Project Management series from Product Management Path MySkill.id
Project Quality Management
Project quality management adalah proses untuk memastikan bahwa proyek software development memenuhi standar kualitas yang ditetapkan dan memenuhi kebutuhan pengguna. Sebagai project manager, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kualitas proyek, yaitu:
1. Quality Planning
Ini adalah tahap di mana project manager merencanakan bagaimana kualitas proyek akan dicapai, termasuk menentukan standar kualitas yang harus dicapai, pengukuran kinerja yang akan digunakan, serta sumber daya yang diperlukan untuk mencapai standar kualitas tersebut.
2. Quality Assurance
Ini adalah tahap di mana project manager memastikan bahwa proses pengembangan software telah mengikuti standar kualitas yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap setiap fitur atau modul yang dibangun dan memastikan bahwa semuanya bekerja dengan baik.
3. Quality Control
Ini adalah tahap di mana project manager memastikan bahwa produk software yang dihasilkan memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengujian akhir terhadap produk software sebelum dirilis ke publik.
4. Quality Improvement
Ini adalah tahap di mana project manager memperbaiki kualitas proyek berdasarkan feedback dari pengguna dan hasil pengukuran kinerja yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap feedback pengguna dan mencari solusi untuk meningkatkan kualitas proyek.
Dalam mengelola kualitas proyek, project manager harus memastikan bahwa setiap tahapan di atas dilakukan dengan baik dan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Hal ini akan memastikan bahwa produk software yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan memenuhi kebutuhan pengguna. Selain itu, project manager juga harus memastikan bahwa tim pengembang memiliki kompetensi yang cukup dan dapat memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.
Project Charter
Project charter adalah dokumen formal yang mendefinisikan tujuan, lingkup, dan tanggung jawab suatu proyek. Dokumen ini berisi ringkasan proyek dan membantu memastikan bahwa semua pihak terlibat memiliki pemahaman yang sama tentang proyek. Project charter juga dapat digunakan untuk membantu mengontrol proyek dan menyelesaikan proyek dengan sukses.
Beberapa komponen penting dalam Project Charter adalah:
1. Deskripsi proyek: Deskripsi singkat tentang proyek, tujuan, dan manfaatnya. Ini dapat mencakup alasan proyek, sasaran, dan deskripsi singkat tentang perusahaan atau organisasi yang sedang mengembangkan proyek.
2. Lingkup proyek: Batasan dan cakupan proyek, termasuk fungsi, hasil yang diharapkan, dan batasan waktu dan sumber daya.
3. Tim proyek: Daftar tim proyek, termasuk anggota tim, tanggung jawab, dan keterampilan mereka.
4. Jadwal Proyek: Jadwal proyek yang terperinci, termasuk tanggal mulai, tenggat waktu, dan batas waktu untuk setiap tahap proyek.
5. Risiko Proyek: Potensi risiko yang mungkin terjadi dalam proyek dan strategi yang diperlukan untuk mengurangi atau mengatasi risiko tersebut.
6. Anggaran Proyek: Anggaran proyek, termasuk estimasi biaya dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek.
7. Pemangku Kepentingan: Daftar pemangku kepentingan proyek, termasuk pelanggan, pengguna, pemilik bisnis, dan pihak lain yang terlibat dalam proyek.
Contoh project charter:
1. Deskripsi proyek: PT ABC akan mengembangkan sebuah platform online untuk memfasilitasi peminjaman buku antar pengguna. Tujuan dari proyek ini adalah untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan buku di antara masyarakat, serta membantu pengguna meminjam buku dari orang lain yang mungkin memiliki buku yang diinginkan.
2. Lingkup proyek: Platform online akan mencakup fitur seperti pencarian buku, peminjaman buku, pembayaran, dan sistem umpan balik antar pengguna. Lingkup proyek akan dibatasi oleh wilayah geografis tertentu dan hanya akan memfasilitasi peminjaman buku, bukan penjualan.
3. Tim proyek: Tim proyek terdiri dari 8 anggota, termasuk satu project manager, satu analis bisnis, satu desainer UX/UI, dua pengembang back-end, dua pengembang front-end, dan satu pengujian kualitas.
