu berisi undangan yang didesain eksklusif. Sebuah undangan private charity party di kediaman pemilik Mousai, Giandra Wirya.

“Kalian bakal jadi tamu di acaranya Giandra.” kata Joshua. “Salah satu temennya Jennifer berhasil dapat dua tambahan undangan. Bakal banyak tamu dari ahensi saingan kita yang mau pepetin Mousai. So guys, tantangan kalian itu nggak cuma satu. Selain harus narik perhatian Giandra, kalian harus stand out daripada ahensi saingan kita di sana.”

“Kalau kita gagal….” kata Jenan takut-takut, “Gue sama Hamal nggak bakal dapet kontrak jadi pegawai tetap?”

Joshua diam saja, dia hanya menatap Jenan dan Hamal secara bergantian. Jeda yang lama membuat ruangan meeting jadi makin tegang. Jennifer pun tak memberikan respon apa-apa. Ia menghormati bos sekaligus pamannya itu, karena jelas, misi ini sepenuhnya adalah ide Joshua.

CEO Maven itu lalu bangkit dari kursinya dan berkata, “Tergantung sejauh mana usaha kalian buat dapetin Mousai lagi. Satu hal yang pasti, kalian nggak akan kami pecat. Tapi mungkin ada penyesuaian di kontrak kerja kalian. Bisa itu hanya kontrak setahun, atau tanpa batas waktu alias kalian memang pegawai tetap di sini”

That’s a lot to risk.” protes Hamal. “All this for an ex-client?!

Joshua sudah tahu Hamal akan menentang ini. Tapi CEO Maven itu punya alasan sendiri. Ia ingin menguji sejauh mana Hamal serius dengan pekerjaannya, dan harapan kalau Hamal bisa melupakan pengalaman pahitnya di Marine.

Like I said, kalian nggak bakal saya pecat.” Joshua menegaskan lagi, “Maven dikenal dengan SDM AE nya yang luar biasa. Dalam dunia ahensi, mereka yang bisa berhubungan baik lagi dengan mantan klien justru nilai plus. Itu jadi bukti kalau ahensi kita bukan tipe yang langsung nge-cut off hubungan hanya karena udah jadi mantan klien.”

“Satu lagi,” lanjut Joshua, “Peluang kalian buat dapat calon klien baru juga bisa terbuka di sana.”

Hamal bisa melihat Joshua sangat serius dengan tugas ini. Terlebih, Hamal sendiri benar-benar membutuhkannya, semua Hamal lakukan demi menjadi sosok yang tidak akan direndahkan oleh siapapun, termasuk keluarganya.

“Baik Mas Joshua,” tiba-tiba Jenan menyela. “Kami mengerti sama tugas ini. Saya sama Hamal bakal ngelakuin yang terbaik.”

Joshua kembali tersenyum, “That’s the spirit! Acaranya Sabtu ini jadi pilih pakaian yang menarik, and of course… don’t forget to wear leather.

⚠️ (this part will contain light nsfw-ish)

Penny for your thoughts?

Jenan duduk di samping Hamal saat jam makan siang. Hanya mereka berdua yang ada di pantry karena hampir semua staf di departemen kreatif pergi ke studio untuk menyelesaikan iklan CARINO yang bertema spanish vibes itu. Sedangkan sebagian staf lainnya memilih makan siang di luar.

Jenan masih memandangi Hamal yang diam total setelah keluar dari ruang meeting. Alisnya kerap mengkerut, rambutnya juga makin berantakan sampai Jenan gemas ingin merapikannya.

“Hamal, jangan terlalu dipikirin.” Jenan pelan-pelan menggerakan jarinya. Membelah bagian depan rambut Hamal dengan hati-hati, “Ini bukan tugas lo doang kok, gue juga ikut ambil bagian.”

“Justru itu.” kata Hamal, ia langsung menepis tangan Jenan hingga sekarang tangan Jenan menekan paha Hamal di bawah meja. “Tugas gue bakal lebih banyak karena ada lo.”

