Buka Kerai

Januari 2015

faia faaizah
3 min readSep 12, 2016

Kegagalan menumbuhkan sebuah brand bukan berarti langkah harus terhenti dan tak menelurkan apapun setelahnya. Berangkat dari brand pertama bernama MANA yang sudah terminated, saya ingin kembali menciptakan yang baru. Maka walaupun tidak cepat, Januari 2015 tepatnya 1 (satu) tahun setelah MANA tiada, lahirlah Kerai…

Logo Kerai

Saat itu Nukky (teman saya di MANA) yang menyemangati dan menjadi partner saya untuk kembali menciptakan sebuah produk sejenis MANA (tas atau totebag), tapi dengan konsep yang berbeda yaitu fully printed material. Sebagai awal, maka saya yang termasuk brand identity enthusiast membuat logo Kerai. 3 (tiga) image amat melekat pada brandmark ini, yaitu cheerful, playful, dan colourful.

Artwork pertama Kerai — Colourful Handbag

Konsep fully printed material pastinya membutuhkan artwork to cover all material of textile. Maka saya menggambar artwork pertama Kerai, yaitu colourful handbag. To be honest, saat membuat artwork ini saya sendiri tidak menemukan feel-nya, which was I just ONLY got the “look”. Lantas, dari mana asal-usulnya saya bisa membuat artwork seperti visualisasi di atas?

1 (satu) tahun setelah lulus, saya masih aktif bekerja sebagai freelance illustrator sambil full-time di sebuah perusahaan milik negara. Mengisi waktu luang, akun instagram saya juga dipenuhi dengan post-ingan karya-karya kecil ilustrasi tangan saya. Hal ini yang merupakan asal-usul pembentukan hingga akhirnya saya menemukan karakteristik visualisasi sebagai hand-drawn signature.

Beberapa karkateristik visualisasi yang sudah saya temukan (LOOK) :
1. Ketertarikan pada gambar repetitif.
2. Ketertarikan pada gambar membentuk pola tertentu.
3. Penggunaan cat air sebagai alat pewarna.
4. Penggunaan teknik splashy yang saya pelajari saat gabung di komunitas Indonesia’s Sketchers

Elemen grafis yang belum saya temukan (FEEL) :
1. Warna, ibarat musik ini genre-nya.
2. Cerita, ibarat film ini storyline-nya.

Selain artwork, Kerai juga butuh media implementasi untuk akhirnya menjadi produk yang dapat dijual. Maka tak hanya penggalian pada karakteristik visualisasi, saat itu saya juga melakukan riset kepada 100 orang responden perempuan sebagai target pasar Kerai. Totebag dan pouch adalah jawaban tertinggi sebagai barang yang akan mereka beli.

Riset produk Kerai

Setelah itu saya melakukan riset jasa percetakan tekstil untuk menerapkan artwork saya di atas lembaran kain. Namun sayangnya tak ada semangat lebih. Hasil proof print Kerai sangat tidak OK dan menurut saya belum layak jual karena feel dari warna-nya belum saya temukan, selain itu juga belum memiliki story yang kuat dalam artwork-nya.

Nukky memiliki kesenangan pada warna-warna yang nyentrik, such as electric blue, light fuschia, neon yellow, tosca, etc. Saya menyenangi warna-warna earthy tone yang tenang sejenis nude, creamy mocca, black, broken white, misty grey, dusty pink, dan baby mint. Nukky menyukai mixed media (3D), dimana saya menyukai media dua datar (2D). Menyatukan konsep ini tidaklah mudah dan kami tarik kesimpulan seni instalasi. Hanya saja, eksekusinya sulit karena harus menggabungkan beberapa media yang mana sangat-sangat egdy dan cukup time-consuming. Pasarpun menjadi sangat niche dan Minimun Viable Product (MVP) sangat tidak feasible.

Berhentilah sampai disitu. Lagi-lagi karena produk ini masih “gak gue banget” dan belum jelas akan seperti apa (kesulitan membuat MVP-nya karena konsep yang tak terarah). Kerai pun tak menjadi apa-apa melainkan hanya sebatas ide dan proof print pada sehelai tekstil kanvas. Lantas bagaimana cerita build brand saya berlanjut? Saya cari tahu terus hingga satu tahun kemudian…

--

--

faia faaizah

currently in love with pattern illustration for fashion-end use