Source : http://blog.edx.org/wp-content/uploads/2017/02/Untitled-design-10.png

Membangun Kebersamaan Demi Mencapai Kesejahteraan Bersama

8-MuhammadAziz

--

Salah satu hal yang menjadi esensi atau elemen dari seorang planner adalah bekerja sama/berhimpun sebab banyak isu-isu/masalah sosial di masyarakat yang ditangani oleh seorang planner membutuhkan tangan yang lebih atau dalam kata lain membutuhkan tenaga kerja yang besar dalam proses penyelesaiannya. Hal ini kembali ke sifat dasar manusia yang sering kali berhimpun/berinteraksi dengan orang lain demi memenuhi kebutuhan masing-masing. Sehingga dalam kesehariannya, banyak planner/mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, terutama yang satu angkatan , bergabung menjadi satu/beberapa tim untuk menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan yang mereka tanggung. Selain demi kepentingan profesi/pekerjaan, berhimpun/berkumpul dengan oranglain juga dapat menjadi wadah untuk mendidik diri sendiri dan memperoleh atau menemukan skill baru yang dapat membantu kita dikehidupan sehari-hari.

Agar suatu kelompok atau tim bahkan satu angkatan mahasiswa, terutama mahasiswa jurusan PWK, dapat melaksanakan tugasnya dengan baik serta mewujudkan semua tujuan dan visi-misi yang menjadi dasar dibentuknya, diperlukan adanya koordinasi dan kepedulian/kekeluargaan dari setiap anggotanya sehingga terbentuk kebersamaan.

Bagi kami , angkatan mahasiswa planologi tahun 2019, yang sedang mengikuti kaderisasi agar dapat dilantik sebagai anggota HMP PL ITB ,bekerja sama/berhimpun merupakan hal penting yang harus kami laksanakan dengan baik. Sehingga dalam keberjalanannya , angkatan kami memerlukan koordinasi dan tingkat kepedulian yang tinggi demi menjaga keutuhan dan mewujudkan kesejahteraan bersama.

Mengapa perlu koordinasi?

Menurut definisi dari KBBI, koordinasi adalah perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur/tidak beraturan.

Koordinasi itu sendiri dalam konteks menjalankan suatu organisasi/tim/kelompok/angkatan mahasiswa merupakan upaya untuk mengatur, mendukung, memfasilitasi, mengarahkan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh suatu kelompok/angkatan mahasiswa baik secara bersama /kolektif atau per-individu demi mencapai kesejahteraan bersama. Dengan adanya koordinasi, kegiatan kelompok/satu angkatan dapat terlaksana dengan teratur, rapih, efisien, dan memenuhi kebutuhan/bermanfaat bagi anggotanya. Tentunya dalam pelaksanaannya, tidak harus selalu membatasi atau mengendalikan pendekatan atau tindakan yang dilakukan, melainkan hanya memberikan arahan secara berkala agar tetap sinergis/selaras.

koordinasi juga dibutuhkan untuk memastikan komunikasi dalam satu tim/kelompok/angkatan berjalan dengan baik. Komunikasi yang baik dapat mempercepat/memperlancar arus informasi agar setiap anggota memiliki tingkat pemahaman/pengetahuan yang sama terkait keberjalanan/kondisi satu tim/angkatan. Kemampuan komunikasi yang harus dimiliki oleh setiap perencana tidak hanya digunakan untuk sekedar menyampaikan ide-ide atau karya melainkan juga untuk membangun relasi dengan orang lain.

Selain mempermudah pekerjaan, koordinasi dapat menjadi upaya untuk mengimplementasikan nilai-nilai atau ajaran yang dapat mempererat hubungan antar anggota/mahasiswa serta menumbuhkan niat/rasa tanggung jawab bersama yang dimiliki setiap anggota/mahasiswa. Hasilnya akan terbentuk collective wisdom dan collective conciousness/mindset yang sama dalam satu angkatan/tim.

