☆
3 min readOct 18, 2023

04 Oktober 2019, 01:15 AM

Hari semakin pagi, tetapi, hal ini tidak membuat kaki Dokyeom dan Seungcheol berhenti dalam masa pencarian mereka ke tempat informasi. Mereka terus berlari kesana kemari dengan perasaan yang campur aduk untuk menemukan tempat tersebut di Bandara yang luas ini.

Setelah berlari hampir 15 menit, mereka akhirnya menemukan seorang petugas Bandara. Tanpa basa basi, mereka langsung membawa kaki lelah mereka kearah petugas Bandara itu.

“Permisi pak. Perihal korban kejadian pesawat Adam Air rute Surabaya-Manado, bisa kami tanyakan ke siapa, ya?”

Sergah Seungcheol dengan nafasnya yang masih terengah-engah.

“Bisa ke saya, Mas. Mas salah satu wali korban kecelakaan pesawatnya?”

Dokyeom menggeleng ribut mendengar pertanyaan tersebut. Dokyeom masih sangat yakin, kalau Jeonghan masih hidup dan sudah berada di Manado sekarang. Tidak mungkin, Jeonghan menjadi salah satu korbannya.

“Jadi gini pak, sebelum saya menjawab pertanyaan Bapak, saya ingin bertanya terlebih dahulu. Apakah benar terdapat korban bernama Jeonghan Yoon dalam kecelakaan pesawat Adam Air siang ini?”

Seungcheol dan Dokyeom harap-harap cemas untuk mendengar jawaban dari sang petugas. Mereka takut. Mereka takut kalau Jeonghan memang benar-benar korban dari kecelakaan pesawat ini.

Sang petugas pun membolak-balikkan kertas nama-nama korban yang sedari tadi ia pegang. Sepertinya, sejak tadi sudah banyak keluarga korban yang bertanya dan memastikan hal ini kepada pihak Bandara.

“Iya, benar. Ada korban bernama Jeonghan Yoon pada kecelakaan siang ini dalam rute Surabaya-Manado.”

Sebuah kalimat yang cukup kuat untuk membuat mata Dokyeom langsung hilang rasa kantuknya. Dengan perasaan yang makin kalut dan tidak karuan, Dokyeom berjalan mendekat kearah petugas.

“Gamungkin pak. Bapak salah lihat kali. Coba di cek lagi datanya. Gamungkin kakak saya jadi korban kecelakaan pesawat itu.”

Dokyeom masih mencoba untuk mengelak kenyataan pahit ini. Sang petugas Bandara pun mengikuti kemauan Dokyeom. Beliau membuka dan menelusuri kembali nama-nama korban kecelakaan siang ini.

“Iya, Mas. Benar. Ada korban bernama Jeonghan Yoon dengan tempat dan tanggal lahir di Jakarta, 4 Oktober 1995.”

Mendengar tanggal ulang tahun kakaknya disebutkan dengan tepat, Dokyeom membulatkan matanya, dengan suara getir ia berkata, “Gamungkin pak, coba di cek sekali lagi datanya. Gamungkin kakak saya jadi korban kecelakaan pesawat siang ini. Bapak jangan bercanda tentang kematian seseorang.”

Dengan menghela nafas kasar, sang petugas Bandara pun memperlihatkan data yang ia pegang. Data yang benar-benar sangat lengkap dan detail disana. Dan benar, semua data itu memang merujuk kearah Jeonghan, kakaknya yang ternyata telah tiada.

Melihat sang lawan bicara terdiam dengan tatapan yang kosong, sang petugas Bandara pun pamit undur diri. Ia mewajarkan hal-hal seperti ini. Memang cukup sulit untuk menerima kenyataan seperti ini.

Setelah kepergian sang petugas Bandara, Dokyeom terjatuh bersimpuh di Bandara itu dan menangis sejadi-jadinya. Dokyeom tidak peduli dengan dirinya yang menjadi pusat perhatian saat ini. Yang Dokyeom pikirkan hanya, kakaknya sudah tidak bersamanya lagi sekarang. Kakak nya sudah pergi jauh dari jangkauannya.

Seungcheol yang masih terkejut itupun turut menurunkan tubuhnya dan memeluk Dokyeom dengan erat. Dalam pelukan itu, Dokyeom masih terus menangis dan meracau,

"Kak Seungcheol, ini semua bohong, kan? Ini hanya prank jahil Kak Han aja kan, kak? Gamungkin kak Han naik pesawat itu kan? Gamungkin Kak Han ninggalin aku kan, kak? Ini semua gamungkin kak.”

“Gamungkin Kak Han ninggalin aku, Kak Seungcheol. Pasti petugas tadi hanya bercanda aja kan, kak? Pasti petugas itu salah ambil data penumpang pesawat kan? Gamungkin kak, gamungkin Kak Han ninggalin aku. Pasti semua ini bohong.”

“Tolong bangunin aku dari tidur ini, kak. Mimpi ini terlalu buruk untuk menjadi sebuah kenyataan. Kak Seungcheol, tolong bangunin aku. Tolong…"

Dengan menghilangnya suara Dokyeom, menghilang pula kesadarannya direngkuhan Seungcheol pagi itu. Dengan hati yang sakit dan mata yang kian memanas, Seungcheol terus memeluk Dokyeom dalam pingsannya.

“Jeonghan, gue ganyangka kalo lo akan pergi secepat ini. Gue harap, lo bahagia di tempat baru lo, ya. Ternyata, ucapan lo kemarin itu, sebagai penanda kalau lo akan pergi ya, Han. Sesuai janji gue kemarin, gue akan bantu lo untuk jaga dan bahagiain Dokyeom. Tolong bantu doa dari sana, agar, gue kuat untuk mengabari perihal ini kepada kedua orang tua lo ya, Han… Gue gasanggup bilang ke meraka, Han…”

Setelahnya, Seungcheol membopong tubuh Dokyeom dan membawanya ke mobil. Lalu, supir Seungcheol pun membawa mereka ke hotel yang sudah di booking Seungcheol sebelumnya.

Semoga Dokyeom segera pulih dan Han tenang disana, ya.

Happy Birthday and Rest In Love, Jeonghan Yoon.

☆

hello! it's ji. thanks for comin' and read my ordinary story...