Kini sepasang kekasih itu sedang duduk di sebuah kursi yang berada di pojok ruangan suatu restoran cepat saji. Bukan tanpa alasan mereka memilih untuk berada di tempat ini, mereka atau lebih tepatnya Millie tak ingin es krim kecintaannya itu mencair jika harus menunggu sampai di apartmen. Itulah mengapa akhirnya mereka berakhir disini, memesan dua buah es krim dan satu kentang goreng.
“Kikin, aku laper deh.” ucap Millie saat ia menyelesaikan satu cup es krim dan satu wadah kentang goreng.
“Makan sekalian mau? Pesen nasi sama ayam aja ya dut? Aku pesenin ya?”
“Pulang aja yuk, nasi di rumah masih ada kan?” Keen hanya mengangguk dengan wajah bingungnya. Memang sejak mereka tinggal bersama mereka memutuskan untuk selalu memasak nasi dengan rice cooker yang dimiliki oleh Millie saat ia masih kost.
“Aku pengen masak nasi goreng,” ucap Millie lagi dengan senyum di wajahnya.
“Emang bisa?”
“Jangan salah, nasi goreng itu masakan kedua yang aku jago bikinnya setelah mie instan” ucap Millie bangga.
“Berarti sekarang mau pulang aja sayang?” tanya Keen sembari mengusap puncak kepala Millie, mendapat anggukan sebagai jawaban.
“Yaudah ayo,” ajak Keen.
“Ih itu es krim abisin dulu.” ucap Millie pada Keen yang telah bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju apartmen mereka yang kira-kira hanya berjarak 10 menit lagi.
“Udah gapapa, kasian itu perut ndut keburu laper,” senyum Keen sembari mengulurkan tangannya pada Millie yang berada di sebrang meja, mengajaknya untuk berjalan di sisinya.
Keen melingkarkan tangannya pada pinggang Millie, yang dirangkul hanya tersipu dengan sikap lembut lelaki berotot tersebut.
Sesampainya di apartemen Keen langsung membersihkan dirinya, sedang Keen hanya menyingsingkan kemejanya dan memakai celemek. Ia langsung mengeksekusi setiap bahan yang ia gunakan untuk membuat nasi gorengnya malam itu.
Beberapa menit kemudian, “Gila wangi banget dut, tadi aku mandi sampe kecium loh wanginya,” ucap Keen yang datang dari arah kamar tidur. Millie hanya menyunggingkan senyum bangga atas pujian Keen pada masakannya kali ini.
Setelah itu, Millie mengarahkan satu sendok penuh nasi goreng ke arah Keen, meminta kekasihnya itu untuk mencicipi hasil masakannya.
“Enak gak?” tanya Millie
“Puol, enak banget gila,” ucap Keen dengan penuh ekspresi di wajahnya. Kemudian ia mencuri kecupan singkat dari pipi Millie, “Tapi enakan ini.” goda Keen, membuatnya mendapat pukulan sayang dari Millie.
“Udah sana ah, siapin minum. Abis ini kita mam,” ucap Millie kemudian.
Keen menurut dan bergegas menyiapkan dua buah gelas yang ia letakkandi atas meja makan. Sedang dirinya hanya duduk di satu sisi kursi meja makan, menanti kekasihnya menyajikan sepiring nasi goreng yang sebenarnya sedikit asin tapi cukup nikmat untuk lidahnya.
Mereka menghabiskan hidangan malam itu dengan tenang. Makanannya sederhana, rasanya pun sederhana tak senikmat nasi goreng abang-abang yang berjualan di gerobak. Namun, kebersamaan lah yang membuat semuanya terasa begitu nikamt. Obrolan ringan diantara dua kekasih yang sempat bersitegang. Obrolan ringan yang menceritakan tentang Millie yang hari ini tak begitu banyak pekerjaan, sedang yang lainnya hanya menceritakan kegiatan sehari-harinya sebagai penjaga setia rumah mereka.
Setelah bebarapa menit waktu terlewati, akhirnya acara makan mereka selesai. Keen yang menawarkan diri mencuci piring serta peralatan masak langsung diterima sepenuh hati oleh Millie. Siapa yang tak mau jika beban pekerjaannya sedikit berkurang atas bantuan kekasihnya itu. Sedang Millie ia pamit undur diri untuk membersihkan dirinya yang sudah bercampur keringat.
Millie selesai dengan kegiatan mandinya setelah beberapa saat. Melihat hal tersebut, Keen langsung meletakkan ponselnya di nakas samping tempat tidurnya. Ia tersenyum menatap ke arah Millie yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
“Tumben gak pake hair dryer?” tanya Keen.
“Mau pake hair dryer manual, tangan berotot Kikin,”
“Hhaha, sini sayang,” tawa Keen kemudian mengundang Millie untuk bergabung dengan dirinya di atas kasur.
