2050. Our Future.

Muhammad Fathi Rauf
7 min readOct 5, 2017

--

Melihat trend-trend yang akan terjadi di tahun 2050 mendatang.

catatan: draft tulisan ini sudah ada semenjak Maret 2017, dimana Saya masih berada di bangku SMA dan baru Saya lanjutkan kembali di bulan Oktober 2017.

Oke, tulisan kali ini berisikan pandangan-pandangan yang mungkin akan terjadi 2050 berdasarkan pendapat juga data yang Saya ubek-ubek ketika perjalanan naik angkot ke sekolah, haha.

Well, kok kayaknya jauh banget bro..

Ya.. 2050 emang jauh, tapi gak bakalan kerasa, tiba-tiba 2050. Alasan memilih 2050 karena, pas banget setengah dari abad pertama dari milenium kedua.

Okay, jadi gimana bro?

Jadi, menurut Saya akan ada tiga hal yang bakal ngetrend di tahun 2050. Nah apa sajakah itu?

  1. Clean/Sustainable Energy
  2. Big Data-Machine Learning ( Artificial Intelligence )
  3. Agriculture

Clean /Sustainable Energy

Yep, kita gak bisa mengandalkan minyak buat energi yang kita pakai sehari-hari. Dalam hal ini kayak kendaraan, listrik, dsb. Kita harus mau gak mau harus pindah ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan efisiensinya jauh lebih baik. Jujur aja, Saya sendiri lebih condong ke solar power. Kenapa? ya sederhana, udah gratis, ngambilnya gampang, kurang enak apa coba.

“We have this handy fusion reactor in the sky called the sun. You don’t have to do anything. It just works. It shows up everyday and produces ridiculous amounts of power.” — Elon Musk

Cuma, yang jadi masalah memang si matahari ini gak bersinar setiap saat dan efisiensi panel surya pun masih dalam pengembangan.

Tapi tenang, masih ada banyak opsi kok. Seperti, wind turbine, geothermal power, hydroturbine, dsb. Tapi memang, yang paling mudah dipakai skala rumahan ya solar power.

Big Data-Machine Learning

Era seperti ini, data merupakan suatu yang mahal. Ya, data sepele seperti nama, gender usia hingga data yang cukup kompleks seperti lokasi yang anda kunjungi, relasi dan minat anda.

loh kok bisa?

Sadar ataupun tidak sadar, ponsel Anda lebih mengenal Anda daripada Anda sendiri.

Ponsel yang Anda gunakan pun merupakan alat tambang data. Bagaimana tidak, banyak data yang tersimpan di ponsel Anda. ya kan?

Lalu bagaimana data tersebut bisa menjadi uang?

Sederhana, di era kapitalisasi data seperti saat ini, data Anda digunakan oleh para pengiklan atau pemilik brand agar iklannya ditayangkan kepada konsumen yang benar-benar sesuai.

Karena ngiklan itu mahal! Gak percaya?

Semisal ada sebuah perusahaan mobil yang mengiklan di billboard dengan 1 juta orang yang melihat iklan itu per harinya, namun hanya 10% yang berminat membeli mobil, sisanya? ya sia-sia.

Jika biaya pemasangan iklannya adalah 200 juta rupiah/bulan dan hanya bisa mendatangkan 100 pembeli, maka dibutuhkan 2 juta rupiah hanya untuk akuisisi 1 pembeli. Mahal kan?

Oleh sebab itu, dengan adanya Data yang spesifik, akan membuat pengiklan mengeluarkan biaya akuisisi pembeli yang jauh lebih rendah.

Itulah mengapa Google dan Facebook bisa merajai internet.

Nah, selain itu kita sudah masuk ke era yang namaya internet of things. Jadi segala sesuatu sudah terkoneksi dengan internet.

Contohnya saja smart home. Semua perabotan dari mulai TV, Mesin Cuci, Lampu, AC, bahkan seperti pintu, jendela terkoneksi dengan internet.

