Korban

moar arifin
5 min readJul 17, 2022

--

— Surat buat Floryn, tentang ibumu

Saya baru terbangun dari tidur saat mendengar teleponku berdering, dalam keadaan masih terbaring saya merapatkan teleponku ke telinga, perempuan yang saya dengar sedang berbicara dalam ponselku hanya terus memanggil namaku berulang sampai tiga kali disertai isak tangis. Saya duduk, berupaya menenangkannya di telepon, ketika ia memberitahukan ke saya di mana ia sekarang berada, saya menutup telepon dan menemuinya.

Ia duduk seorang diri di halte kampus, jarak kampus itu hanya sepuluh menit dari rumahnya. Dengan kepala tertunduk dan kedua tangan terkepal, saya mendekatinya dan menyentuh bagian pinggir pundaknya agar ia tahu keberadaan saya, tapi ia tersentak kaget dengan sangat cepat menepis tangan saya. Saat ia melihat saya berdiri di sampingnya, ia hanya bisa menangis dan sesekali mengucapkan namaku.

Saya duduk di sampingnya, menunggu tangisanya reda. Sepuluh menit berlalu baru ia benar-benar bisa menenangkan dirinya, ia mulai bercerita apa yang baru ia alami. Saat ia mengatakan kepada saya bahwa ia hampir diperkosa oleh seorang teman kami, saya yang telanjur kaget, refleks hendak menyentuh lengannya untuk memastikan apakah dia baik-baik saja, tetapi sekali lagi ia kaget, refleks menepis tanganku dan meminta maaf. Ia baru mengalami trauma berat.

Lelaki yang hampir memperkosanya merupakan teman yang kami kenal sangat rajin beribadah dan sering membantu kami dalam berbagai persoalan. Ia menceritakan, lelaki itu meminta tolong kepadanya agar bisa menemuinya di sebuah hotel lantaran ada yang ingin lelaki itu bicarakan dan ia menambahkan bahwa percakapan itu perlu bertemu tatap muka. Ia tidak menaruh kecurigaan, ia telanjur mempercayai lelaki itu sebagai orang yang baik.

Saat ia datang ke hotel dan berada di depan kamar, lelaki itu hanya memakai handuk dan seketika menarik tangannya dengan paksa masuk ke dalam kamar, lelaki itu mengunci kedua tangannya ke belakang dan memaksanya sampai terbaring dalam keadaan telengkup di kasur. Ia tersontak kaget dan melakukan perlawanan sebisanya, ia memberontak, ia menggerakkan semua badannya berharap bisa melepaskan diri, tapi sia-sia belaka. Ia menangis dan memohon untuk dilepaskan. Lelaki itu berulang kali mengodanya dan ia hanya bisa terus-menerus menangis, peristiwa itu berlangsung cukup lama baginya, ia terus-menerus memohon hingga lelaki itu mulai melepaskan genggamannya dan ia melepaskan diri, bangkit cepat dari tempat tidur, keluar dari kamar dengan tergesa-gesa, turun dari tangga hotel dalam keadaan terisak.

Peristiwa itu membuatnya tidak ingin pulang ke rumah, ia tidak bisa pulang dalam keadaan terus-terusan menangis. Ia perlu menenangkan diri, ia memilih menepi ke halte kampus dan saat itulah, Floryn, ibumu menelponku. Saya bisa bersaksi Nak, ibumu adalah orang yang sangat baik, tetapi beberapa orang memperlakukan hidupnya dengan begitu buruk.

Hari itu, di halte kampus, saya mendengarkan semua ceritanya, saat ia selesai bercerita yang bisa saya lakukan hanyalah meyakinkannya bahwa ia sama sekali tidak bersalah dalam peristiwa itu. Ia adalah korban. Ia menyalahkan dirinya berulang kali karena tak mencurigai lelaki itu saat menyuruhnya datang ke hotel, ia merasa semestinya ia tidak perlu datang. Saya mengatakan bahwa jika saya berada di posisinya barangkali karena mengenal pelaku sebagai orang baik, saya juga bakal mengiyakan untuk bertemu. Saya bilang lelaki itu telah memanfaatkan kebaikan dirinya, baru ia mulai sedikit tenang. Saya menawarkan agar melaporkan persoalan itu ke pihak kepolisian, dia menolak. Dia masih takut. Kami berbagi cerita cukup panjang sampai ia bisa kembali tertawa, barulah setelah itu ibumu baru mau saya antar pulang ke rumahnya, Floryn.

Ibumu orang baik, Nak. Ia sepertinya mewarisi sifat baik itu dari nenekmu. Ibumu pertama kali menunjukkan wajahmu kepada saya saat usiamu baru sepuluh hari. Ibumu menelponku setelah saya menanyakan kabar kandungannya. Di telepon, sambil mengendongmu, ia menceritakan bagaimana engkau lahir lebih awal dari jadwal yang diperkirkan dokter. Ia harus dioperasi karena tali pusar mengikat lehermu dalam rahimnya, ibumu sesak napas dan merasa seperti hampir meninggal saat hendak melahirkanmu. Ia masih sering menangis setiap mengigat kejadian itu.

