Seperti Diburu Hantu Komunisme…

SAFEnet Voice mencatat sejak 2015, 73 persen pelanggaran kebebasan berekspresi dan berkumpul di Indonesia dilakukan dengan tuduhan penyebaran komunisme.

Nurcholis Art
nurcholisart
3 min readMay 5, 2017

--

Pada 1 Mei 2017, Pameran Seni Rupa dengan tema Melihat Lebih Dalam Wiji Thukul karya Andreas Iswinarto di Semarang, mendapatkan protes dari beberapa organisasi masyarakat. Acara itu dituduh sebagai arena penyebaran komunisme. Tapi tuduhan itu dibantah, menurut panitia acara, tuduhan tersebut tentu saja bohong.

Tapi, akibat dari tuduhan tersebut, acara yang rencananya mulai diadakan pada 1 Mei 2017, di gedung Sarikat Islam Semarang, terpaksa ditunda. Hal itu terjadi lantaran pengelola Wakaf Gedung Sarikat Islam merasa keberatan atas penyelenggaraan acara.

Apa yang terjadi pada Pameran Seni Rupa tersebut bukan lah satu-satunya. Sebelumnya, banyak acara-acara seperti diskusi, nonton film, bahkan penerbitan produk jurnalistik dianggap sebagai “PKI gaya baru.”

Padahal, pembatasan atau pelarangan terhadap jalannya acara tersebut bisa menjadi bagian dari pelanggaran terhadap kebebasan bereskpresi dan berpendapat. SAFEnet voice mencatat, selama dua tahun terakhir, ada 59 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi dan berkumpul.

Dari 59 kasus pelanggaran, 43 kasus atau sekitar 73 persennya adalah pelanggaran dengan tuduhan penyebaran ajaran komunisme. Sedangkan pelanggaran-pelanggaran lainnya dilakukan dengan tuduhan LGBT sebesar 7 persen atau sebanyak 4 kasus. Dan isu “penentuan nasib sendiri” bangsa Papua sebesar 5 persen atau 3 kasus. Artinya, penyebaran ajaran komunisme merupakan tuduhan terbanyak untuk melakukan pelanggaran.

Peristiwa-peristiwa yang direpresi dengan tuduhan komunisme sebagian besar adalah acara pemutaran film sebanyak 16 kasus. Diskusi, lokakarya, dan seminar sebanyak 14 kasus. Pertunjukan sebanyak 3 kasus. Dan perkumpulan 3 kasus. Pelanggaran kebebasan bereskpresi dan berkumpul dengan tuduhan penyebaran komunisme itu terjadi dalam bentuk pembubaran acara maupun peristiwa lainnya.

Dalam kasus ini, kepolisian ternyata malah menjadi elemen yang paling sering melakukan pelanggaran. Kepolisian melakukan pelanggaran sebanyak 27 kali. Kemudian, pelaku berikutnya disusul oleh ormas-ormas semacam FPI, FUI, dan GPK.

Adapun pihak penyelenggara yang menjadi korban represifitas adalah elemen dari perguruan tinggi. Yang dimaksud di sini adalah seperti Unit Kegiatan Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, acara yang diadakan kampus, dan lainnya. Pelanggaran terhadap acara-acara yang diselenggarakan oleh elemen perguruan tinggi terjadi sebanyak 18 kali. Disusul oleh acara yang diadakan oleh LSM sebanyak 9 kali.

Pelanggaran dengan tuduhan komunisme ini banyak terjadi terutama di Yogyakarta sebanyak 10 kasus atau kurang lebih 23 persen. Kemudian diikuti dengan Jakarta sebanyak 5 kasu atau kurang lebih 12 persen.

--

--