“Maksud lo apa sih? Jangan bilang lo ngira gue nggak bisa ngebujuk Giandra?!”

Hamal mendekatkan wajahnya pada Jenan, sorot matanya menyala, tak bisa ditebak apakah ia frustrasi atau marah. Pandangannya juga mulai tidak fokus. Sedangkan Jenan malah balik menantangnya dengan tatapan yang sama, dan tangannya yang masih berada di atas paha yang lebih tua, mulai ia gerakan dengan usapan perlahan.

“Gue bakal baik-baik aja. Lo nggak usah mikirin gue. Siapapun diantara kita yang berhasil bujuk Giandra, yang beruntung kita juga kok.”

Stop touching me like that.” Hamal sadar tangan Jenan semakin liar menekan dan mengusap pahanya di bawah sana.

“Kenapa?” tanya Jenan setengah berbisik, “Takut kebablasan? Ah Hamal, you know you wouldn’t dare.”

Jenan menyeringai. Mulutnya kini dekat sekali dengan bibir Hamal. Yang lebih tua mati-matian menahan napas dan nafsunya, walaupun ia tak menjamin sampai kapan ia bisa bertahan. Jenan lawan yang tangguh, terlebih soal menggoda.

Oh. Tentu saja. Hamal tidak bisa melupakan suara nakal Jenan yang berhasil membuatnya hilang akal semalam.

Fuck Jenan, berhenti nggak?” bisik Hamal.

“Gue tahu lo kuat, kok.” Jenan masih terus mengusap paha yang lebih tua, kini jarinya semakin maju ke bagian paha yang lebih dalam, bergesekkan dengan bahan jeans milik Hamal yang lebih tebal di area selangkangannya.

Hamal hampir mendesah.

“Lo bakal menyesali ini. Tunggu aja setelah pesta Giandra selesai.”

“Oh?” tantang Jenan, “What are you gonna do? Make me scream? I like screaming after a long day of work.”

“Jenan…”

“Haloooooooo!!! Spada!!”

Suara Serim dari pintu depan kantor berhasil menghentikan aksi Jenan. Hamal mengambil kesempatan ini untuk mendorong tubuh Jenan supaya ia menjauh. Dorongan Hamal rupanya terlalu kuat sampai Jenan terjungkal dari kursi.

“Eh anjing! Kurang ajar lo!!”

“Eh?! Kenapa itu si Jenan?” Serim datang tepat setelah Hamal berdiri sambil membawa makanannya yang belum disentuh. Serim dibalik kacamata bulatnya menatap dua AE Maven dengan bingung tapi senyum manisnya berhasil meredakkan kecanggungan di pantry.

“Gue, duduknya nggak bener aja. Si Hamal nggak bantuin lagi.”

“Gue nggak liat soalnya, sori.” kata Hamal. “Mas Serim abis makan di mana?”

“GI.” jawab Serim sedih, “Si mbak Chaca ngidam Sushi GO di sana, gue curiga dia hamil lagi dah.”

“Haha, nggak apa-apa. Nanti Maven lama-lama bikin sub bisnis day care.” canda Hamal.

“Eh Jenan lo udah nggak apa-apa kan?”

“Nggak apa-apa.” kekeh Jenan walaupun tangannya masih sibuk mengusap-usap pantatnya yang nyeri setelah jatuh.

“Gue mau makan di ruangan aja, sorry duluan ya guys.” Hamal tak menunggu jawaban Serim atau Jenan. Ia langsung meninggalkan pantry lalu naik tangga.

Jenan menatap Serim sambil tersenyum, ia tak mungkin meninggalkan laki-laki itu sendiri, kan? Pasti makin janggal.

“Temenin gue makan di sini ya, mas?” tanya Jenan.

Serim mengangguk senang, “Sure. Gue juga mau ngehabisin boba ini kok.”

--

--