Walaupun demikian, koordinasi ini merupakan proses yang panjang dan berkelanjutan sesuai dengan pekerjaan seorang planner. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaannya dibutuhkan kontribusi yang besar dari seluruh pihak untuk meningkatkan performa dan mempertahankan standar, yakni si ketua/pemimpin/koordinator harus senantiasa peduli, sabar, teliti, adaptif , dan mengerti/memahami realita lingkungan didalam maupun diluar angkatan/tim , sementara para anggota lainnya yang dipimpin juga harus pro-aktif, berfikir sistematis, kritis, dan solutif, serta memiliki rasa empati dan toleransi yang tinggi terhadap sesama. Agar membuahkan hasil, diperlukan usaha yang kolektif, jelas, sistematis dan waktu yang cukup panjang. Sehingga harus dilakukan secara berkala dan terus-menerus.

Lalu bagaimana dengan kepedulian/kekeluargaan?

Koordinasi tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya kebersamaan. Kebersamaan itu sendiri muncul dan diawali karena adanya keadaan bersama. Rasa kebersamaan tersebut akan muncul apabila suatu kelompok/angkatan mahasiswa, terutama mahasiswa PWK, bersama-sama berada dalam suatu kondisi, dalam kegiatan , dan menanggung beban yang sama. Tentunya kebersamaan ini dapat bersifat periodik atau situasional , dan agar dapat menciptakan/mewujudkan suatu hal yang positif diperlukan wawasan yang luas agar tidak terjadi miskonsepsi. Kebersamaan ini juga tidak berarti setiap orang harus sepenuhnya seragam antara satu sama lain, melainkan adanya pemahaman/kesadaran yang sama akan keadaan satu sama lain. Dari kebersamaan ini, dapat muncul nilai-nilai atau perilaku positif dalam bersosialisasi/hidup bermasyarakat seperti kepedulian dan rasa kekeluargaan.

Menurut definisi dari KBBI, kepedulian merupakan sikap yang/kemampuan untuk mengindahkan, memperhatikan , memprihatinkan segala sesuatu yang terjadi atau merupakan bagian dari lingkungan sekitarnya. Sedangkan kekeluargaan adalah hal/sikap yang berciri/bersifat layaknya sebuah keluarga.

Kekeluargaan atau kepedulian ini juga dapat di asosiasikan dengan rasa saling memiliki/sense of belonging yang berarti kedekatan atau keterikatan dengan suatu benda, tempat , orang, ataupun hal lainnya yang memiliki sebuah nilai seperti ideologi. Yang terpenting adalah apapun wujudnya, hal tersebut menjadi motivator/pendorong tindakan seseorang.

Dalam konteks hidup berkelompok/berhimpun, terutama bagi mahasiswa PWK, kepedulian atau rasa kekeluargaan menjadi alat penyatu utama bagi berbagai individu/mahasiswa dengan prinsip dan kepentingan mereka masing-masing saling berkolaborasi, berkoordinasi, mengenal satu sama lain, dan mendukung satu sama lain. Kepentingan pribadi menjadi kepentingan bersama, dan kesejahteraan bersama menjadi tujuan utama aksi atau tindakan yang dilakukan setiap individu tanpa mendiskriminasikan satu sama lain.

Dengan pola pikir/mindset bahwa sebuah tim/angkatan bagaikan satu keluarga besar, maka setiap anggota akan terdorong untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain sehingga terbentuk toleransi antara setiap anggota/mahasiwa. Lalu setiap anggota/mahasiswa akan memperlakukan mahasiswa seperti saudaranya sendiri. Sehingga tingkat kepedulian mereka akan keadaan satu sama lain dapat meningkat.

