Ada apa dengan Seni
Mungkin bisa dibilang aku menyukai seni sejak umur balita. Orang-orang bilang, kemampuanku menggambar jelas seperti ibuku.
Tapi aku bukan hanya suka menggambar dengan krayon atau cat air, aku juga suka menempelkan kertas menjadi sebuah gambar, aku juga suka membuat berbagai bentuk unik dengan origami, dll.
Saat aku memasuki sekolah menengah pertama, aku sadar, bahwa aku benar-benar menyukai seni.
Lalu kemudian aku menemukan bahwa seni bukan hanya ada di gambar, namun ada di tulisan, tontonan, kata-kata, dan lain-lain.
Aku jatuh cinta pada aksara. Bapak, pernah mengatakan bahwa saat kecil aku suka membaca tulisan-tulisan yang ada di jalan, seperti poster toko matrial, tulisan sedot WC di tiang, iklan-iklan di baliho, dll. Aku merasa bahwa tulisan, adalah seni yang sangat jelas, dan jika di kemas sedemikian rupa, bahkan akan lebih indah dari gambar yang dapat kita lihat.
Sejak itu, aku suka sekali membaca buku, walau terkadang aku sangat membenci buku pelajaran sekolah, hehe.
Kita kembali ke gambar. Teman-temanku di sekolah tahu, bahwa aku sangat suka menggambar, terkadang mereka juga menonton aku yang sedang menggambar. Semua baik-baik saja sampai pada saat aku beranjak SMA, semua berubah. Bukan aku yang menjadi tidak bisa menggambar, bukan aku yang menjadi benci menggambar. Tapi justru rasa sayangku terhadap seni melonjak dan kemudian menjadi kegelisahan.
Ada seseorang yang berulang kali mengatakan bahwa menggambar wujud manusia itu tidak boleh, berdosa katanya. Ada yang bilang bahwa tidak boleh menggambar terlalu sempurna, ada juga yang berkata tidak boleh sama sekali menggambar makhluk hidup dalam agama.
Gelisah, lalu aku berhenti menggambar untuk beberapa waktu sambil mencari tahu mana yang benar. Mungkin terdengar lebay, tapi aku menangis. Benarkah apa yang aku lakukan ini dosa?, Ada beberapa pendapat ustadz yang mengatakan boleh² saja, ada yang mengatakan boleh asal tidak sempurna, ada yang mengatakan tidak boleh sama sekali.
Sampai kemudian beberapa bulan kemudian aku mencoba meyakinkan diriku untuk mulai menggambar kembali, entah mana yang benar, aku mengambil yang “boleh asalkan tidak sempurna", seperti dihilangkan badannya, bagian tubuh ataupun wajah.
Kemudian beberapa tahun kemudian aku berfikir bahwa, jika gambarku seperti anak TK, apakah tetap menjadi dosa? Semua itu masih menjadi pertanyaan bagiku. Dan aku tetap melakukan seni dengan caraku.
Maafkan aku dengan kurangnya ilmu ini. Ini hanya pengalamanku saja, aku menerima kritik dan saran.
Salam dariku, si seniman kampung yang sangat mencintai seni.