Gacoan

Anaa
8 min readOct 3, 2023

--

Rafli menurunkan footstep motornya saat melihat Ara berjalan mendekat ke arahnya.

Gadis itu terkikih melihat perlakuan Rafli untuknya. “Ya ampun, Fli, pake segala di turunin gitu.”

Rafli tersenyum lebar. “Harus soalnya yang mau naik motor gue tuan putri.”

“Ngaco banget, gue kaya gini dibilang tuan putri.”

Rafli hanya tertawa pelan sebagai balasannya, lelaki itu menyuruh Ara agar langsung naik ke atas motornya.

“Kalo susah naiknya pegang pundak gue aja nggak papa, Ra.” celetuk Rafli saat Ara sudah berada di atas motornya.

Ara terdiam beberapa detik. “Motor lo kebagusan sih, jadi gue susah naiknya.”

“Nanti kalo gue make motor bebek lo nggak bakal mau gue bonceng, Ra.” balas Rafli sambil menggunakan helm full face miliknya. Detik selanjutnya ia berujar, “Pegangan, Ra daripada nanti lo nyungsep.”

“Pegangan kemana?” bingung Ara sebab biasanya ia berpegangan pada behel motor, kalau sekarang ini motor Rafli tidak ada behelnya.

“Pegangan ke yang Maha Kuasa!” canda Rafli.

“Pinggang gue nganggur nih, Ra.” sambungnya sedikit melirik ke arah belakang dimana Ara sedang terdiam.

Buset nih cewek kenapa malah ngelamun dah? ah elah biasanya nggak sesusah ini nyuruh cewek meluk gue.’ batin Rafli.

“Coba lo pikir dah kalo tiba-tiba nanti di jalan lo kebawa angin gimana? siapa yang repot?”

“Gue pegang pundak lo aja deh,” balas Ara akhirnya, ia benar-benar memegang pundak Rafli.

Rafli berdecak kesal, “Berubah profesi gue jadi tukang ojeg!”

Tidak ingin berlama-lama lagi akhirnya Rafli menjalankan motornya.

“Tadi gue liat lo lagi ngobrol sama Niar, ngobrolin gue?” tanya Rafli di tengah perjalanan.

Ara di belakang menganggukkan kepalanya. “Gue kasih tau kalo lo cidera terus penanganan medisnya nggak bener.”

“Terus kata dia apa?” tanya Rafli kembali.

Tanpa Ara tau Rafli membenarkan letak kaca spion motornya, lelaki itu mengarahkan kaca spion motor miliknya ke arah wajah Ara. Kini Rafli bisa dengan jelas melihat ekspresi wajah Ara.

“Dia ngeles gitu pokoknya nggak mau ngaku kalo dia salah, dia bilang dia sibuk ngurus ini itu lah.”

Rafli di balik helm full face miliknya tertawa mengejek. “Sibuk pansos dia, gue cidera aja masih di kontenin sama dia.”

“Tuhkan emang anjing tuh orang!” pekik Ara pelan melampiaskan rasa kesalnya.

“Eh, Rafli, sorry!” teriak Ara tertahan ketika ia sadar apa yang barusan ia katakan

Rafli tertawa kencang ia bisa melihat bagaimana lucunya ekspresi wajah panik Ara saat ini.

“Santai, Ra berasa kayak di pergokin minum aja,” ujar Rafli enteng. “Cuman bilang anjing gue juga bisa,” sambungnya.

Setelah hening beberapa detik, Rafli kembali berucap dengan entengnya, “Emang bangsat tuh cewek, bisa-bisanya bikin lo over thinking.”

Ara sontak membelalakkan matanya, terkejut dengan Rafli yang berucap dengan entengnya. “Rafliiiiii!!!”

Lagi-lagi Rafli tertawa. “Biar ada temennya, Ra gue temenin.”

Ara menggelengkan kepalanya pelan. “Aneh, ngikutin yang nggak baik.”

“Kalo gue nggak papa, Ra. Kalo lo jangan.”

“Jangan apaan?” tanya Ara tidak paham.

