Bitcoin, bukan Blockchain.

Pratiwi Gunawan
8 min readNov 18, 2021

--

Blockchain Logical Fallacy Explained

Jika ada orang yang berkata bahwa “Saya percaya Blockchain tetapi tidak tertarik dengan Bitcoin” pada dasarnya dia sedang berkata bahwa “Saya tidak memahami apa itu Blockchain, tapi saya akan terlihat keren jika memuja teknologi Blockchain daripada Bitcoin.” Andreas Antonopolous

Yap, Anda tidak salah baca. Bitcoin bukanlah Blockchain seperti yang selama ini banyak disalahpahami oleh banyak ‘investor’ cryptocurrency.

Banyak orang berkata bahwa Bitcoin tidak akan berhasil tanpa Blockchain, tapi sebenarnya Blockchain tidak akan bernilai jika tidak diaplikasikan secara publik sebagai DLT (distributed ledger technology) di Bitcoin. Bitcoin adalah aset moneter yang tidak dapat diubah dan dikontrol karena adanya mekanisme pengelolaan yang terdesentralisasi (decentralized governance protocol).

Jika Bitcoin kita ibaratkan sebagai kue, Blockchain itu dapat kita analogikan sebagai salah satu bahan pembuatan kue, misalnya telur. Telur adalah salah satu bagian penting dalam membuat cake, tapi bukan berarti telur = kue. Selain telur, masih ada bahan lain yang menjadi komposisi pembuatan cake seperti tepung, gula, butter, dan lainnya.

Sama seperti telur dalam pembuatan kue, sebenarnya Blockchain hanyalah salah satu komponen dalam teknologi Bitcoin, yakni sebuah public ledger (buku besar atau database yang transparan) yang mencatat setiap transaksi secara transparan sehingga setiap orang dapat melihat pencatatan tersebut. Just it.

Blockchain di dalam Bitcoin

Blockchain sebenarnya bukanlah penemuan baru, tapi merupakan sebuah teknologi yang ditemukan oleh Stuart Haber dan W. Scott di tahun 1991, tepatnya 17 tahun sebelum Bitcoin Whitepaper diterbitkan. Tujuan kedua ahli matematika ini menciptakan Blockchain adalah agar informasi digital dapat dicatat dan distribusikan tanpa bisa diedit oleh siapapun. Blockchain pertama kalinya berhasil diaplikasikan secara nyata oleh Satoshi Nakamoto untuk menjadi alternatif sistem keuangan yang selama ini korup. Gol dari Satoshi Nakamoto menciptakan Bitcoin adalah menjadikannya sebagai aset terdesentralisasi dengan kebijakan moneter yang tetap, transparan, dan tidak dapat diubah. Satoshi Nakamoto meyakini bahwa dunia ini memerlukan trustless asset (tidak bergantung pada kepercayaan) dan kebal dari penurunan nilai yang disebabkan oleh kebijakan bank sentral yang bersifat inflasi.

Akar permasalahan dari mata uang konvensional adalah rasa percaya yang diperlukan untuk membuat sistem keuangan berjalan. Institusi keuangan perlu dipercaya untuk tidak menurunkan nilai uang, tetapi sejarah membuktikan bahwa sistem mata uang fiat penuh dengan pelanggaran kepercayaan. — Satoshi Nakamoto, Februari, 2009.

Source: http://p2pfoundation.ning.com/forum/topics/bitcoin-open-source?id=2003008%3ATopic%3A9402&page=2#comments

Untuk menghilangkan peran pihak ketiga (third party), Blockchain diperlukan di dalam Bitcoin untuk mencatat semua transaksi secara berurutan dengan transparan, tapi yang menjadikan Bitcoin menjadi aset superior bukan hanya karena adanya Blockchain. Teknologi Blockchain menjadikan setiap transaksi dapat dicatat dan didistribusikan ke seluruh jaringan, tapi setiap pencatatan tersebut menjadi immutable (tidak bisa diubah) dan aman karena adanya kombinasi teknologi Public Key (Assymetric) Cryptography, double hashing digital signature, yang diamankan dengan mekanisme konsensus protokol Proof of Work.

Kombinasi keseluruhan teknologi tersebut menjadikan Bitcoin sebagai aset yang superior karena memiliki:

Privacy: Hanya pengirim dan penerima transaksi yang mengetahui isi transaksi.

Authenticity: Dalam penjelasan tentang transaksi di Whitepaper, Satoshi Nakamoto menjelaskan bagaimana kepemilikan koin berpindah dari satu orang ke yang lain dengan menggunakan Digital Signature (tanda tangan digital), dengan demikian dapat menghindari terjadinya penggunaan ganda (double-spend).

