better.

miniscuse
4 min readFeb 4, 2022

--

nothing feels better than this.

“Eno, di rumah nggak? Gue kesana ya?”

Setelah mengetik balasan WhatsApp untuk Sena, tetangganya, Seno berpamitan dengan teman-temannya. “Bro, gue cabut duluan ya.” Ucap lelaki dengan tinggi hampir seratus depan puluh sentimeter itu sambil bro-fist pada teman-temannya.

“Cepet amat, baru jam sepuluh nih, biasanya juga ampe subuh.” Renan mengejek, Seno hanya tertawa membalas ejekan sohib-nya itu. Seno kemudian berjalan menuju motornya yang parkir di halaman rumah kontrakan yang gengnya sebut sebagai basecamp. Motor gede berwarna hitam mengkilat miliknya kemudian melaju cepat di jalanan yang sepi.

“Diminum tuh udah gua buatin.” Pemuda pemilik kamar menunjuk cokelat panas di atas nakas samping rnajangnya sesaat setelah Sena membuka pintu kamar. Sena tersenyum kecil kemudian mengangguk. “Makasih ya…” katanya dengan suara serak yang Seno tahu kalau gadis itu habis menangis.

“Capek? Istirahat disini ya?” Seno menatap si perempuan yang sedang menyesap minumannya itu. Sena menggeleng, “Late night drive, yuk! Tapi pakai motor scoopy lu ya?” ajak gadis berhidung bangir di depan Seno. Yang lebih tua mengangguk menerima ajakan yang lebih muda.

Disinilah mereka sekarang saat jam menunjukkan pukul dua belas lebih dua puluh dini hari, pantai berpasir putih di bagian barat pulau. Sena lebih dulu berjalan menuju pesisir, Seno mengikuti di belakang. Keduanya duduk bersisihan sambil menatap lautan luas.

“Lu udah makan, kan?” tanya Seno memecah keheningan, Sena menoleh menatap si lelaki yang pandangannya masih belum lepas dari lautan luas di hadapan mereka. Kepala gadis itu kemudian jatuh bersandar di pundak Seno, gumaman kecil terdengar sebagai jawaban dari pertanyaan Seno.

Tangan Seno naik memainkan ujung rambut panjang Sena yang makin merapatkan jaket hoodie milik Seno. “Eno, mau cium, boleh?” tanya Sena setelah hening panjang. Matanya melirik Seno yang kini menatapnya sendu. “Stress banget ya?” tanya Seno. Sena yang sekarang duduk tegak menatap Seno, mengangguk pelan.

Seno mengecup bibir sang kekasih, hanya kecupan kecil dan singkat. Sena terkekeh setelahnya, perutnya terasa geli dan menyenangkan di saat yang bersamaan. “Gua sayang banget sama luuu…” Sena memeluk lelakinya dengan erat. Kini giliran Seno terkekeh sambil membalas pelukan Sena tak kalah erat. “Gua juga dan bakalan selalu sayang sama lu.”

“Jangan bosen sama gue yang lemah ini ya.”

“Jangan ngomong gitu, cewek gue paling kuat sedunia. Gue gak bakal janji, tapi gue bakalan nyoba selalu ada buat lu. Jadi… hari ini mereka bilang apa?” Seno bertanya sambil mengelus pelan puncak kepala gadis di pelukannya.

“Yah.. kayak biasa ‘katanya lu temenan doang sama seno, tapi gua liat-liat nempel mulu. gatel bener.’ ‘gatel banget mba, mau gua bantu garukin gak?’ ‘ulet bulu jauh jauh lu dari seno.’ ‘Arzeno apa gak geli ya ditempelin lu mulu’ kayak gituuu… tapi kayaknya gua emang lagi banyak pikiran makanya nangis, lu tadi lagi nongkrong ya? Sorry lu jadi nemenin gua disini.” Ujar Sena panjang lebar.

“Lu nggak harus minta maaf, lagian cuma nongkrong biasa,” Seno menjeda kalimatnya sejenak, sebelum melanjutkan, “Na, maaf ya gue nggak bisa jadi pacar yang jagain lu dari kata-kata jahat orang-orang.”

“Enooo… Bukan salah lu, mereka yang emang terlalu suka sama lu sampai jadi jahat begitu. Lagian gua juga yang minta lu biar nggak post tentang kita, kan? Ketikan mereka tuh diluar kontrol lu. Jangan salahin diri lu sendiri, ya? Lu selalu dengar cerita gua aja udah cukup. Tetap jadi Eno yang gua kenal.”

“Makasih banyak ya udah percaya gue, kalau gue ada salah sama lu kasi tau gue ya? Gue nggak mau buat lu kecewa ataupun sedih.”

“hahaha lucu banget pacar gua, iya Eno, pasti. Lu juga ya kasi tau gua kalau gua bikin lu sedih. Makasih juga udah ngeritiin gua.” Keduanya bersitatap dengan iringan tiupan angin malam yang menerpa wajah rupawan mereka.

“Gua boleh nggak buat instastory tentang kita?” tanya Sena sambil mengeluarkan ponselnya, Seno mengangguk antusias. “Nggak perlu izin, cantik. Gue malah berharap lu tag gue biar bisa gue repost dan seluruh dunia tau kalau lu pacar gue.”

“Lebay luu…” kata Sena sambil terkekeh, salting dia.

“Abis ini mau pulang atau muter-muter dulu?” tanya Seno setelah Sena selesai dengan aplikasi instagramnya. “Pulang deh, dingin banget ini. Gua bawa jaket ini ya? Abis gua cuci baru gua balikin.”

Keduanya berdiri sambil membersihkan pasir yang menempel dipakaian mereka.

“Semprot parfum lu ya ke jaketnya kalau dibalikin hehehe…”

“Iya iya… Besok lu ulang tahun gua hadiahin parfum kayak punya gua deh sekalian.”

“Jangan anjir, lu kan suka ndusel sama gua gara-gara wangi gue.”

“Oh iya bener juga hehe…” Hening kembali menghampiri keduanya sebelum suara Seno kembali terdengar.

“Na, gue harap semua kata orang-orang tentang lu nggak bikin lu nyerah buat selalu sama gua ya. Kita jalanin ini bareng-bareng ya, sayang.” Seno berucap saat memasangkan helm di kepala kekasihnya. Sena tersipu, “Apaan sih lu kok jadi giniiii…” ucap si gadis menutupi salah tingkahnya.

“Gua serius senaaaa…”

“Iya Arzeno Dirga, lagian lu juga pernah bilang sama gua kan. Hubungan ini yang jalanin kita berdua, orang lain cuma sok tau tentang kita. Gua inget itu kok, cuman ya hari ini gua kayaknya lagi capek makanya kata-kata mereka yang padahal nggak bener itu bikin gua kesel. Makasih ya udah nyempetin waktu, Pokoknya gua sayang lu, segini banyak.” Sena merentangkan tangannya lebar-lebar, Seno yang gemas langsung merengkuh tubuh gadis yang lebih kecil di hadapannya itu. Dipeluknya erat. “Seno udaaah… kita udah pelukan berapa kali ih sesaaaaak ayo pulaaaaang…” Rengek Sena.

“Hahaha… Ayo naik, princess.”

Setelah merasa Sena sudah duduk nyaman, Seno melajukan motornya di jalanan malam yang sepi. Keduanya sesekali tertawa karena candaan yang mereka lontarkan, senyum tak pernah luntur dari bibir keduanya, merasa bersyukur memiliki satu sama lain di dunia yang kejam ini.

--

--