4. Jadwal Proyek: Jadwal proyek akan dimulai pada 1 Agustus 2023 dan harus selesai pada 30 November 2023. Tahapan utama dalam proyek meliputi analisis kebutuhan, desain, pengembangan, dan pengujian.
5. Risiko Proyek: Risiko proyek yang mungkin terjadi meliputi keterlambatan dalam pengembangan, masalah keamanan dan privasi data pengguna, dan ketidakmampuan untuk menarik pengguna dalam jumlah yang cukup.
6. Anggaran Proyek: Anggaran proyek sebesar Rp 750 juta, termasuk biaya untuk sumber daya manusia, perangkat keras, dan perangkat lunak. Biaya untuk pemasaran dan promosi platform tidak termasuk dalam anggaran ini.
7. Pemangku Kepentingan: Pemangku kepentingan proyek termasuk pengguna potensial platform, peminjam buku, penyedia buku, dan investor.
Mengenal Prinsip Scope of Work
Scope of Work (SOW) dalam Project Management adalah dokumen yang berisi rincian tentang pekerjaan yang harus dilakukan, hasil yang diharapkan, dan batasan yang harus diikuti dalam suatu proyek. Dokumen ini sangat penting dalam pengembangan software karena membantu memastikan bahwa semua pihak terlibat memiliki pemahaman yang sama tentang lingkup proyek, tujuan akhir, dan sumber daya yang tersedia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun SOW:
1. Deskripsi proyek: Menggambarkan tujuan proyek secara keseluruhan dan sasaran akhir yang ingin dicapai.
2. Lingkup proyek: Menjelaskan batasan-batasan proyek, termasuk cakupan fungsional dan non-fungsional, asumsi, dan batasan waktu dan sumber daya.
3. Deliverables: Merinci deliverables atau hasil akhir yang harus dicapai pada akhir proyek. Deliverables bisa berupa software, dokumen, atau produk lain yang terkait dengan proyek.
4. WBS (Work Breakdown Structure): Menjelaskan struktur pekerjaan dalam bentuk hierarki, yang terdiri dari tugas-tugas yang harus dilakukan, waktu yang diperlukan, sumber daya yang diperlukan, dan biaya yang terkait.
5. Jadwal Proyek: Menyediakan daftar tugas yang harus diselesaikan dan waktu yang diperlukan untuk setiap tugas untuk menyelesaikan proyek sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan.
6. Biaya: Merinci anggaran proyek, termasuk biaya untuk sumber daya, perangkat keras, perangkat lunak, dan biaya lain yang terkait dengan proyek.
7. Pertanggungjawaban: Menggambarkan peran dan tanggung jawab dari setiap anggota tim, termasuk siapa yang bertanggung jawab untuk setiap tugas dan deliverables.
8. Kebijakan dan Prosedur: Menjelaskan kebijakan dan prosedur yang harus diikuti selama proyek berlangsung, seperti kebijakan keamanan atau prosedur pengujian.
Penting untuk memperhatikan bahwa SOW harus selalu disusun secara jelas dan komprehensif agar semua pihak terlibat memiliki pemahaman yang sama tentang lingkup proyek dan tanggung jawab mereka. Jika SOW tidak disusun secara tepat, dapat menyebabkan ketidakjelasan, penundaan, atau bahkan kegagalan proyek. Oleh karena itu, SOW harus diperbarui secara teratur untuk memastikan bahwa semua perubahan dalam proyek telah dicatat dan dipahami oleh semua pihak terkait.
Scope of Work dan Project Charter
Scope of Work dan Project Charter adalah dua dokumen penting dalam Project Management untuk pengembangan software. Meskipun keduanya saling terkait, namun keduanya memiliki perbedaan dalam hal fokus, cakupan, dan tujuan.
Scope of Work (SOW) adalah dokumen yang menjelaskan secara detail tentang apa yang akan dilakukan dalam proyek, termasuk deliverables, persyaratan fungsional dan non-fungsional, batasan, jadwal, dan biaya proyek. SOW lebih terfokus pada detail teknis tentang apa yang harus dicapai dalam proyek dan bagaimana proyek akan dikerjakan oleh tim pengembang.