Contoh ketika ada tugas kuliah, seorang mahasiswa yang kesulitan dapat dibantu oleh temannya yang lebih mengerti atau sebaliknya, teman yang lebih mengerti/paham dapat membantu temannya yang kurang mengerti. Contoh lain adalah ketika ingin melakukan atau menjalankan suatu kegiatan bersama yang targetnya satu angkatan/seluruh anggota/bagian terlibat karena adanya rasanya saling memiliki dan senasib, akan menjadi lebih mudah untuk menarik perhatian/empati setiap anggota/mahasiswa untuk membantu pelaksanaan kegiatan/acara angkatan/tim/kelompok. Sehingga ketika ada masalah atau ketika salah satu panitia ada yang kesulitan/sedang tidak sehat, maka panitia yang lain atau temannya dapat dengan suka rela membantu/menggantikannya. Kemudian beban dapat ditanggung bersama dan tidak ada yang merasa menderita sendirian.

Kepeduliaan/kekeluargaan dalam kelompok/angkatan/tim/himpunan juga dikenal dengan istilah solidaritas. Berdasarkan definisi dari KBBI, dijelaskan bahwa solidaritas itu sendiri merupakan sifat (perasaan) solider; sifat satu rasa (senasib dsb); perasaan setia kawan. Menurut pendapat banyak orang, dari kepala negara hingga akademisi, solidaritas memiliki arti rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, sebagai salah satu individu dari sebuah ikatan yang mengikat sekelompok individu tersebut, baik ikatan organisasi maupun yang sejenisnya. Ungkapan solidaritas itu sendiri dapat menjadi respons yang baik dan masuk akal terhadap suatu masalah atau isu. Dan dapat menjadi alat penggerak utama bagi suatu angkatan mengambil tindakan/keputusan bersama. Walaupun sejarah membuktikan bahwa solidaritas dapat digerakkan untuk tujuan/aksi yang merusak perdamaian/kesejahteraan. Pada akhirnya semuanya bergantung pada lingkungan yang dibentuk beserta setiap komponennya. Dalam konteks kemahasiswaan, berarti tergantung karakter individu masing-masing dan urgensi himpunan/unit masing-masing.

Lalu?

Melihat kondisi ideal yang sudah dipaparkan di atas, tentunya kami,planologi/PWK ’19, dengan identitas sadyakasa adyawidya yang memiliki makna ‘satu rumah dengan ilmu dan kebaikan yang luas’ yang dimana penghuninya mendukung satu sama lain dengan cita-cita setinggi angkasa yang dikejar/wujudkan bersama, seharusnya sebagai angkatan mahasiswa jurusan PWK ITB seharusnya memiliki koordinasi dan rasa kekeluargaan/solidaritas yang baik/sesuai dengan profil seorang perencana.

Akan tetapi kenyataannya adalah realita angkatan kami masih cukup jauh dari yang diharapkan/proyeksikan saat kami menjadi satu angkatan. Tidak jarang angkatan kami sulit untuk berkumpul berdiskusi dengan anggota yang utuh karena kesibukan masing-masing sehingga banyak informasi yang belum tersampaikan ke seluruh angkatan kami. Selain itu tidak jarang terjadi miskomunikasi dalam penyampaian/pelaksanaan teknis pengerjaan atau pengumpulan tugas. Tidak jarang pula kami lalai untuk mengingatkan satu sama lain akan hak dan kewajiban kami sebagai mahasiswa jurusan planologi. Sehingga tidak jarang pula apabila performa kami sebagai satu angkatan dinilai kurang baik. Walaupun demikian, kami sebagai satu angkatan sudah berusaha dengan segala keterbatasan dan kekurangan kami untuk membantu satu sama lain dan memperbaiki kesalahan kami baik secara individu maupun se-angkatan selama keberjalanan MPAM hingga MPAB.

