Setelah mendapat pesan dari Janu yang akan segera tiba 30 menit lagi, Shenina segera membuka concealer yang tadi malam ia dapatkan dari Alya. Setiap kali ia menerima tanda lebam ditubuhnya pasti ia akan menyamarkan luka itu.
Shenina tak ingin orang lain melihat apa yang keluarganya lakukan, ia ingin orang lain tau dirinya bahagia dalam rumah ini. Semua lebam yang terlihat sudah hampir tersamarkan, sehingga ia bergegas bangkit namun ketika ia berdiri pintu kamar miliknya terbuka dan ternyata sang ayah ada disana.
“Gue ingetin sama lo sekali lagi… lo jangan macem-macem dan lo jangan sampe buat si Janu tau kalau gue yang buat lo begini. Sampe gue tau kalau si janu tau soal ini.. abis lo sama gue”
Shenina sungguh tak bertenaga saat ini, ia sungguh ingin segera keluar dan tak pernah pulang lagi kesini. Shenina menarik koper miliknya dan ternyata Janu sudah menunggunya di ruang tamu.
“Ayo janu, aku capek banget” Ajak Shenina, Janu mengangguk dan segera berdiri. Tak lupa ia juga berpamitan pada bapak dan ibu dari Shenina.
Mobil Janu sudah berkendara sejak 20 menit yang lalu, namun keheningan dalam mobil ini tak bisa terhindarkan. Shenina tertidur, semalam ia tak bisa tidur karena ketakutan.
Entah apa yang ia rasakan, tetapi saat ini ia merasa aman. Janu paham mungkin ada hal yang terjadi kemarin, serta ia yakin masalah tersebut bukanlah ranahnya karena saat ini ia masih terhalang status yang tidak jelas.
Janu menatap tangan Shenina sejenak, ia hanya bisa menghela nafas. Ada satu yang dipikirkannya kapan kah jarinya dan jari indah milik wanita itu bisa saling bertaut?
Tak terasa kini mobil yang dikendarai Janu sudah tiba di kantor milik Shenina, sebelum tertidur Shenina memintanya untuk mengatar dirinya menuju kantor. Janu melirik jam ditangannya sudah menujukan pukul 10, sejujurnya ia tidak tega namun ia harus bergegas menuju kantor karena ada beberapa rapat.
“Nin…” Panggil Janu. Tetapi tak ada respon, Janu menepuk pelan lengan Shenina. “Nin” Panggil Janu pelan. Panggilan Janu tersebut membuat Shenina tersentak kaget dengan tangan yang berusaha melindungi dirinya.
“Hey tenang .. ini aku” Ucap Janu karena melihat Shenina ketakutan. Shenina yang tersadar akan hal itu segera menghempaskan tangannya lemas, ia ketakukan. Sekali lagi airmatanya terjatuh.
Janu membuka seatbelt miliknya dan membuka seatbelt milik Shenina. Ia segera menarik Shenina kedalam pelukannya, meskipun ia akan telat tapi sekarang Shenina lebih membutuhkan dirinya.
Tangisan Shenina semakin keras bahkan kemeja putih milik Janu sudah basah oleh airmata wanita itu, Janu tak keberatan ia senang jika wanitanya berbagi kesedihan dengannya.
Ponsel Janu sudah berdering entah berapa kali, Shenina sadar pria ini meninggalkan pekerjaannya. Pelukan Janu secara ajaib berhasil membuatnya sedikit lebih lega.
Shenina menarik dirinya dari pelukan Janu. Ia menghapus airmatanya yang tersisa. “Aku masuk dulu, makasih nu” Ucap Shenina pelan, setelah mengucapkan itu Shenina segera bergegas keluar dan tak lupa ia mengambil kopernya dibagasi.
“Nin” Panggil Janu, Shenina menaikan alisnya seakan bertanya ada apa. Janu menghampirnya. Janu memegang wajah Shenina dengan kedua tangannya.
“Kamu gak sendiri, kamu punya aku” Ucap Janu dengan tegas sembari menatap mata sembab Shenina. Tak lupa setelah itu ia mengecup dahi milik Shenina. Tentu saja Shenina terkejut bukan main setelah mendapat pernyataan seperti itu lalu tiba-tiba Janu mencium dahinya, tentulah membuat Shenina terkejut serta berdebar.