Walaupun tren tingkat hunian gedung kantor diperkirakan turun pada tahun 2018, tetapi sejumlah pengembang gedung perkantoran masih melihat adanya kebutuhan yang cukup besar dari beberapa sektor bisnis seperti e-commerce dan co-working space. Hal inilah yang membuat pengembang masih yakin melihat potensi pasar dari perkantoran akan tetap positif pada tahun ini.
PT Ciputra Residences contohnya, anak usaha dari Grup Ciputra tersebut memiliki beberapa proyek perkantoran salah satunya adalah Citra Towers yang berada di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.
BACA JUGA :
Aplikasi Smartphone Penunjang Produktivitas di Kantor
Menakar Manfaat Helipad di Gedung Perkantoran
Narraya Sastrawinata, selaku Direktur PT Ciputra Residence mengatakan, kebutuhan akan gedung perkantoran nantinya akan lebih banyak disumbang dari sektor e-commerce. Citra Towers, menurut Narraya sebagian besar sudah laku terjual hingga 75 persen.
Tak hanya itu, Ciputra Residences juga memiliki proyek perkantoran di Jakarta yang rencananya akan disewakan yakni proyek Ciputra World II dan proyek Ciputra International. Untuk Ciputra World II pembangunannya baru saja selesai, dan untuk proyek Ciputra International ditargetkan akan rampung pada tahun ini juga.
Pengembang lainnya, Waskita Karya Realty. memilih untuk menjual gedung perkantorannya daripada menyewakan. “Karena jika sewa, menunggu recurring income-nya cukup lama,” kata Tukijo Direktur Utama PT Waskita Karya Realty, Selasa (9/1/2018).
Sebagaimana diketahui, anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk ini tengah mengerjakan proyek perkantoran hasil kerja sama dengan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) di bilangan MT Haryono Jakarta timur yang diberi nama Waskita Rajawali Tower.
Tukijo mengklaim, gedung kantor tersebut sudah terjual hingga 100 persen. Adapun harga jual perkantoran tersebut berkisar Rp 35 juta hingga Rp 40 juta per meter persegi.
Menurut Tukijo potensi perkantoran ke depan masih cukup positif hingga tahun 2019, tetapi perseroan masih ragu untuk mengembangkan proyek sejenis di kota Surabaya karena kondisi pasar di sana yang belum cocok dengan model bisnis Waskita Karya.