Bila dianalisa dengan baik, salah satu penyebab angkatan kami kurang kompak/solid adalah sistem/metode koordinasi dan komunikasi yang kami terapkan belum sepenuhnya dioptimalkan seperti platform discord , yang penulis juga mengakui melakukan hal yang sama, kurang dimanfaatkan dengan baik atau bahkan terbaikan, walaupun sebenarnya hal tersebut terjadi karena kesalahan kami yang kurang membiasakannya. Sehingga banyak info atau pemberitahuan hanya tersampaikan lewat media line yang tidak selalu diterima langsung secepatnya oleh setiap anggota. Selain itu terkadang ada kurangnya transparansi informasi dari perangkat angkatan seperti ketua atau PJ ke anggota karena alasan/penyebab yang bervariasi. Diantaranya karena perasaan tidak ingin membebani/merepotkan hingga lupa. Meskipun hal ini juga disebabkan karena kami sebagai satu angkatan yang masih sering kurang pro-aktif dan peduli akan tanggung jawab PJ(Penanggung Jawab).

Selain itu adalah kurangnya rasa kekeluargaan/tingkat kepedulian atau sense of belonging/rasa saling memiliki yang dimiliki oleh satu angkutan yang tidak terbantu oleh kondisi pandemi COVID-19 yang membatasi interaksi kami antara satu sama lain.

Sebenarnya ada banyak hal yang dapat kami lakukan untuk mempererat hubungan di angkatan kami. Diantaranya kami dapat membuat lebih banyak acara atau kegiatan yang bersifat kolektif atau melibatkan satu angkatan seperti webinar, games, nobar(nonton bareng), Sosmas/pengmas/baksos yang dikerjakan bersama, ataupun bisa sekedar kumpul bersama untuk berdiskusi/bersosialisasi layaknya sebuah forum atau malam keakraban(makrab). Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dengan yang disebutkan di atas, penulis berharap seluruh anggota planologi’19 memiliki ruang/media atau kesempatan untuk lebih mengenal satu sama lain terutama dengan yang sebelumnya tidak terlalu dekat/jarang berinteraksi , bekerja sama dalam suatu proyek, serta sekedar menghabiskan waktu bersama melakukan hal yang positif. Dan terakhir bersama-sama mewujudkan cita-cita dan impian masing-masing. Sebab dalam sebuah keluarga tidak ada satupun orang yang dilupakan ataupun ditinggalkan.

Tentunya karena pandemi COVID-19 ini, seluruh kegiatan yang melibatkan satu angkatan tidak mungkin dilakukan secara tatap muka atau langsung. Dan dampaknya mungkin sulit dirasakan secara langsung dan secepatnya bila dilakukan secara daring/online. Akan tetapi penulis percaya, asal dilakukan terus menerus sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku, lama-kelamaan akan terasa manfaatnya. Lagipula untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan memerlukan proses yang panjang dan kontinu yang dampaknya hanya bisa dirasakan oleh diri masing-masing. Semoga dengan berbagai upaya dan usaha yang kami lakukan sejauh ini dan kedepannya dapat memperkuat solidaritas kami sebagai satu angkatan mahasiswa jurusan PWK di ITB dan sesama manusia yang menuntut ilmu demi menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Sekian dari penulis, mohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan tulisan ini, semoga dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Terakhir semoga kita dapat dipertemukan lagi saat pandemi ini selesai. Terima kasih.

Referensi

Setiawan, E. (n.d.). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Retrieved August 24, 2020, from https://www.kbbi.web.id/

Rubén A. Gaztambide-Fernández Professor of Curriculum & Pedagogy. (2020, May 07). What is solidarity? During coronavirus and always, it’s more than ‘we’re all in this together’. Retrieved August 24, 2020, from https://theconversation.com/what-is-solidarity-during-coronavirus-and-always-its-more-than-were-all-in-this-together-135002

Pengertian Koordinasi Dan Tujuannya. (2017, October 13). Retrieved August 24, 2020, from https://pengertiandefinisi.com/pengertian-koordinasi-dan-tujuannya/

Gorman, J.C. (2006). Team coordination dynamics in cognitively demanding environments. Unpublished doctoral dissertation, New Mexico State University, Las Cruces.

Salas, E. , & Fiore, S. M. (Eds.). (2004). Team cognition: Understanding the factors that drive process and performance. Washington, DC: American Psychological Association.

--

--