Integrity: Teknologi dalam Bitcoin melacak dan memastikan kepemilikan Bitcoin dan tidak ada data yang dapat diubah ketika transaksi/pengiriman Bitcoin dilakukan dengan adanya mekanisme Proof-of-Work. Rantai terpanjang merepresentasikan keputusan mayoritas atau dengan kata lain bukti usaha yang paling besar.

Non-Repudiation: Dengan kombinasi Digital signature dan Double Hash Function (SHA-256 & RIPEMD-160) transaksi Bitcoin dipastikan adalah transaksi yang jujur. Pengirim mengirimkan Bitcoin yang dimiliki dengan bukti bahwa dialah pemilik sah dari jumlah yang dikirimkan tersebut, dan keabsahan ini diverifikasi oleh penambang (miner). (Kecuali kalau Private Key dari pemilik dicuri)

Truth: Semua transaksi yang telah diverifikasi oleh miner dan divalidasi oleh nodes kemudian dicatat secara permanen dan ditambahkan ke ledger yang terdesentralisasi dengan berurutan (semua orang bisa melihat semua transaksi).

Blockchain Logical Fallacies (Sesat Pikir tentang Blockchain)

Logical Fallacies adalah sesat pikir yang terjadi karena adanya data-data yang dihubung-hubungkan tanpa ada relevansinya. Contoh Logika Sesat Pikir: Semua mamalia berdarah panas, burung berdarah panas, burung adalah mamalia. Kebenarannya, burung memang berdarah panas, tapi burung bukanlah mamalia.

Ini adalah contoh kesesatan kesimpulan yang kerap terjadi karena adanya ketidakrelevansian data, baik disengaja atau tidak.

Sesat Pikir (logical fallacy) kerap terjadi dalam penyebaran informasi mengenai Blockchain. Banyak media dan pemengaruh aset kripto (cryptocurrency influencer) yang menyamakan Blockchain sebagai Bitcoin sama seperti menyepadankan telur sebagai kue seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya.

Blockchain adalah salah satu teknologi yang membuat Bitcoin menjadi aset yang terdesentralisasi, transparan, dan tidak dapat diubah/dikontrol oleh entitas tertentu (immutable). Namun tidak berarti Blockchainlah satu-satunya penentu keberhasilan Bitcoin sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh pengembang altcoin dan token berbasis teknologi Blockchain lainnya.

Memang adalah hal memungkinkan untuk mencatat data lain selain transaksi keuangan, tetapi tidak semua data memerlukan Public Blockchain dan distributed ledger technology seperti yang diaplikasikan di Bitcoin. Inilah yang sering kali menjadi miskonsepsi dalam aplikasi teknologi Blockchain.

Bukannya meluruskan, banyak pengembang teknologi Blockchain yang memanfaatkan miskonsepsi ini, mereka malah aji mumpung dan beramai-ramai menjual teknologi prematur mereka dengan memanfaatkan kesuksesan Bitcoin untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan bumbu tambahan utilitas ini dan itu untuk menjual token mereka demi mendapatkan uang dari investor retail yang polos dan tidak mau belajar. Padahal, koin-koin dan token tersebut hanyalah bukti kepemilikan janji proyek yang sama sekali belum berwujud.

Ingat, Blockchain hanyalah teknologi buku pencatatan digital yang bisa dibagikan. Selain untuk fungsi keuangan, sebenarnya teknologi Blockchain hanya cocok dikembangkan untuk keperluan privat, bukan publik. Blockchain bisa diaplikasikan oleh perusahaan secara privat misalnya dipakai untuk pencatatan dan pelacakan logistik/suplai chain, pencatatan kerjasama afiliasi perusahaan travel, dll. Mengapa hanya cocok untuk keperluan privat? Karena perusahaan mana yang mau membuka semua data mereka ke khalayak umum? Sebaliknya, siapa yang ingin data pribadinya terbuka dan disebar-sebarkan?

Contoh, ada koin XXX katanya untuk travel, ada koin YYY untuk data medis. Pertanyaannya, apakah relevansinya teknologi blockchain dalam jasa travel dan kesehatan? Sebenarnya token dan koin tersebut hanyalah tipu muslihat untuk mengeruk keuntungan dari kesuksesan Bitcoin yang selama ini dimiskonsepsikan sebagai Blockchain.

Memang, ada fungsi yang bisa dikembangkan dalam teknologi Blockchain, tapi sangatlah tidak etis untuk menjual pengembangan teknologi prematur kepada investor retail apalagi jika sebenarnya proyek tersebut sebenarnya merupakan ekuitas, bukan digital aset. Apalagi jika proyek yang dijanjikan masih belum dapat diimplementasikan. Semacam membeli saham kosongan. Itulah mengapa Gary Gensler, Ketua Securities and Exchange Commision (SEC), mengatakan bahwa banyak token dan cryptocurrency yang sebenarnya adalah unregulated security (ekuitas yang melanggar regulasi).