“Jangan ikutan yang jelek dari diri gue, itu juga berlaku buat temen-temen lo.”

“Temen-temen gue baik semua, nggak bakal ada yang ngejerumusin gue,” balas Ara penuh keyakinan.

“Nggak ada ruginya buat jaga-jaga, Ra. Namanya hati orang, kita nggak ada yang tau.”

Ara mengangguk-anggukkan kepalanya patuh seperti seorang anak kecil yang sedang dinasehati kakaknya.

“Tadi kenapa lo nggak terima tawaran Kaila buat bareng?” tanya Ara penasaran.

“Kan gue udah sama lo.”

“Kalo nggak sama gue berarti tadi lo mau sama Kaila?” tanya Ara kembali.

Rafli menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak, Inggris gue jelek, Ra mending sama lo.”

Second choice gitu gue?!” sindir Ara.

“Nggak gitu anjing, Ra, dari awal ketemu sama lo gue tuh udah sreg sama lo.”

“Makasih loh.”

“Lo bisa gue ajak ngobrol nggak jelas, lo bisa nyeimbangin gue.”

Ara hanya bisa mengangguk menjawab ucapan Rafli.

“Darimana lo yakin gue bakal ngelarang Kaila nebeng lo?”

“Karena gue tau lo nggak bisa jauh-jauh dari gue, Ra.”

“Pede banget lo!”

Rafli terkikih. “Feeling aja sih sebenernya, nggak tau kenapa kalo sama lo tuh feeling gue kuat banget.”

“Udah berasa kayak bapak-anak banget ya, Fli.”

“Mamah sama papah, Ra.”

Ara berdecak. “Nggak dulu, Fli lo nggak jelas soalnya.”

“Buset dah, Ra mau gue perjelas sekarang? nggak pdkt-an dulu kita?”

Ara menekuk kedua alisnya, bingung. “Apa sih, Rafli!!”

Rafli semakin gencar untuk menjahili Ara.

“Nyokap lo dulu ngidam apa dah, Ra?”

“Kata nyokap dulu ngidam duren doang sih.” balas Ara serius.

“Untung deh masih yang wajar.”

“Kenapa emang?” tanya Ara penasaran.

“Nanti gue mau beliin calon bini gue duren biar dapet anak kaya lo.”

Ara menekuk kedua alisnya. “Lah kenapa kayak gue?”

“Iya biar manis, cantik, sama lucu!”

Ara semakin dalam menekuk kedua alisnya. “Makin nggak jelas nih orang.” gumam Ara.

“Lah, Ra kaga usah lah ngapain gue beliin duren.”

“Kenapa lagi?” Ara masih saja betah menanggapi ucapan Rafli yang semakin ngelantur.

“Nggak usah beli kan yang bakal jadi bini gue lo, jadi nanti bibitnya juga bakal bagus tanpa harus makan duren.”

Ara di belakang sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Kalau bisa ia lompat sekarang juga dari atas motor Rafli udah daritadi dia lompat dari sini.

‘Kai lo beruntung nggak boncengan sama Rafli.’ batin Ara.

“Ara, lo pesen apa sama Rafli?” Tanya Zahra yang sedang menulis beberapa pesanan teman-temannya.

“Bentar nunggu Rafli dulu.”

Zahra mengangguk, tidak lama Rafli datang dari arah parkiran berjalan menuju arahnya.

“Mau pesen apa?” tanya Ara langsung.

“Mana daftar menunya?”

Ara meng-scroll layar handphone nya untuk menunjukkan daftar menu kepada Rafli, saat Ara sedang mencari daftar menu di handphone miliknya Rafli semakin mendekatkan dirinya ke arah Ara. Jarak yang hanya tersisa satu jengkal bisa membuat aroma parfum yang lelaki itu gunakan tercium hingga menyentuh hidung Ara, wangi maskulin namun tidak menyengat baunya sangat nyaman di hidung Ara.

“Kenapa ya kalo cowok pakai parfum tuh aromanya tahan sampai sore?” tanya Ara sambil mengarahkan handphone miliknya ke arah Rafli.

“Gue udang keju satu, sama thai tea nya satu.”

