Rasi Bintang

waradox
3 min readSep 2, 2023

--

Photo credit to: https://pin.it/2yIlIKt

Malamku selalu dipenuhi dengan cerita. Ada yang penuh dengan kegembiraan, gundah, khawatir, dan masih banyak lagi. Namun, malam ini cukup berbeda. Malam ini adalah malam yang indah, malam yang diselimuti oleh benda-benda langit yang tampak cantik jelita yang mustahil untuk digapai. Angin terus berhembus dari darat ke laut terasa sangat dingin membekukan tubuhku bagaikan balok es. Suara alunan ombak di ujung sana selalu bisa membuatku merasa nyaman untuk bersemayam di sini, rumahku.

Ya, kalian tak salah dengar. Aku dan keluargaku sudah bertahun-tahun menghuni rumah mungil sederhana di pesisir pantai ini. Teman-temanku selalu bertanya,

“Memang, hidup di pesisir pantai itu enak, ya?” tanya mereka yang hanya bisa membuatku tertawa kebingungan.

“Kamu tidak tahu saja betapa istimewanya hidup berdampingan dengan banyaknya benda-benda di air dan di langit sembari membuat istana besar impianku dengan pasir pantai di sini,” angkuhku.

“Memangnya mereka bisa membuatmu bahagia?” sahutnya penasaran.

“Tentu saja!” jawabku.

Photo credit to: https://pin.it/3Es3Pz1

Melihat betapa mesranya bulan dan bintang menari di gelapnya malam membuatku terus menggerutu,

“Apakah mimpiku yang tinggi sepertimu bisa ku raih, bintang?”

Lamunanku terhanyut di bawah sinar rembulan yang terus menampakkan dirinya tak mau kalah dengan sang mentari di pagi hari.

Sebelum tidur, aku selalu menyempatkan waktuku untuk bercerita tentang hari ini kepada ciptaanNya, bintang. Mengingat mimpiku yang dahulu sering kali diremehkan oleh orang-orang disekitarku membuatku tak pecaya diri lagi. Mimpiku yaitu menjadi seorang Dokter, terdengar aneh bukan. Bagaimana tidak, seorang anak yang hanya terlahir dari keluarga sederhana dan tak punya barang-barang mewah sedikit pun ingin menjadi seorang dokter.

Dari situlah banyak orang menganggap bahwa diriku tak akan pernah bisa menjadi dokter. Saat itu aku sungguh kehilangan arah, tak tahu ingin menjadi seseorang seperti apa, tak tahu ingin bekerja apa nantinya, dan tak tahu bagaimana cara membahagiakan orang tuaku.

Aku selalu berkata kepada bintang bahwa diriku tak layak untuk bisa meraih kesuksesan. Karena dahulu diriku menganggap kesuksesan hanya bisa diraih oleh orang-orang yang berprivilege.

Namun stigma tersebut telah ku patahkan semenjak aku sadar bahwa sebenarnya diriku lah yang hanya terbelenggu dan terpengaruh oleh perkataan orang-orang yang sebenarnya belum pernah terjadi sama sekali di dalam hidupku.

“Sudahlah! orang sepertimu tidak cocok menjadi dokter!”

“Menambah beban keluarga saja kamu!”

Nyatanya, terlahir sebagai seorang anak dari keluarga sederhana bukan menjadi hambatan bagiku untuk meraih cita-citaku menjadi seorang dokter. Sungguh, kata ‘Terima kasih’ saja tak akan cukup untuk ku utarakan kepada orang tuaku yang sangat menyayangiku dan selalu mendukungku meskipun mereka tahu mereka bukanlah orang yang mampu. Usaha yang mereka berikan kepadaku tak akan bisa terhitung sedemikian rupa.

5 tahun berlalu, perjalananku sebagai seorang dokter gigi sangat dipenuhi dengan suka duka. Di titik ini sekaligus menjadi hal terberat bagiku karena harus merelakan kedua orang tuaku untuk singgah ke ‘Rumah’ barunya bersama sang Pencipta di sana. Setiap malam, selalu ku sempatkan untuk mendoakan mereka. Tak akan ku lupakan betapa hebatnya perjuangan mereka demi menjadikanku sebagai pribadi yang luar biasa. Aku yakin, kedua orang tuaku sungguh melebarkan senyumanannya melihat anaknya yang sukses sekarang berkat perjuangan mereka.

Bahagia selalu, Pak, Bu.

— Rasi

--

--