“If somebody is raising money selling a token and the buyer is anticipating profits based on the efforts of that group to sponsor the seller, that fits into something that’s a security,” said Gensler.

Menurut Tes Howey -sebuah parameter yang dinamakan setelah adanya kasus persidangan di US Supreme Court, SEC v W.J Howey Co., 328 US 293 Tahun 1946- sebuah instrumen finansial seperti aset kripto akan dianggap sebagai “kontrak investasi” atau dengan kata lain dianggap sebagai saham (security) jika:

Merupakan bentuk investasi uang (termasuk, contohnya, sebuah investasi dengan mata uang fiat atau mata uang kripto) di sebuah perusahaan dengan ekspektasi mendapatkan keuntungan dari manajemen dan usaha yang dilakukan oleh developer.

Regulasi inilah yang menjegal Ripple Lab, perusahaan yang membuat koin XRP, karena koin yang dijual seharusnya termasuk instrumen keuangan saham (security) bukannya komoditas digital. Ini melanggar US Security Law. Guess what, hampir semua alternative coin dan token sebenarnya merupakan unregulated security. Tinggal tunggu waktu, SEC bisa kapanpun menindaknya.

Smart Money doesn’t invest in Altcoin

Walaupun memiliki dana, smart money (institusi global) tidak memilih untuk investasi di alternative coin karena token-token tersebut sebenarnya adalah Security in disguise (saham pakai kedok sebagai aset digital/saham kosong) yang rentan terjegal kasus hukum seperti yang terjadi pada Ripple.

Gensler said to the Senate yesterday, “I have a belief that (crypto) has been a catalyst for change, but I think if it stays outside of the public policy framework for anti-money laundering, tax compliance, investor protection, it’s not going to long persist,”

Dalam perbincangannya dengan Raoul Pal, Michael Saylor juga dengan tegas mengatakan bahwa alternative coin adalah bisnis ilegal dan tidak etis.

Michael Saylor, “Raoul, if I traded my own Mickey Coin and then I pumped it on Twitter and I dumped it on retail population after I gave them to bunch of celebrity who then told the world that was great, it is illegal and it is unethical…. The truth of that matter is if you are a centralized group of people creating a token which is a security and then give it to themselves and then sell it to the market and represent it as a decentralized property, it is crossing a ethical line and crossing a legal line. And you can’t avoid the ethical responsibility and the legal responsibility simply by saying “O, it’s a new tech.””

“If you understands security law, you will understand they (alternative coins) are security. If I actually create a 10 million token, and I give 5 million to me and my compatriot and we start marketing the rest, and we do it without registration statement and without disclose who owns the security, it is a security, you are violating security law, the law is black and white, and the only people who think it is not security is the people who don’t know the law. If you look everybody on the crypto space outside Bitcoin, I think most of them never take the company public, they don’t have general councils

Michael Saylor mengungkapkan pendapatnya tentang altcoin kepada Raoul Paul, “Raoul, jika aku memperdagangkan koin Mickey dan mempromosikannya di Twitter dan membuangnya ke masyarakat setelah aku memberikan koin-koin tersebut ke sejumlah selebrity yang (membantu saya) mempromosikan bahwa koin tersebut adalah koin yang hebat, hal ini adalah hal yang ilegal dan tidak etis…. Sesungguhnya jika kamu adalah sekelompok orang yang membuat token yang sesungguhnya merupakan security (saham) dan memberikannya kepada dirimu sendiri dan kepada kalanganmu dan menjualnya ke pasar dengan menyatakannya sebagai aset terdesentralisasi, ini melanggar etika dan hukum. Tentu saja kamu tidak bisa menghindari tanggung jawab etika dan hukum hanya dengan berkata “Oh, ini adalah sebuah teknologi baru.”

“Jika kamu paham security law, kamu akan paham bahwa sebenarnya mereka (altcoins) adalah security. Jika aku membuat 10 juta token dan memberikan 5 juta kepada diriku dan keluargaku, lalu memasarkan sisanya, itu sebenarnya adalah security (saham), itu adalah tindakan ilegal, hukum itu hitam dan putih, dan orang yang tidak menyadarinya adalah orang yang tidak memahami hukum tersebut.”

Akhir kata, tulisan ini dibuat untuk menyatakan kebenaran dibalik muslihat developer token yang menyalahgunakan miskonsepsi tentang Bitcoin dan Blockchain untuk mencari keuntungan dengan cara yang tidak etis (premined) dan menyalahi regulasi ekuitas. Namun keputusan investasi tetap di tangan Anda.

Sumber:

When Is a Crypto Asset a “Security,” and Why Does That Matter? (Part I)

SEC chief Gary Gensler says many crypto tokens are securities and fall under the agency’s jurisdiction

--

--