Bayangkan semua data yang diambil dari semua perabotan itu, menjadi sebuah gudang data dan menjadi sesuatu yang baru.

Bagaimana caranya?

Ya dengan machine learning. Jadi, semua data tersebuh diolah, dan dengan komputer data itu dipelajari untuk menyesuaikan perilaku kita. Kok bisa?

Itulah machine learning pada saat ini. Sudah sangat kompleks.

Bayangkan seperti ini, rumah Anda sudah termasuk smart home, yaitu rumah dengan perabotan perabotan alat pintar yang terkoneksi dengan internet.

Anda pulang kerumah, tidak perlu ribet bawa kunci, cukup dengan handphone yang biasa Anda bawa bisa membuka pintu Anda. Anda masuk kerumah, dengan motion sensor yang mengetahui gerakan Anda, secara otomatis menyalakan lampu di rumah. Karena sudah mengetahui Anda dirumah, secara otomatis water heater di kamar mandi Anda memanaskan air dan mengisi bak mandi Anda. Sembari menunggu, Anda sambil pergi ke ruang keluarga dan TV secara otomatis menampilkan channel kesukaan Anda. Ketika air di kamar mandi sudah siap, tampil notifikasinya melalui handphone Anda.

Karena hal ini menjadi kebiasaan Anda, komputer mempelajari kebiasaan Anda dan akhirnya mengerti apa yang menjadi kebutuhan Anda. itulah machine learning. Tidak hanya itu, machine learning juga digunakan di banyak bidang, seperti Google Photos untuk menyempurnakan identifikasi wajah begitu juga dengan FaceID yang baru diluncurkan Apple, dan masih banyak lagi.

Agriculture

Mungkin Anda akan bertanya-tanya, kenapa harus pertanian?

Alasannya sederhana, menurut data FAO (Food and Agriculture Organization of USA) akan terjadi lonjakkan penduduk hingga 9 miliar penduduk di tahun 2050

Proyeksi Populasi di tahun 2050

Nah, Bagaimana mengisi perut untuk 9 miliar penduduk di bumi?

Oleh sebab itulah, pertanian menjadi hal yang akan trending di tahun 2050.

Bagaimana kondisi di Indonesia saat ini?

Pertanian di Indonesia masih perlu banyak perhatian dari kita, dikarenakan masih terdapat 14 juta lebih petani gurem atau petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha di Indonesia.

Selain itu, Beras sebagai salah satu komoditas utama, Indonesia masih melakukan impor.

Impor beras di Indonesia menurut Negara Asal Utama

Sebenarnya saat ini sudah banyak startup yang bermain di bidang pertanian. Untuk saat ini masih di dominasi oleh financial tech.

Ada iGrow, TaniHub (dan TaniFund), 8Villages, Eragano, Kecipir, Crowde, Sayurbox, dan masih banyak lainnya.

Trend perpindahan ke daerah urban

Belum lagi dengan permasalahan perpindahan penduduk rural ke area urban. Seperti yang kita ketahui, lahan pertanian berada di daerah rural. Hal ini menyebabkan perlunya transisi lahan pertanian dari daerah rural ke daerah urban

Kembali ke masalah pergeseran penduduk rural ke urban, menjadikan kita harus bercocok tanam di daerah urban.

Loh, gimana caranya?

Urban farming atau pertanian secara urban menjadi pilihan solusi untuk masalah tersebut.

FreightFarms, sebuah startup fokus kepada urban farming

Kita akan bercocok tanam didalam kontainer.

Urban farming menggunakan kontainer dengan habitat terkontrol mulai ramai digunakan. Hal ini dikarenakan produktivitas bercocok tanam di dalam kontainer lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvesional.

