Perantauan

Bedebah Dengan Zona Nyaman

FMA
4 min readJul 11, 2018

Sempat menjadi bodoh yang kemudian mengharuskan aku untuk berangkat pergi menuntut ilmu di Jawa Timur merupakan hal yang tidak akan pernah aku sesali sama sekali. Dipertemukan dengan berbagai orang hebat yang menginspirasi yang mungkin tidak akan pernah aku temui jika hanya diam saja dizona nyamanku.

Meskipun mengalami beberapa problematika tidak menyurutkan ambisiku untuk menyelesaikan apa yang telah aku mulai. Kehilangan beberapa hal berhaga, 2 kali jatuh sakit mingguan, minim support atau bahkan tidak mendapatkan support sama sekali dari beberapa orang yang sebetulnya sangat aku butuhkan saat itu.

Mereka yang menghakimi kesungguhanku hanya sebagai alasan belaka tidak berhak atas tuduhan tidak beralamatnya. Mereka tidak akan pernah tau dan merasakan seberapa kerasnya aku mencoba menyakinkan diri dan memantapkan hati bahwa aku lebih dari sekedar kata mampu dan apa yang mereka katakan ‘tidak mungkin’. Terimakasih atas penghakiman yang sungguh luar biasa, sedikit banyak aku tumbuh lebih kuat dari sebelumnya diatas persepsi itu semua.

Dengan tegas sekali lagi aku katakan. Kamu dan mereka yang tidak pernah merasakan apa yang kami rasakan. Menghadapi apa yang kami hadapi. Berjuang sama besarnya dengan apa yang kami lakukan sungguh tidak berhak atas segala tuduhan dan cibiran yang dengan ringan mulutnya terucap.

Jatimku pada Oktober 2017 adalah kedua kalinya. Sungguh berbeda sekali 180 derajat antara Jatim 2015 dan 2017. Tujuan, fokus dan beberapa hal yang tidak mampu aku bandingkan dan aku pilih mana yang akan ku pilih. Keduanya tidak akan pernah aku sesali. Menyisakan pelajaran dan kenangan yang sama-sama berharga. Semua mimiliki proporsi seimbang yang sama pentingnya. Dipenghujung akhir tahun ku habiskan di antara rindu dan perjuangan setengah jalan yang harus segera aku selesai kan. Emosiku sungguh tidak stabil saat ku putuskan untuk memilih-menetap-menjalani-mengakhiri satu semesterku disana.

Untuk kamu ketahui berjuang dengan pola pertemanan per-periode 2 minggu dan satu bulan bukan hal yang mudah. Ketika kamu sudah memiliki circle yang membuatmu nyaman kemudian esok hari nya kamu harus menerima kenyataan bahwa kamu harus segera membentuk ‘circle’ barumu, karena ‘keluarga baru’ –mu akan segera pulang ke kampung halamannya. Begitu lah kira-kira salah satu perjuangan yang aku lakukan disana. Menurutmu mudah? Mari kita tebak seberapa lama kamu mampu bertahan?

Suka tidak suka. Mau tidak mau. Aku dipaksakan untuk memiliki jiwa seorang ‘perantau’ dalam diri. Beradaptasi dengan mudah. Memilah dan milih circle mana yang sejalan dan mampu membuatmu berkembang lebih dari kamu yang kemarin. Mendapati begitu banyak pengalaman yang tidak akan mampu aku tukar dengan penawaran apa pun. Menambah relasi baru, membangun persaudaraan setanah air. Setidaknya dari sana aku jadi dapat memilihat indahnya Sulawesi seperti apa tanpa pernah sebelumnya aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Mistis apa yang melekat di tanah Aceh tanpa aku harus susah payah kesana terlebih dahulu.

Pernah pada suatu saat dikelas aku menangis untuk alasan yang tidak dapat aku sebutkan disini. Lalu guruku berkata:

‘Satu hal yang perlu kamu ketahui. Untuk menjadi professional, kamu tidak boleh membiarkan orang lain mengetahui apa yang kamu rasakan, rasa sedihmu’ –Mister Pepsi

Kemudian mulai saat itu aku belajar untuk tidak membiarkan siapapun dengan mudahnya menyakiti dan mengetahui apa yang aku rasakan. Membentuk mental yang setidaknya membuat aku berusaha untuk keras terhadap diri sendiri, bahwa mimpimu tidak akan pernah datang dan terwujud dengan sendirinya. Ada beberapa perjuangan yang harus dilewati. Menyadarkan aku bahwa perjuangan yang aku lakukan hingga saat ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan orang-orang yang menginspirasi disana. Membentukku agar berusaha minimal sama keras nya dengan mereka, berusaha sama banyaknya dengan mereka. Hingga akhirnya aku pun dapat dengan layak merasakan apa yang mereka rasakan, bahkan mungkin lebih dari apa yang mereka dapatkan jika aku berusaha selangkah lebih maju dari mereka.

Seseorang berkata selepas kepulanganku ‘kamu berubah’ katanya. Ya, jelas. Aku merubah sebagian dari diriku. Pelan-pelan merubah bagaimana caraku memandang segala peluang, mempersiapkan segala kemungkinan yang akan aku hadapi dikemudian hari, memandang setiap permasalahan dengan kepala yang lebih dingin. Belajar menata masa depan ku sebaik mungkin, atau bahkan mulai memilih siapa saja yang patut aku pertahankan untuk aku dan masa depanku. Dari sana mulai belajar untuk lebih mencintai diri sendiri, meninggikan ego untuk fokus membenah diri. Semua hal yang aku lalui menyadarkan ku pada satu hal, bahwa selama ini ada beberapa hal yang salah dalam diriku. Aku berubah, kamu suka atau tidak, aku tak peduli.

Aku dan bagaimana aku saat ini telah melalui fase yang tidak semudah saat aku mengatakan nya sekarang. Memiliki watak keras kepala agak nya membuatku harus berusaha lebih keras untuk melawan stigma terhadap diriku sendiri. Sungguh benar adanya, jika musuh terbesar adalah diri sendiri. Saat ego tidak seirama dengan kenyataan atau saat bagaimana harus menerima fakta yang tidak sesuai dengan hati. Perjalanan ini sungguh luar biasa. Ini adalah saatnya untuk lebih mengkritisi diri sendiri dari pada orang lain yang bahkan tidak pernah memikirkan mu sama sekali.

‘Kamu tidak perlu menjadi permata indah yang mudah hancur berkeping-keping ketika jatuh. Kamu hanya harus menjadi seperti bola, yang semakin besar tendangannya (tekanannya), semakin tinggi pula lambungan nya’ –Miss Jun

Sejujurnya saat kamu memutuskan untuk melakukan perjalanan seperti apa yang telah aku lalui, yang akan kamu dapatkan tidak hanya tentang perlajaran teori saja. Terlampau begitu banyak pelajaran hidup jika kamu mau sedikit lebih peka. Biarlah tulisan ini menjadi wadahku untuk mengenang dan kembali menyemangati diri jika suatu saat aku mulai lelah. Perjalanan ku kali ini hanya tentang aku dan diriku. Terimakasih ku ucapkan dengan tulus sepenuh hati, Jatimku. Terimakasih.

With love,
FMA.

--

--