Kunci Keberanianku Ada di “Pesan Suara”

Monika Armyta
4 min readMay 19, 2022

--

Hai hello manusia-manusia yang masih berdetak jantungnya!

Dalam penulisan kali ini aku ingin menceritakan tentang sebuah memori yang tidak bisa kulupakan hingga kini. Ini tentang Art Day, sebuah event penampilan teater tahunan yang diadakan oleh SMAku. Art Day yang kumaksudkan adalah Art Day yang digelar pada tahun 2018, di saat aku masih baru saja mengganti warna hidupku dari putih biru ke putih biru muda maksudnya abu-abu. Dalam event tersebut aku berperan sebagai pemain dalam pertujukkan teater kali itu yang mengambil judul pertunjukan “Pesan Suara”.

Mengapa kukisahkan Art Day?

Untuk beberapa hari kedepan di setiap harinya aku akan pulang paling tidak jam 22.00 untuk mengurus suatu event. (Ditunggu ya gaes! Doakan pecah). Hal ini mengingatkanku akan betapa lelahnya latihan Art Day, ya sedikit kuceritakan bagaimana latihan keteateran di Art Day. Latihan Art Day dimulai setelah kami pulang sekolah, tepatnya jam 15.30. Tidak-tidak, kami tidak langsung latihan. Akan tetapi segera berberes dan bergegas menuju Ghra Sabha Pramana (GSP).

Ghra Sabha Pramana sebuah gedung serbaguna milik UGM? Hmm di mata diriku yang berseragam putih abu-abu, GSP sebuah tempat yang bisa bebas digunakan untuk menampung seluruh kegiatan dan kekreatifan siapa saja yang membutuhkan. Emang iya? Tunggu di penulisan selanjutnya ya (aku mencoba menuliskan tentang GSP, tetapi ternyata bisa panjang sekali).

Setelah sampai GSP kami istirahat sebentar, menunggu teman-teman yang lain menunaikan ibadah mereka. Setelah mereka sholat kami latihan hingga jam sepuluhan (dengan istirahat satu kali untuk sholat maghrib). Awalnya latihan ini memang tidak sampai jam segitu, tetapi makin lama, makin malam hingga kami berlatihan sampai jam sepuluh malam.

Jadi itulah alasan mengapa aku berani pulang malam walaupun rumahku jauh (belasan km). Art Day menjadi pintu pertamaku untuk mengenal “kerja gila-gilaan”.

Latihan Art Day sebagai pintu pertama keberanianku

Ketika ditanya “kamu berani pulang jam segini?” “Ini udah malam loh dan rumahmu jauh?” Aku selalu saja mengingat hari-hari latihan “gila” Art Day yang akhirnya membiasakan aku untuk pulang larut malam karena mengurus suatu event. Latihan Art Day juga membiasakan aku untuk tidak menjadi anak “manja”. Hal itu memberikan keberanian kepadaku untuk tidak pernah takut pulang malam karena mengurus hal yang penting, seperti event. Akan tetapi kalau hanya bermain saja aku menjadi takut. Bukan perkara jalan, tetapi pertanggung jawaban ke orang tua.

Jika sekarang aku takut untuk pulang malam karena mengurus event atau karena aku berkepentingan dalam suatu hal, aku yang sudah beralmameterkan karung goni ini tentu akan malu pada diriku versi kecil yang masih baru saja berseragam putih abu-abu.

Yah, Begitulah mengapa memori Art Day muncul kembali, walaupun sudah hampir empat tahun yang lalu.

Keajaiban di Art Day: Aku masih hidup walau tidur di jalan!

Terima kasih sudah membaca sampai di sini. Sebagai bonusnya akan kuceritakan tentang keajaiban gila yang juga masih kuingat sampai sekarang. Jika kalian sudah membaca tulisanku yang ini, kalian pasti tahu bahwa aku pernah tidur di jalan! beginilah ceritanya.

Saat itu seperti biasa latiha Art Day dimulai, tetapi pada hari itu kami tidak latihan yah supaya untuk having fun dulu lah. Kami akhirnya diajak untuk bermain dan sharing-sharing saja. Akan tetapi, entah mengapa aku merasa ngantuk sekali. Aku setengah tertidur mendengarkan candaan temanku dan sharing yang mereka lakukan. Hingga akhirnya aku pulang, aku masih dalam keadaan yang mengantuk parah. Kalau kalian mau bilang

“Kan bisa di sana dulu”

“Kenapa nggak ntaran aja?”

jawabannya adalah “AKU UDAH NGANTUK BANGET!” sengantuk itu hingga aku tidak berpikir akan keselamatanku. Akhirnya singkat cerita aku pulang, menaiki motorku dan sambil tertidur aku membawa motorku. Aku lumayan ingat bahwa di waktu itu aku tidak bisa melihat secara jelas bagaimana kondisi jalan. Yang kulihat hanyalah uraian cahaya dari cahaya-cahaya jalan, lampu bangjo, dan lampu-lampu motor. Mataku tidak sepenuhnya terbuka.

Aku benar-benar tidak memiliki kesadaran yang penuh. Aku mengingat dengan jelas bahwa aku hampir terjatuh satu kali karena kehilangan keseimbangan. Seingatku di depanku ada mobil dan di belakangku ada satu atau dua motor. Aku sedikit oleng, tetapi dengan berkat dan mujizat Tuhan aku tidak terjatuh sama sekali. Mungkin kamu pikir aku akan kaget dan menjadi tidak ngantuk lagi, oh tidak! Aku masih mengantuk. Aku melanjutkan perjalanan dan sepertinya Tuhanlah yang memegang kendali motorku karena kalau bukan Dia, siapa lagi?

Begitulah beberapa cuil memoriku saat tidur di jalan. Aku tidak punya memori yang penuh terhadap perjalanan, sebelum itu mungkin temanku berkata apa, atau orang tuaku yang membukakan pintu aku tidak ingat sama sekali. Akan tetapi begitulah yang kuingat dan akan selalu kuingat sebagai hal yang paling kusyukuri di dunia.

Ingat ya teman-teman adegan di atas penuh mujizat, jangan ditiru. Aku aja tidak mau mengulanginya kembali kok!

Memori Art Day masih banyak lagi, tetapi untuk kini yang paling kuingat adalah apa yang aku tuliskan di atas dan kenapa aku hanya mengingat inipun sudah aku tuliskan juga di atas (ahahaha). Baiklah, sekian dulu dan sampai jumpa.

Unlisted

--

--