Hal ini dikarenakan sisi teknologi sangat membantu. Jika pada metode konvensional masih mengandalkan sinar matahari yang tidak 24 jam tersedia. Namun dengan bercocok tanam dengan habitat terkontrol, kita dapat mengatur kebutuhan sinar matahari yang diganti dengan sinar LED dengan spektrum warna yang disesuaikan, suhu yang dapat diatur, kebutuhan air yang dapat diatur, dan sebagainya.

Dikarenakan efisiensi dari sisi teknologi, kapasitas produksi yang dihasilkan jauh lebih tinggi dibandingkan metode konvensional.

infografis mengenai kapasitas produksi Leafy Green Machine

Tidak hanya itu, kita pun bisa bercocok tanam di dalam ruangan manapun.

farmshelf, sebuah startup yang membuat smart hydroponics system

Sangat menyenangkan bukan bisa bercocok tanam sendiri di dalam rumah. Hasil panen bisa langsung Anda nikmati.

ribet ya?

Tentu saja tidak, karena ini sudah terpasang banyak sensor seperti suhu, PH, kelembapan, nutrisi air, dsb. Anda hanya perlu memantau tanaman menggunakan ponsel, mudah bukan?

Teknologi seperti ini pun mempunyai dampak yang besar. Tidak perlu distribusi yang panjang, hal ini memberikan efisiensi waktu, selain itu hasilnya pun tentu saja lebih segar. Karena sayuran bisa langsung dipetik dan digunakan.

Belum lagi dengan rooftop garden/rooftop farming, dengan memaksimalkan lahan kosong bagian atap gedung untuk lahan pertanian. Banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan.

Dari segi ekonomi, tentu saja hal ini bisa dikomersilkan. Dengan unfair advantage kesegaran hasil panen dibandingkan dengan produk hasil panen dari daerah rural.

Dari segi edukasi, tentu saja dapat menjadi sarana pelajar untuk dekat dengan alam walaupun berada di daerah urban

Dari segi lingkungan, ya mengerti sendiri lah.. haha

dan masih banyak lainnya.

contoh rooftop farm di daerah Brooklyn, NY ( Eagle Rooftop Farm )

Another Future of Farming

Lalu bagaimana dengan lahan rural yang tersisa? Tentu saja akan banyak optimalisasi yang dilakukan.

Caranya?

Menggunakan 2 hal yang akan ngetrend di tahun 2050: Clean Energy & Internet of Things!

Penggunaan Clean Energy dan IoT di Pertanian

Kita akan menemukan lahan-lahan pertanian rural mengandalkan teknologi solar panel maupun wind turbine sebagai pembangkit energi utama. Selain itu kita akan melihat penggunaan internet of things di segala penjuru.

Kualitas tanah? bisa dimonitoring, traktor? bisa jalan sendiri dengan optimasi rute pembajakkan, survei untuk lahan pertanian? menggunakan drone, ketika masa panen tiba petani bisa menggunakan agribot yang siap dengan otomatis memanen hasil pertanian. Selain itu, petani juga bisa memantau semuanya melalui ponsel/laptop, tidak perlu setiap hari ke lahan pertanian.

Lalu bagaimana dengan perikanan?

Ikan sebagai salah satu komoditas penting, kurang lebih memiliki hal-hal yang sama dengan apa yang akan terjadi di pertanian.

Pada sektor pembudidayaan ikan, clean energy dan internet of things pun ikut serta di dalamnya. Contohnya seperti pemberi pakan ikan pintar seperti eFishery.

Selain itu, ikan merupakan sumber protein yang lebih efektif dan memiliki Rasio konsumsi pakan terhadap peningkatan berat badan yang lebih rendah dibandingkan produk peternakan lainnya seperti domba dan ayam.

perbandingan FCR (semakin rendah semakin baik)
FCR untuk ikan lele di angka 1.5

Faktor-faktor seperti diatas itulah yang membuat perikanan memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan sektor peternakan.

Lalu, bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju bahwa 3 hal tersebut akan menjadi hal yang booming di tahun 2050?

feel free untuk berkomentar dibawah ini!

--

--