Setelah Rafli menyebut pesanan makanan dan minuman miliknya ia melihat ke arah wajah Ara lalu menatap mata gadis itu.

“Karena parfum yang gue pake mahal.”

“Nggak kaya Raka yang beli parfum kiloan, baunya udah kaya minyak nyong-nyong!” cibir Rafli.

Ara terlihat sedikit kikuk sebab matanya bertatapan langsung dengan manik mata Rafli, ia segera memalingkan wajahnya. Biasanya Ara dapat menatap langsung manik mata lawan bicaranya namun entah mengapa kali ini ia gagal.

“Sombong amat, baru parfum, Fli. Gimana yang lain?”

“Wajar sombong, Ra. Namanya juga manusia.”

“Ngeles terus, udah ah gue mau bilang ke Zahra pesenan lo.”

“Oke, Ra. Hati-hati.”

“Buset, Fli cuman lima langkah lebay banget lo!” cibir Ara sambil berjalan meninggalkan Rafli

Rafli hanya terkekeh pelan.

Rafli menepuk pundak Ara saat ia sedang mengantri untuk memesan menu makanan bersama Zahra.

“Lo nunggu di meja aja sama yang lain, biar gue yang mesen sama Zahra,” ucap Rafli sambil melirik ke arah Zoe, Rapi, Aletta, Regi, dan Raka yang ada dibelakangnya.

Tanpa berpikir panjang Ara mengangguk lalu pergi meninggalkan Rafli dan Zahra.

Sekarang posisi duduk nya Ara berada di tengah, di samping kana kirinya ada Zoe dan Regi, sementara Raka dan Rapi berada di depan mereka. Aletta, Zahra dan Rafli berada di meja sebrang.

Ketika Ara sedang asik mengunyah mie miliknya Rafli datang menghampirinya.

“Kenapa?” tanya Ara sambil mengunyah pelan mienya.

“Pindah gih, nih anak-anak bentar lagi mau nyebat!” suruh Rafli.

Belum sempat Ara menjawab Zoe sudah terlebih dulu menyelak perbincangan mereka berdua.

“Buset dah peduli banget lo sama Ara, tumben.”

“Tumben apanya anjing!?” tanya Rafli.

“Jangan macam-macam lo sama Ara, sekali bikin dia nangis lo orang pertama yang bakal gue datengin!” gertak Zoe dengan pandangan tajam ke arah Rafli.

“Jauh-jauh lo sama Ipin gue!” kini Regi juga masuk kedalam percakapan mereka bertiga.

Ipin, panggilan khusus yang teman-teman Ara berikan untuknya dan juga Regi, jika Ara Ipin maka yang jadi Upin itu Regi. Katanya sih muka mereka mirip makanya mereka manggil Ara dan Regi Upin Ipin.

“Buset dah selow brother! Ara aman sama gue.”

“Iya nggak, Ra?” Rafli menatap ke arah Ara meminta persetujuan gadis itu.

“Rapi, iya nggak?” bukannya menjawab Rafli Ara malah bertanya kepada temannya itu yang sedang fokus menghisap rokok.

“Boong.” balas Rapi dengan enteng sambil menghembuskan asap rokok.

“Mampus!” ejek Regi puas.

“Anjing lo, Rap!”

Rapi hanya terkikih.

“Buruan pindah.” ucap Rafli kembali.

Ara akhirnya menuruti apa yang Rafli perintahkan, benar saja belum ada satu menit Ara pindah Zoe dan Regi sudah mengeluarkan bungkus rokok milik mereka masing-masing.

“Lo sama Rafli saudaraan, Ra?” tanya Zahra.

Ara menggelengkan kepalanya. “Saudara dari mana sih, Zah muka kita berdua aja jauh beda.”

“Kata gue mending lo hati-hati sama dia, buaya banget!” selak Aletta.

“Lo bayangin aja masa tadi udah tiga cewek dia deketin! padahal baru pertama masuk.”

“Gue udah dua hari sih, Tta.”

“Kita kan beda kelas, Ra!”

Ara tertawa. “Nggak papa, namanya juga anak muda masih mau main-main.”

