Tahun Ketiga Program CHIP BTPN: Beranjak menjadi talent yang mencetak talent baru

Raymundus Jati Primanda
5 min readMay 31, 2023

--

Terkadang validasi yang didapatkan dari orang-orang sekitar lah yang meyakinkan kita untuk step up the game and take the challenge to be better.

Hi teman-teman, ini tahun ketiga gue mengabdi menjadi salah satu management trainee bidang IT di bank BTPN. Bagi teman-teman yang telah membaca perjalanan gue mulai dari pengalaman mendaftar di program CHIP, perjalanan di program CHIP, hingga 2 tahun setelahnya, ini adalah kelanjutan dari series tersebut.

Jujur, tahun ketiga ini banyak sekali hal yang mau gue share. Story ini akan gue bagi menjadi beberapa medium story sesuai dengan milestones. So let’s just dive into it!

Review tahun kedua: Prolog menuju tahun ketiga

Pada tahun kedua, karir gue mencapai titik yang cukup jenuh. Setiap hari kerjaan gue hanya mengikuti beberapa scrum ceremonies, kembali koding, meeting dengan peer dan senior, makan, tidur, main, repeat.

Kalau dipikir-pikir, tahun kedua kemarin hidup gue penuh dengan mendedikasikan diri bagaimana menjadi a world class developer, and to be honest, there’s nothing wrong with that!

I mean, look at those tech celebrities out there. Banyak yang bisa sukses secara karir dan finansial dengan bermodalkan ngoding, problem solving, some basic english for communication and boom, you’re there.

Well yeah, gue sudah memiliki cukup portofolio project frontend mau pun backend development dan mungkin sudah dapat dikategorikan sebagai salah satu mid to senior developer di Digital Banking division. It’s all thanks to rotasi ke team baru yang selalu gue alami setiap 6 bulan. I just feel, I needed to do more. Tapi apa ya?

Suatu hari, gue teringat kepada beberapa orang trainer yang pernah ngajarin angkatan CHIP gue. Kalau dipikir-pikir, keren juga ya mereka ini. I mean, look at them. Expertise mereka dalam fullstack engineering sudah sangat terbukti dengan peninggalan kode yang telah mereka buat serta culture yang telah dibentuk.

Selain itu, mereka terkenal bukan hanya di kalangan IT project team, tapi juga di kalangan Board of Management / Board of Directors. Wow, amazing. Tapi apalah gue, gue hanya seorang fullstack engineer dan belum menjadi seorang Tech Lead. Mana mungkin bisa menjadi seorang trainer?

Kemunculan Rasa Ingin Menjadi Seorang Trainer

Gue inget banget, waktu itu gue sedang asik-asiknya ngoprek teknologi NFC baru untuk aplikasi jenius yang ditargetkan selesai pada tahun itu. Gue bisa bilang bahwa project itu sangatlah menyenangkan dan challenging sehingga emotional attachment gue cukup tinggi terhadap produk yang sedang gue buat.

Tiba-tiba, Tak ada angin tak ada hujan, gue diminta oleh tribe captain gue untuk merencanakan knowledge sharing ke salah satu frontend developer baru karena ada tim lain yang membutuhkan resource developer lebih karena perubahan prioritas project. Gue salah satu yang terpilih karena ‘expertise’ yang gue miliki sesuai.

Ya, AH GILE banget. Mau gak mau ya gue merelakan produk kesayangan gue ini dan mulai untuk handover ke orang baru tersebut. Awalnya tuh berasa agak pain in the arse, namun ternyata cukup enjoyable ya sharing knowledge seperti ini.

I feel the excitement ketika orang lain excited dengan apa yang akan mereka kerjakan. Itu yang membuat gue bersemangat untuk handover dengan detail ke orang baru ini. The discussion, chatting, getting to know each other, and aspiration sharing. It was fun!

Di tengah-tengah handover, gue ditelfon oleh salah satu influential figure di Bank BTPN. Beliau adalah mentor gue sejak masuk sebagai trainee di sini. Ya betul, beliau adalah Kokis. Kokis adalah head of IT trainer & digital innovation hub dan siang itu menawarkan ke gue posisi sebagai IT Trainer & Research Specialist.

Gue yang pernah merasakan the joy of sharing things, it was an easy option. I gladly accept that offer, dengan catatan gue harus menyelesaikan project di team baru terlebih dahulu.

Tak lama kemudian gue dirotasi yang ke tim keempat, yaitu team Innovation B yang saat itu sedang develop fitur Jenius Paylater dan Jenius Pay x Flexi Cash integration. Gue diminta untuk membantu inisiasi pengembangan back-end dari integrasi Jenius Pay x Flexi Cash ini.

Inisiasi servis ini dibantu juga oleh rekan-rekan backend lainnya. Uniknya, ada dua trainee CHIP terbaru yang datang untuk membantu inisiatif ini. Mereka inilah yang membuat gue yakin untuk menjadi seorang trainer.

Dua Trainee CHIP yang Meyakinkan Gue Menjadi Seorang Trainer

Kedua trainee ini adalah Fandi & Ragil. Saat itu gue dan salah satu backend engineer diminta menjadi pair salah satu dari trainee ini agar mereka dapat lebih cepat menyesuaikan diri dengan environment developmet di Jenius. Hasilnya, gue pairing dengan Fandi dan rekan gue satunya dengan Ragil.

Fandi ini orangnya cukup luwes. Kita ngobrol mulai dari teknikal hingga personal aspirasi dia di Jenius seperti apa. Awalnya gue yang tidak terlalu ingin involving dia dalam koding microservice, akhirnya gue luluh dan memberikan challenge ke dia untuk menyelesaikan salah satu microservice yang telah gue cicil sebelumnya. Ternyata ownership dia terhadap task ini cukup tinggi sehingga gue bisa dengan tenang mengerjakan dua microservice lainnya.

Saat dia mengerjakan microservice tersebut, banyak hal teknis yang ternyata perlu dijelaskan kembali. Mulai dari code convention, struktur file, hingga deployment process di environment dev, SIT, dan UAT. Gue dengan semangat menjelaskan keseluruhan proses yang ada di Jenius dan ternyata gue berhasil menyalakan api semangat di dalam Fandi untuk menyelesaikan task ini. Tentu ini menjadi momentum yang bagus untuk dapat menyelesaikan user story ini tepat waktu.

Beberapa minggu kemudian, ketika semua microservice sudah selesai tahap UAT, gue mulai pamit kepada teman-teman di squad innovation ini dan menyempatkan untuk mengadakan sharing session kepada kedua trainee ini. Di pertemuan itu lah gue menyampaikan bahwa gue berminat untuk menjadi seorang trainer kepada mereka.

Gue sangat ingat ketika Fandi dan Ragil mengatakan: “Kakak punya potensi besar menjadi trainer yang baik. Selama di squad ini, banyak insight dari kakak yang kita pelajari dan tidak mungkin bisa dipelajari jika tidak ada bantuan dari Kakak. So thank you for your service, and good luck menjadi trainer ke depannya kak!”

Dang, those words of affirmation really does hits me hard. So, this is the joy of becoming a talent that creates other talent. It fuels my ambition and desire to be one of the best IT trainer in the next batches of CHIP program.

After several batches of being trainer, here is my POV from trainer, for you new trainee to be a successful trainee in the future. Please read it from my other medium story. May it help you in overcoming challenges in the future. See you on the next part!

--

--

Raymundus Jati Primanda

Hey there! I'm a passionate IT professional who loves to wear different hats: a full stack developer, an IT Trainer, and now as IT Business Enabler at a Bank