Sementara itu, Project Charter adalah dokumen yang lebih umum, yang memberikan gambaran singkat tentang proyek secara keseluruhan, termasuk deskripsi proyek, tujuan proyek, tim yang terlibat, dan manfaat yang diharapkan. Project Charter juga menguraikan struktur organisasi proyek, tanggung jawab dan kewenangan tim, dan metrik sukses proyek.
Perbedaan utama antara Scope of Work dan Project Charter terletak pada fokus dan cakupan. SOW lebih terfokus pada detail teknis tentang proyek, sedangkan Project Charter lebih terfokus pada tujuan keseluruhan dan manfaat dari proyek. Selain itu, Project Charter biasanya dibuat sebelum SOW sebagai panduan awal dalam membuat SOW.
Dalam konteks software development, Project Charter dan SOW sama-sama penting dan dibutuhkan untuk memastikan kesuksesan proyek. Project Charter digunakan sebagai alat untuk memperjelas tujuan keseluruhan dari proyek, sementara SOW memberikan panduan rinci tentang apa yang harus dicapai dalam proyek.
Work Breakdown Structure
Work Breakdown Structure (WBS) adalah salah satu teknik yang digunakan dalam Project Management untuk menguraikan pekerjaan yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola. WBS adalah struktur hirarkis yang menunjukkan pekerjaan yang harus dilakukan dalam sebuah proyek.
Dalam pengembangan software, WBS dapat digunakan untuk memecah pekerjaan yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, seperti fitur-fitur dalam aplikasi atau modul-modul dalam sistem. Dengan menggunakan WBS, pekerjaan dalam proyek dapat diatur secara hierarkis, sehingga lebih mudah untuk memperkirakan biaya, waktu, dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek.
Untuk membuat WBS, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi deliverables: Tentukan deliverables atau hasil yang diharapkan dari proyek. Dalam pengembangan software, deliverables dapat berupa fitur-fitur, modul-modul, atau rilis aplikasi.
2. Buat daftar tugas: Buat daftar tugas yang harus dilakukan untuk menghasilkan deliverables tersebut.
3. Kelompokkan tugas: Kelompokkan tugas-tugas yang terkait satu sama lain menjadi sub-kelompok.
4. Terus kelompokkan tugas: Terus kelompokkan tugas-tugas hingga mencapai level terendah.
5. Berikan nomor identifikasi: Berikan nomor identifikasi pada setiap tugas dalam WBS.
6. Validasi WBS: Validasi WBS dengan tim proyek dan stakeholder untuk memastikan bahwa semua deliverables telah diidentifikasi, tugas-tugas sudah terpecah dengan benar, dan tidak ada tugas yang terlewat.
Keuntungan menggunakan WBS dalam pengembangan software adalah memudahkan manajemen proyek, mempermudah pengukuran kinerja, memastikan bahwa seluruh pekerjaan diperhitungkan dengan baik, dan memudahkan estimasi waktu dan biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek.
Contoh WBS
Berikut adalah contoh Work Breakdown Structure (WBS) untuk pengembangan fitur “Play Movie” di Netflix:
1. Deliverables:
a. Fitur “Play Movie”
2. Tugas:
a. Analisis fitur “Play Movie”
b. Perancangan UI untuk “Play Movie”
c. Implementasi fitur “Play Movie”
d. Pengujian dan debugging fitur “Play Movie”
e. Integrasi fitur “Play Movie” dengan sistem Netflix
f. Pelatihan dan dokumentasi fitur “Play Movie”
3. Sub-kelompok tugas:
a. Analisis fitur “Play Movie”:
- Membuat user story untuk fitur “Play Movie”
- Menentukan fitur-fitur pendukung untuk “Play Movie” seperti resume playback dan add to list
- Membuat use case diagram untuk fitur “Play Movie”
b. Perancangan UI untuk “Play Movie”:
- Membuat mockup UI untuk fitur “Play Movie”
- Mengimplementasikan UI dengan design system Netflix
c. Implementasi fitur “Play Movie”:
- Mengimplementasikan pemutaran video pada aplikasi Netflix
- Mengimplementasikan fitur resume playback dan add to list
d. Pengujian dan debugging fitur “Play Movie”:
- Melakukan pengujian pemutaran video pada berbagai perangkat
- Melakukan pengujian fitur resume playback dan add to list
- Melakukan debugging pada fitur-fitur yang bermasalah
e. Integrasi fitur “Play Movie” dengan sistem Netflix:
- Mengintegrasikan fitur “Play Movie” dengan database konten Netflix
- Mengintegrasikan fitur “Play Movie” dengan sistem rekomendasi Netflix
f. Tutorial dan dokumentasi fitur “Play Movie”:
- Membuat dokumen penggunaan fitur “Play Movie”
- Melakukan tutorial kepada pengguna tentang fitur “Play Movie”
Dalam contoh ini, setiap tugas telah dikelompokkan ke dalam sub-kelompok yang lebih kecil untuk memudahkan manajemen proyek dan pengukuran kinerja. WBS ini memungkinkan tim pengembang untuk mengetahui dengan jelas tugas-tugas yang harus dilakukan, sumber daya yang dibutuhkan, dan estimasi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek.
