Stings

pannc4kes
4 min readMar 12, 2023

cw // cursing, hurt, slight cheating

bacanya sambil dengerin lagu sedih biar lebih kerasa (recommendations : TV — Billie Eilish, Car’s Outside — James Arthur, Right Now — 1D)

You know I can’t fight the feeling, and every night I feel it. Right now, I wish you were here with me!

Di sebuah ruangan kedap suara, berisi seorang pria yang sedang meneriakan isi hatinya dalam alunan lagu, berharap dapat mencapai pria yang ia cintai sejak enam tahun lalu. Menyandarkan kepalanya pada pundak kursi gaming yang ia duduki selang beberapa lagu. Berulang kali memeriksa gawai nya, merasa gelisah menunggu notifikasi jawaban dari pria yang ia cintai.

Bangsat, aku harus nunjukin gimana lagi kak kalo aku sesayang itu sama kamu”. Bisiknya, menatap langit ruangan dengan tatapan kosong.

Gawai yang sedari tadi diam seribu bahasa kini berdenting, menandakan ada pesan yang masuk. Dengan cepat pria itu menekan tombol nyala dan melihat tampilan notifikasi yang masuk.

“Iklan doang ngen — ”. Ucapannya terhenti ketika notifikasi panggilan telepon muncul. Nama panggilan yang tertera pada notifikasi lantas membuat pria itu tidak ragu menekan tombol hijau.

‘konsonan langit kak hesa sayang’

Ucapan ‘halo’ dari seberang sana membuat hati pria bernama Ryan ini terasa sesak bagai dikurung di dalam sebuah ruangan sempit tanpa ventilasi. Suara pria yang ia cintai terdengar serak, terisak, dan menyayat hati, berulang kali meminta maaf dan meminta tolong untuk menghampirinya di suatu lokasi yang tak jauh dari tempat Ryan tinggal. Ryan menyambar pintu, berlari keluar hanya mengenakan sandal, tak ingin menyiakan sepersekian detik.

Napas Ryan tersenggal, keringat bercucuran, kakinya seperti mati rasa, dampak dari berlari menerjang angin malam tanpa henti selama kurang lebih sepuluh menit. Ia mendorong pintu cafe yang bernuansa coklat itu, matanya sibuk mencari keberadaan pria kesayangannya, berjalan mendekati pria dengan surai berwarna abu-abu yang tengah menangis dalam diam dengan wajah yang menunduk.

“Kak Hesa”. Panggilan lembut Ryan membuat Hesa mengangguk tanpa mengurangi jumlah bulir air mata yang keluar dari kedua mata bulatnya itu.

Bagai dikendalikan sepenuhnya oleh hati dan perasaan, Ryan bergerak pelan dan menuntun Hesa untuk bangkit dari duduknya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Di Lain sisi, Hesa hanya menurut dan berjalan dengan tangan Ryan bersandar di pinggangnya, menyalurkan rasa aman dan nyaman, perlahan meredakan tangisan Hesa.

Susu coklat panas dan wangi dari roti mentega manis menyambut indra penciuman Hesa. Kini kedua pria itu tengah duduk dengan nyaman di sebuah sofa empuk milik Ryan si tuan rumah, sama-sama menunggu yang lain untuk membuka suara.

“Dimakan rotinya kak”. Melihat Hesa tak bergeming, Ryan mengambil pisau dan garpu kemudian memotong kecil-kecil roti yang sudah dihidangkan untuk Hesa.

“Ryan, maaf”. Getaran pada suara Hesa menyadarkan Ryan bahwa pria cantik itu hendak menangis lagi. Ryan menghela nafas pelan dan membawa tangan kanannya untuk mengelus punggung Hesa yang terbalut sweater hitam.

“Maaf kenapa kak Hesa?”. Seluruh atensi Ryan kini tertuju kepada pria yang duduk mengecil di sebelahnya.

“Maaf, aku ngga ada pilihan lain selain manggil kamu. Maaf, padahal aku udah bilang hal yang ngga enak dibaca di imess tadi. Maaf, dengan aku yang begini pasti keliatan kayak ngasih harapan ke kamu”. Hesa enggan untuk menatap kedua mata Ryan, ia memilih untuk tetap menunduk memandang susu coklat yang mendingin.

“Meski kakak nggak bermaksud buat ngasih aku harapan, aku seneng. Aku seneng karna aku termasuk salah satu orang yang bisa bantu kak Hesa. Meski gitu, aku juga bingung kak sama semuanya, I feel like I’m missing some chapters here, mind sharing about what happened earlier?”. Ryan tersenyum tipis, mengabaikan hatinya yang merasakan sakit yang samar.

“Waktu kita chatting tadi, aku udah di cafe itu agak lama, and just after I sent the last text to you, dia dateng Ry. Dia bahkan berani nyapa aku, aku bukannya masih sayang sama dia, tapi ngeliat dia yang begitu santainya nyapa aku kayak nggak pernah nyakitin aku sebelumnya bikin aku sakit kayak jatuh dari lantai 10”. Napas Hesa tercekat, diam sebentar sebelum melanjutkan ceritanya.

“Beruntungnya dia cuma mampir beli donat. Dadaku sesak, mataku buram, aku panik, dengan impulsif aku telepon kamu yang kontaknya ada di paling atas. Maaf”. Pertahanan Hesa kembali runtuh, ia terisak. Memorinya bersama dia — mantan terakhir Hesa terputar kembali, memori yang menghangatkan hati berakhir dengan memori perselingkuhan dia di atas ranjang yang menyayat hati pria manis itu.

Melihat Hesa yang hancur seperti itu membuat Ryan tak tahan untuk mendekap kak Hesa kesayangannya, hatinya ikut sakit. Prioritasnya saat ini adalah menjadi rumah kedua untuk Hesa, ia ingin Hesa mengeluarkan semua rasa sakit dan kesedihan kepadanya, sekalipun itu ikut menyakiti hati mungilnya sendiri.

“I see, udah banyak luka di hati kakak. Udah terlalu banyak, and that’s why I would never hurt you, you’ve had enough. I want you kak, I can treat you better, the best of the best than your pasts. Trust me, I love you.

Malam itu dihabiskan oleh dua pria yang bertukar pelukan. Menyampaikan perasaan masing-masing, menyampaikan pikiran dan asumsi yang telah membebani diri, hingga tertidur pulas dalam kehangatan satu sama lain.

--

--