Review Buku: Peace Movements in Islam (terjemahan) -Editor Juan Cole

Meutia Faradilla
2 min readJan 28, 2024

--

Saya membeli buku “Peace Movements in Islam” ini setelah melihat beberapa quotes yang ditampilkan oleh toko buku langganan saya, Akal Buku, di akun Twitter/X mereka. Dugaan saya, buku ini membahas sesuatu yang menarik dan mungkin belum pernah saya baca sebelumnya. Oleh karena itu, saya kemudian membeli buku ini dan segera membacanya setelah buku sampai di tangan. Buku Peace Movements in Islam berisi 9 tulisan oleh 9 sarjana yang berbeda. Tulisan-tulisan tersebut disusun sedemikian rupa sehingga runtut mulai dari konsep perdamaian dalam Islam hingga bagaimana perdamaian dalam Islam melibatkan perempuan. Berikut adalah judul kesembilan bab yang ada dalam buku ini: Antara Kasih Sayang dan Keadilan: Menemukan Definisi Islam tentang Perdamaian; Ajaran Al-Qu’ran tentang Berbuat Baik kepada Musuh; Wajah Perjuangan yang Berbeda: Jihad sebagai Upaya Perdamaian; Kedamaian Batin versus Keberadaan di Tengah Masyarakat: Dilema Sufi; Pasifisme Bermoral di Islam Afrika Barat; Rasyid Ridha dan Konferensi Perdamaian Paris 1919; Batasan Surga: Umat Lain yang Saleh dalam Tulisan Rasyid Ridha; Islam dan Perdamaian: Perspektif Muslim Fundametalis; Wanita, Agama, dan Kepemimpinan Perdamaian di Bosnia Herzegovina.

Banyak hal yang menarik dalam keseluruhan tulisan yang ada di buku ini yang membuat saya menandai buku ini menggunakan beberapa penanda halaman. Misalnya bagaimana salah satu penulis mengangkat kembali ayat Qur’an yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW hanyalah pemberi peringatan, dan bahwa kuasa memberi azab tetap berada di tangan Allah. Dalam tulisan tersebut, penulis berargumen bahwa inti ajaran Islam adalah perdamaian, sehingga tidak ada paksaan dalam berbagai aspek. Dalam tulisan yang lain, penulisnya juga mengangkat tafsir yang membahas bagaimana seharusnya seorang muslim bersikap ketika dihadapkan dengan kemarahan (yaitu dengan kesabaran dan sikap yang tenang). Juga bagaimana orang beriman harus bergaul dan berbuat baik terhadap kerabat meskipun kerabat tersebut musyrik. Mengutip kalimat dalam tulisan tersebut, “Tidak ada konsepsi menghindari orang kafir atau bersikap agresif terhadap mereka.”

Tulisan-tulisan yang sangat menarik bagi saya ada di dua bab pertama dan dua bab terakhir dalam buku ini. Dua bab terakhir menceritakan bagaimana suatu kelompok muslim ekstrimis fundamentalis yang tadinya menempuh jalan kekerasan malah berbalik sikap dan menolak kekerasan dalam jihad mereka. Mereka berubah karena kemudian mengkaji ulang makna dan konsep jihad, juga setelah ada kejadian ISIS. Sementara itu, di bab terakhir, penulisnya membahas keterlibatan perempuan dalam perdamaian di Bosnia Herzegovina dan bagaimana para perempuan ini memaknai konsep perdamaian dan kaitannya dengan keyakinan yang mereka anut.

Buku ini jadi menarik bukan hanya untuk pembaca yang bukan muslim, tapi juga yang muslim. Karena hari-hari ini, narasi kekerasan dan ketidakramahan itu juga semakin kuat di kalangan muslim. Penempatan tulisan tentang definisi damai dalam Islam sebagai bab pertama sangat tepat menurut saya karena ini menjadi dasar berpijak bagi pembaca sebelum meneruskan ke tulisan-tulisan berikutnya. Tulisan di bab pertama dan bab kedua adalah tulisan yang mengingatkan kembali bahwa sebenarnya konsep utama dalam Islam adalah perdamaian, bukan permusuhan.

--

--