Setelah itu mereka duduk berhadapan dan Keen membantu Millie untuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tak ada obrolan diantara keduanya, hanya Keen yang begitu telaten mengeringkan rambut basah Millie yang sewangi vanilla.
“Dah siap, Miyii.” ucap Keen sesaat setelah rambut Millie tampak cukup kering untuk ia bawa tidur malam ini.
Millie dengan impulsifnya langsung memeluk lelaki yang duduk bersila di hadapannya, karena Keen yang tak siap dan posisinya yang tak seimbang akhirnya keduanya tertidur diatas kasur. Dengan Millie yang berada di samping keen dan memeluk erat pinggang bermata sendu itu.
Keen melempar handuk yang masih ia pegang ke sembarang arah. Kini ia memfokuskan perhatiannya pada lelaki manis yang tengah sibuk memeluknya erat itu.
“Lain kali bikin salah yang banyak ya, biar aku sering dipeluk gini,” goda Keen.
Millie yang posisi kepalanya tepat berada di bawah ketiak Keen mendongak menatap kekasihnya, “Maafin aku Mas Kikin,”
“Apa? Gimana?”
“Maafin aku,”
“Tadi manggil apa? Aku gak denger,”
“Maafin aku Mas Kikin.” kalimat tersebut berhasil membuat Keen tertawa lebar. Tak pernah ia dengan Millie memanggilnya dengan sebutan tersebut secara langsung. Millie hanya vokal memanggilnya demikian ketika di chat.
“Lain kali, kalo ada apa-apa itu jangan suka bikin presepsi sendiri ya manis. Harus ada informed consent dari aku. Bukan cuma aku sih, sama siapapun nanti. Jangan kamu mengasumsikan A tapi taunya lawan bicara kamu maunya B. Oke, sayangnya mas?” Keen masih menatap Millie yang mendongak menatap dirinya, memainkan beberapa helai rambut Millie.
“Iya Mas Kikin. Maaf ya, aku harusnya emang nanya lagi. Tapi kemaren malah karena sibuk jadinya begitu deh gak sempet lagi nanya kamu dan berasumsi kamunya pulang duluan. Maaf ya, mas gantengku?”
Kalah, Keen Octavian kalah telak. Ia membalikkan badannya ke lain arah, melepaskan rangkulannya pada pundak Millie, menghindari Millie yang masih menatapnya. Ia menyembunyikan wajahnya pada bantal yang tadi menjadi tumpuan kepalanya. Padahal saat itupun Millie masih melingkarkan kedua tangannya pada pinggang. Tapi mana peduli, Keen benar-benar dibuat salah tingkah oleh panggilan Millie.
“Mas, kok dipunggungin sih akunya?” tanya Millie lagi yang menarik ujung baju Keen. Ia belum menyadari bahwa kekasihnya itu sedang salah tingkah.
“Maaaaaassss~” panggilnya sekali lagi.
“Mau cium ih.”
Keen langsung membalikkan badannya, kembali menghadap ke arah Millie kemudian menangkup wajah mungil kekasihnya, “Kamu bisa gak stop imut Mill? Jantung aku gak sehat lama-lama gara-gara kamu, tau gak?” Millie yang pipinya kegencet hanya menggelengkan kepalanya heran.
“Mas salting ya?” tanya Millie yang wajahnya masih ada dalam tangkupan tangan Keen.
“Pake nanya, sini mana bibir yang mau dicium,”
Millie tersenyum sekilas lalu memajukan beberapa senti bibirnya, menyuguhkan bagian tubuh favorit Keen Octavian. Keen dengan penuh senyuman di wajahnya langsung menghujani lelaki manis itu dengan kecupan-kecupan singkat di bibir plum kesukaannya.
“Masa dikecup doang sih. Maunya lebih, mas gantenggg,” rengek Millie.
“Sial,” batin Keen, kini kekasihnya tahu kelemahannya.
“Coba bilang lebihnya tuh kemana? Ciuman aja atau lebih lagi?” tanya Keen kemudian.
“Diihh, mesum betul manusia ini. Aku cuma mau ciuman bukan lebih dari itu.”
“Lah kamu ya yang ngomongnya ambigu,”
“Kamu tuh yang mesum Kikin,”
“Yaudah deh gajadi, masa pacarnya dikatain mesum. Aku mau tidur aja” Keen melepaskan tangkupan tangannya pada wajah Millie.
“Dih curang. Mau ciuuuummm, Kikiiinnn.” rengek Millie sekali lagi sembari menarik baju Keen yang telah siap membalikkan badannya.
Keen yang melihat tingkah lucu Millie benar-benar tak bisa melepaskannya kali ini. Meskipun ia memang tak berniat untuk tak menciumi manusia kesayangannya itu hingga lelah. Namun, malam ini Millie benar-benar merengek meminta untuk dicium dan hal tersebut bagai keajaiban bagi Keen.
*bayangin sendiri lanjutannya ya wkwkwk, tp belum unboxing