Acceptance Criteria
Acceptance criteria adalah kriteria atau syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah produk atau fitur dalam software development agar dapat diterima atau dianggap berhasil. Acceptance criteria biasanya berdasarkan pada persyaratan dan spesifikasi yang telah disepakati oleh tim pengembang dan klien.
Acceptance criteria harus jelas, spesifik, dan terukur sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengujian (testing) dan evaluasi apakah produk atau fitur telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Acceptance criteria juga harus dapat diukur secara objektif dan dapat diuji dengan mudah sehingga dapat memastikan kualitas dan keberhasilan produk atau fitur.
Contoh acceptance criteria dalam software development adalah sebagai berikut:
- Untuk fitur login: User harus dapat melakukan login dengan menggunakan email dan password yang benar. Jika login berhasil, maka user akan diarahkan ke halaman dashboard.
- Untuk fitur checkout: User harus dapat memasukkan detail pengiriman dan pembayaran secara lengkap dan akurat. Jika proses checkout berhasil, maka user akan menerima email konfirmasi pesanan.
- Untuk fitur pencarian: User harus dapat menemukan hasil pencarian yang relevan dan akurat dengan menggunakan kata kunci yang sesuai.
Dalam pengujian acceptance criteria, tim pengembang dapat melakukan pengujian manual dengan mengikuti langkah-langkah yang telah ditentukan. Selain itu, tim pengembang juga dapat menggunakan alat pengujian (testing tools) seperti automated testing atau user acceptance testing (UAT) untuk memastikan bahwa produk atau fitur telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Gherkin Scenario Framework untuk Acceptance Criteria
Gherkin scenario adalah bahasa skenario yang digunakan dalam Behavior Driven Development (BDD) untuk membantu dalam merancang, menulis, dan menguji fitur atau modul pada proyek software development.
Gherkin scenario menggunakan sintaksis yang mudah dipahami dan ditulis dalam format plain text sehingga dapat digunakan oleh semua anggota tim developer dan pengguna untuk membahas persyaratan dan spesifikasi proyek.
Contoh penggunaan Gherkin scenario:
Feature: Sign In
- As a registered user
- I want to be able to sign in to my account
- So that I can access my personalized content
Scenario: Successful sign in
- Given I am on the sign in page
- When I enter valid email and password
- And I click the sign in button
- Then I should be redirected to my account dashboard
Scenario: Invalid email or password
- Given I am on the sign in page
- When I enter invalid email or password
- And I click the sign in button
- Then I should see an error message
Scenario: Forgotten password
- Given I am on the sign in page
- When I click on the forgotten password link
- And I enter my email address
- And I click the submit button
- Then I should receive an email with instructions to reset my password
Pada contoh di atas, Gherkin scenario digunakan untuk menggambarkan fitur “Sign In” dalam aplikasi web. Terdapat tiga skenario yang ditulis dalam format Gherkin scenario: “Successful sign in”, “Invalid email or password”, dan “Forgotten password”. Setiap skenario terdiri dari beberapa langkah (step) yang harus diikuti untuk menyelesaikan tugas yang diminta.
Langkah-langkah tersebut ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami dan disetujui oleh semua pihak terkait, termasuk project manager, developer, QA, dan pengguna. Dengan menggunakan Gherkin scenario, tim developer dan project manager dapat dengan mudah menguji fitur yang telah dibangun dan memastikan bahwa fitur tersebut memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Learn More via: https://myskill.id/course/scope-and-quality-management/