“Lo nggak takut jadi korban dia?” tanya Aletta.

“Nggak tau.”

Ara kembali fokus untuk menyantap makanan miliknya, namun di tengah ia menyantap makanannya ia merasa bahwa bumbu pedas yang ada di mie hari ini jauh lebih pedas dibandingkan dengan bumbu biasanya.

“Ini mie nya pedes banget deh, tumben. Padahal gue cuman mesen level satu!” Ara mngetuk-ngetuk kakinya di atas lantai, matanya juga ikut berair sebab menahan rasa pedas.

“Masa sih? coba deh.” Zahra mengambil mie yang ada di atas piring Ara lalu memakannya.

“Ini nggak pedes sama sekali, Ra!” ujar Zahra dengan ekspresi wajah terkejut.

“Nggak, Zah, itu pedes banget!” Ara mengambil tisu yang ada di atas meja lalu melap keringatnya.

“Gue mesen level tiga biasa aja kok, ini level satu manis, Ra.”

Bukannya membantu temannya yang sedang kepedasan Zahra terus saja membandingkan menu pesanan nya dengan menu pesanan Ara.

“Nih minum.” Aletta menyodorkan botol air mineral ke arah Ara.

Ara segera meneguk air mineral milik Aletta hingga tersisa setengah.

“Makannya pelan-pelan aja.” ucap Aletta saat melihat Ara sudah lebih baikan.

Ara mengangguk, ia melihat mie nya yang masih tersisa banyak.

‘bisa-bisa gue bolak-balik ke kamar mandi terus ini mah.’ batin Ara ia menelan ludahnya tidak siap untuk menghabiskan sisa mienya.

Dari arah belakang Rafli menepuk pelan pundak Ara lalu menaruh sisa udang keju miliknya di hadapan Ara.

“Nggak usah di abisin, muka lo merah banget.” ucap Rafli duduk di sebelah Ara.

“Sayang tapi.” balas Ara dengan wajah murung sambil menatap miris ke arah piring makan miliknya.

“Sampai besok lo masuk rumah sakit atau lo sakit, gue nggak mau jenguk lo!” ancam Rafli.

Ara mengerucutkan bibirnya.

“Jangan batu, makan nih udang gue.”

“Lo cuman makan sebiji doang.” Lagi-lagi Ara mengerucutkan bibirnya layaknya seorang anak kecil.

“Nggak usah mikirin gue, gue bilang makan ya makan.” balas Rafli dengan nada tegas.

“Iya-iya ini gue makan, makasih ya.” Akhirnya Ara mengambil satu udang keju milik Rafli lalu memakannya.

“Sama-sama.” Setelah beberapa detik, Rafli meminta minumannya kepada Zoe. “Minum gue dong!”

Zoe mengambil minum milik Rafli lalu memberikannya kepada Rafli. Rafli menaruh minumannya di hadapan Ara, membuat gadis itu bingung.

“Kasian Letta minumnya abis sama lo, minum punya gue aja. Masih banyak juga minum gue.” Jelas Rafli sebelum Ara bertanya lebih dulu kepada lelaki itu.

Dengan cepat Rafli melihat tajam ke arah Aletta, lelaki itu memberi isyarat. ‘Dilarang gangguin gue sama Ara.’

Setelah itu dapat dilihat raut wajah Aletta berubah menjadi kesal, ia berdecak kesal lalu menggerutu tidak jelas.

Rafli mengganti sedotan miliknya dengan sedotan milik Ara.

“Gue abis ngerokok.”

Ara menaikkan sebelah alisnya. “Oke, nice info.”

Aletta dan Zahra saling bertatap-tatapan lalu mereka berlaga seperti orang yang sedang menahan mual dihadapan Ara dan Rafli.

“Sirik aja lo jomblo!” protes Rafli.

“Lo juga jomblo monyet!” pekik Aletta kesal tidak terima jika dirinya dikatai jomblo oleh Rafli.

--

--

Anaa

tau nggak kenapa cerita nya nggak pernah ending?? karena emang nyatanya cerita ini nggak ada endingnya