Saya orang yang paling bahagia mendengar kau lahir di dunia ini Floryn, dalam keadaan sehat walafiat. Sayang sekali, karena ibumu melahirkan jauh dari tempat tinggalku, saya tidak bisa datang membesuk. Saya berharap kau bisa tumbuh dengan perasaan yang kuat seperti ibu dan nenekmu. Dunia ini barangkali akan membuatmu mempertanyakan banyak hal, meragukan orang-orang sekelilingmu, atau menempamu dengan banyak tangisan. Kita mesti menjalani hidup yang penuh dengan ketidakpastian ini selama kita memilih untuk bertahan hidup, Floryn.

Beberapa waktu lalu, saya menonton drama Korea Our Blues, drama itu dibuat dalam format omnibus dengan memuat delapan storyline salah satunya tentang episode kisah romansa Jung Hyun (Bae Hyun Sung) dan Young Joo (Roh Yoon Seo) yang mesti bergelut dengan perasaan mereka ketika menghadapi persoalan hamil di luar nikah. Perasaan mereka berdua mengalami tarik-ulur, apakah mesti mempertahankan anak dalam kandungan atau malah menggugurkannya. Dalam satu momen kebersamaan mereka, ketika dihadapkan untuk mendengar detak jantung anak mereka untuk pertama kali, mereka berdua luluh, mereka tidak sanggup untuk menggugurkan anak dalam kandungan itu. Mereka berdua ingin membesarkan anak yang tidak bersalah itu dengan kasih sayang yang mereka miliki, meski mereka berdua tahu akan ada banyak tanjakan dalam hidup yang mesti mereka pijak, mereka percaya bisa saling menguatkan di masa-masa sulit.

Ibumu bernasib sama dengan Young Joo, Floryn. Semoga kau tidak pernah membencinya dengan keadaan yang menimpanya itu, suatu saat kelak. Ia telah berusaha semaksimal mungkin untuk melihatmu lahir di dunia ini. Kau tahu, bedanya ibumu dengan Young Joo di drama Korea itu? Di Our Blues, Young Joo memiliki Hyun, orang yang menghamilinya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, sedangkan ibumu mati-matian seorang diri melahirkanmu tanpa ditemani orang yang telah menghamilinya. Saat kau lahir, ayahmu entah berada di mana. Saya sangat membenci ayahmu sampai sekarang. Saat berhubungan, ayah dan ibumu sepakat akan menanggung apapun konsekuensi dari hubungan mereka, tetapi ayahmu tiba-tiba menjadi seorang pengecut saat ibumu mengabarinya bahwa ia hamil.

Karena tak mendapatkan kejelasan dari ayahmu yang tidak bertanggung jawab itu, ibumu mengambil keputusan yang membuatnya harus keluar dari tempat kerjanya. Untuk kesekian kalinya, orang-orang memanfaatkan kebaikan ibumu dan seolah-olah mereka menganggap ibumu sebagai orang yang mudah dibodohi karena mempercayai seseorang yang ia anggap baik dalam hidupnya. Tindakan-tindakan dari ibumu juga yang mengajarkan saya memahami bahwa kita perlu berbuat baik semampu yang kita bisa, saat kita berbalik menjahati orang lain kita sama sekali tidak berbeda dengan mereka. Kita harus tetap hidup dengan kebaikan-kebaikan yang kita miliki dan menebarnya untuk membuktikan bahwa buah dari kebaikan inilah yang menguatkan di saat-saat terpuruk kita.

Nenekmu terpaksa meminta ibumu menunggu proses lahiran di tempat saudara ibumu yang jauh, agar keluarga dan orang-orang di sekitar rumah ibumu tidak perlu tahu mengenai kehamilannya. Ia berangkat dengan tabungan seadanya dan mental yang terpuruk. Ibumu baru menyampaikan keadaan yang ia hadapi lewat telepon ketika jarak kami untuk bertemu begitu jauh. Ia mengatakan bahwa sayalah satu-satunya teman yang ia kabari mengenai kehamilannya. Ia merasa agak lega setelah menceritakan keadaanya. Saya harus menahan tangis setiap mendengar ia bercerita. Semua yang ia tanggung sendiri saat berusaha melahirkanmu di tempat jauh, Floryn, ia ceritakan kepadaku setiap kali saya menelponya. Saya merasa seandainya saya berada di posisinya, saya tidak akan bisa sekuat itu.

Apa yang memenuhi pikiranku saat melihatmu ketika menelpon ibumu, Floryn, ialah pertanyaan-pertanyaan yang tidak pasti. Dunia akan memperlakukanmu seperti apa, Nak? Membayangkan orang lain bertanya kepadamu kelak mengenai bagaimana kau dan ibumu bisa bertahan hidup tanpa sosok ayah saja membuat bola mataku panas seketika. Suatu saat kelak, saat kita bertemu dan berkesempatan menggendongmu, saya ingin meminta maaf lebih sering kepadamu dan berharap orang-orang dewasa sepertiku di kemudian hari tidak akan melukai hatimu, Floryn. Kau tahu, orang-orang dewasa yang telah kehilangan tubuh kanak-kanaknya menjadi lebih sering memendam tangisannya dan karena itulah mereka terbiasa menyakiti satu sama lain. Saya ingin mengendongmu dan meminta maaf karena harus membenci ayahmu seumur hidupku.[ ]

--

--