Family

Nara
4 min readMar 22, 2017

--

Ford: it’s time to have the talk about the company and special force group called BKP.
Forte: fine.
Ford: the company is sneaky. Never trust a carrier.
Forte: and BKP?
Ford: fuck them too.

Ford dan Carol. Pasangan muda yang aneh. Mereka berdua sama-sama ramah, membuang sampah bergiliran, kedengaran tidak pernah bertengkar, punya rumah yang bagus dan selalu tertata. Bahkan tiap pagi ada harum masakan yang menggoda. Mereka tampak seperti tetangga yang normal.

Meski begitu, Ratna tetap merasa ada yang aneh. Ia tidak bisa menjelaskan di mana letak anehnya. Carol sering mengajaknya bicara setiap mereka kebetulan keluar bersama untuk mengambil koran di kotak pos, tetapi Ford hampir tidak pernah kelihatan. Lelaki berambut berantakan itu selalu mengurung diri di dalam rumah. Carol bilang, suaminya pelukis. Kebanyakan seniman memang aneh, Ratna berpikir mungkin karena itu ia merasakan nuansa ganjil dari keduanya.

Tapi yang paling aneh bagi Ratna adalah ketika suatu hari ia melihat beberapa orang asing keluar dari rumah Carol. Ia tidak ingat pernah melihat mereka masuk.

Anak itu berambut hitam dan bermata kelam. Ada kecerdasan terpancar dari caranya menatap, kecerdasan yang sinis.

Berangkat dari rasa penasaran, Ratna mencari-cari cara untuk berkunjung ke rumah Carol. Ia suka wanita ramah berambut ikal cokelat itu —hanya dia seorang warga Nusa Antara yang mau mengobrol dengannya. Yang lain tidak suka bergaul dengan orang indonesia. Carol ramah dan manis.

Perasaan aneh dan takut yang dirasakannya tiap Carol sedang tidak memasang senyum pasti hanya kekonyolan, begitulah yang ingin dipikirkan Ratna. Untuk meyakinkan diri sendiri, ia membuat drama kecil soal berantem dengan pacarnya dan ingin berkonsultasi dengan Carol.

“Kalian kelihatan akur,” desaknya waktu memaksa minta nasihat Carol.

Itu berhasil.

Sekarang, di sinilah ia, duduk di sofa putih lembut dalam ruang santai. Carol mengangkat kue kering di pantry dan membuat teh untuknya. Yang menemani Ratna adalah anak lelaki berumur empat tahun berambut sekelam malam.

“Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya,” Ratna berkata, heran. Anak itu kelihatan seperti Carol, tetapi di saat yang sama juga sedikit mirip Ford. Keduanya seperti bercampur sempurna dalam diri anak kecil. Hati Ratna seketika menghangat. Anak-anak selalu membuatnya jatuh cinta. “Kamu manis banget! Namanya siapa?”

“Forte,” anak itu menampilkan senyum sopan. “Terima kasih, kau juga manis.”

Kau juga maniiiss???

Suara kanak-kanak itu melantun tertata dan penuh ketenangan, justru membuat Ratna menggigil ngeri.

Berapa umur anak ini?

“Forte sudah empat tahun,” seperti bisa membaca pikirannya, Carol menyahut dari pantry. “Dia belajar bicara waktu baru berapa bulan, entahlah. Orang bilang aku punya anak jenius, tapi dia bicara sok dewasa karena di sekelilingnya cuma ada orang dewasa.”

Suara denting gelas beradu menandai kehadiran Carol. Wanita itu datang membawa baki berisi gelas minuman dan kue kering. Wangi manis merebak di ruangan. Ratna segera berdiri membantu sementara Carol tersenyum cerah pada Forte dan mencium pipi anak itu.

“Forte, nama yang bagus,” Ratna berkata sambil menata gelas di atas meja. Sejujurnya ia berpikir itu nama yang aneh.

“Tentu saja bagus! Aku yang memilihnya!” Carol menukas, pipi memerah karena semangat. “Ford memberi pilihan nama yang aneh! Aku menolak semuanya dan memilih sendiri! Forte kesannya kuat dan keren! Lagi pula, Ford dan Forte agak mirip, kan?”

Carol tertawa gembira waktu itu, tangannya membelai rambut Forte dengan sayang.

Ratna baru saja mulai terhanyut tawa Carol ketika seluruh tubuhnya mendadak dingin. Angin meniup tengkuknya dalam belaian ganjil, membuat Ratna menoleh.

Ford menatap mereka dari antar ruang. Rambut hitamnya acak-acakan seperti biasa, seperti tidak pernah disisir. Tubuh jangkungnya sedikit membungkuk, mengesankan kelesuan. Mata lelaki itu cekung, tetapi binarnya tajam dan cerdas, seperti menilai.

Ford tidak kelihatan seperti jenis orang yang hobi bicara atau mau datang bersosialisasi, membuat Ratna heran bagaimana lelaki suram seperti itu bisa mendapatkan hati Carol. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Ford mengekspresikan perasaan sayang.

Carol, di sisi lain, menunjukkan perasaannya terang-terangan. Begitu melihat suaminya muncul, ia segera bangkit dan mengecup bibir lelaki itu. Ratna tidak sanggup melihat.

“Dia Ratna, kontraktor sebelah rumah,” Carol memperkenalkan.

Ratna mengalihkan pandangan dari Forte yang bermain kulintang mini. Ia mengangguk sopan pada Ford sebagai salam.

“Kuliah?” Ford bertanya. Suaranya berat dan rendah, hampir seperti berbisik dari dasar sumur.

“Oh, saya —aku bekerja,” Ratna menjawab gugup. Lelaki di depannya kelihatan mengintimidasi, bahkan meski ada Carol menggelayut manja di lengannya. “Di kantor pos.”

“Oh! Pegawai Negeri?” Ford melebarkan mata, kemudian melakukan hal yang tidak terduga. Lelaki itu tersenyum. “Silakan duduk, anggap saja rumah sendiri.”

Sejak saat itu, Ratna merasa pagar dingin yang membatasinya dari keluarga itu lenyap. Entah bagaimana, keganjilan dan rasa ngeri yang selalu melandanya seperti tersibak hilang, seolah itu adalah hal yang bisa disingkirkan dengan gampang oleh Ford.

--

--