Design Thinking

Nadhirah
5 min readOct 20, 2023

--

Pengertian Design Thinking

Design Thinking adalah proses berulang dimana kita berusaha memahami pengguna, menantang asumsi, dan mendefinisikan kembali masalah dalam upaya mengidentifikasi strategi dan solusi alternatif yang mungkin tidak langsung terlihat dengan tingkat awal pemahaman kita. Pada saat yang sama, Design Thinking menyediakan pendekatan berbasis solusi untuk menyelesaikan masalah. Ini adalah cara berpikir dan bekerja serta kumpulan metode langsung.

Design Thinking berputar di sekitar minat yang mendalam dalam mengembangkan pemahaman dari orang-orang yang menjadi tujuan perancangan produk atau layanan. Hal ini membantu kita mengamati dan mengembangkan empati dengan target pengguna. Design Thinking membantu kita dalam proses bertanya: mempertanyakan masalah, mempertanyakan asumsi, dan mempertanyakan keterkaitannya.

Tujuan Design Thinking

Design thinking dapat memberi lebih banyak solusi pembelajaran efektif selaras dengan kebutuhan bisnis dan pengembangan kapasitas yang diinginkan perusahaan.

Selain itu, design thinking bisa menjadi jembatan Anda untuk menghubungkan antara keperluan bisnis dan pengembangan kapasitas pada saat yang sama dengan baik dan benar.

Manfaat Design Thinking

  • Memudahkan perusahaan memahami kebutuhan calon konsumen
  • Meningkatkan efisiensi proses desain
  • Membantu menciptakan inovasi baru yang berkelanjutan
  • Mengurangi risiko kegagalan produk
  • Menghemat anggaran perusahaan
  • Meningkatkan pendapatan

Elemen dan Proses dalam Design Thinking

1. Empathize

Ketika memiliki suatu ide bisnis, skill empathize menjadi hal pertama yang harus dikembangkan, atau mempunyai pemahaman empatik mengenai ide bisnis tersebut. Artinya, Kamu harus melihat ide bisnis tersebut dari perspektif orang lain, lebih tepatnya dari perspektif calon konsumen atau target pasar yang ingin kamu tuju. Kamu bisa mulai memikirkan pertanyaan-pertanyaan seperti “apakah produk ini mampu mengatasi masalah yang dialami oleh konsumen atau dibutuhkan target pasar?”.

Di tahapan empathize, Kamu bisa melakukan beberapa riset, dimulai dari riset pasar, riset produk, sampai ke tahap riset pemasaran, agar bisa mendapatkan pemahaman empatik terhadap ide bisnis tersebut. Selain itu, Kamu juga bisa menjalani wawancara langsung ke calon konsumen untuk memastikan apakah ide bisnis tersebut memang layak untuk dijalankan dan produk yang kamu jual memang sedang dibutuhkan oleh pasar.

Tujuan dari proses empati adalah untuk menjawab pertanyaan berikut:

Apa yang dibutuhkan pengguna saya dalam produk saya agar mereka puas?”

2. Define

Tahapan selanjutnya setelah Empathize adalah skill define, di mana Kamu perlu mendefinisikan ide bisnis tersebut dan mengaitkannya dengan produk atau jasa apa yang sedang dibutuhkan oleh pasar.

Pada tahapan define, Kamu harus menyusun pola atau gambaran besar tentang bagaimana ide bisnis tersebut mampu memenuhi kebutuhan pasar, dari data yang sudah kamu kumpulkan di tahap empathize. Kamu juga harus mencari kesimpulan mengenai alasan ide bisnis tersebut memang layak untuk dijalankan.

Tujuan utama dari proses pendefinisian adalah untuk menjawab pertanyaan berikut:

Bagaimana kami dapat mendefinisikan kebutuhan pengguna saya secara komersial?”

3. Ideate

Tahap selanjutnya, masuk pada proses ideate yang berarti Anda harus berpikir out of the box untuk mendapatkan solusi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Terdapat berbagai macam jenis teknik untuk menggali ide, seperti brainstorming, scamper, brain white, mind mapping, dan worst possible idea.

Anda dapat memilih salah satu dari beberapa teknik tersebut sesuai dengan kebutuhan proyek anda. Pastikan untuk berpikir secara objektif dan tidak memihak kepada pihak manapun. Fokuslah pada penyelesaian masalah seefektif mungkin.

Tujuan utama dari proses pembuatan ide adalah untuk menjawab pertanyaan berikut:

“Bagaimana saya bisa menghasilkan solusi terbaik untuk memuaskan klien saya dengan cara yang paling inovatif?”

4. Prototype

Tim desain akan menghasilkan sejumlah versi produk yang murah dan diperkecil atau fitur spesifik yang ditemukan dalam produk, sehingga mereka dapat menyelidiki solusi masalah yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.

Pada akhir tahap ini, tim desain akan memiliki gagasan yang lebih baik tentang kendala yang melekat pada produk dan masalah yang ada, dan memiliki pandangan yang lebih jelas tentang bagaimana pengguna yang sebenarnya akan berperilaku, berpikir, dan rasakan ketika berinteraksi dengan bagian akhir produk.

Tujuan utama pembuatan prototipe adalah untuk menjawab pertanyaan berikut:

“Bagaimana saya bisa menyelidiki ide yang dihasilkan agar dapat diterapkan secara real-time?”

5. Test

Langkah terakhir adalah menguji prototipe dan membangun versi berikutnya berdasarkan hasil pengujian. Pengujian sangat membantu untuk memahami fungsi dan kelayakan pengoperasian produk.

Desainer menguji produk lengkap secara ketat menggunakan solusi terbaik yang diidentifikasi selama fase prototyping.

Tujuan utama dari proses pengujian adalah untuk menjawab pertanyaan berikut:

“Komponen produk apa yang memerlukan perubahan untuk meningkatkan kualitasnya dan memenuhi standarnya?”

Contoh Penerapan Design Thinking

1. Produk Teknologi

Perusahaan teknologi seperti Apple menerapkan Design Thinking dalam pengembangan produk. Proses ini melibatkan pemahaman mendalam tentang pengguna, pembuatan prototipe produk, serta pengujian berulang untuk memastikan pengalaman pengguna yang optimal.

2. Inovasi Produk Konsumen

Perusahaan seperti IDEO menggunakan Design Thinking untuk menghasilkan produk yang inovatif dan menarik, seperti desain kemasan yang kreatif, mainan interaktif, dan peralatan rumah tangga yang lebih intuitif.

3. Proyek Kenegaraan

Design Thinking yang diterapkan dalam skala besar dapat dilihat di Estonia, negara pasca-Soviet. Proyek Estonia dikenal sebagai e-Estonia, sebuah rencana revolusioner yang berpotensi untuk mengubah negara dari negara tradisional menjadi masyarakat digital masa depan.

Sumber :

--

--