RUU Cipta Kerja: Kebijakan yang Relevan Demi Pertumbuhan Ekonomi?

Pantau Ekonomi
8 min readJul 15, 2020

Ditulis oleh Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM, Penelitian BPPM Equilibrium FEB UGM, dan Departemen Kajian dan Penelitian Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) FEB UGM.

Pada dokumen visi Indonesia 2045, tercatat bahwa pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan salah satu pilar visi Indonesia 2045 (Bappenas 2017). Dalam skenario dasar (baseline), pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara dengan pendapatan domestik bruto (PDB) terbesar kedelapan di dunia. Bahkan, dalam skenario tinggi, Indonesia ditargetkan untuk menjadi negara dengan PDB terbesar keempat di dunia pada tahun 2045.

Berdasarkan data The World Bank (2019), diketahui bahwa pada 2018, Indonesia menempati peringkat keenambelas dengan PDB sebesar 1,042,173 juta USD. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5,03 persen per tahun. Secara lebih spesifik, dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 1 Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 1961–2018 (World Bank, 2020)

Angka ini dinilai belum cukup kuat untuk menghindarkan Indonesia dari fenomena middle income trap. Middle income trap adalah suatu kondisi dimana suatu perekonomian memulai pembangunan untuk mencapai status berpendapatan menengah (middle income) tetapi secara kronis tidak dapat maju ke status berpendapatan tinggi (high income) (Todaro dan Smith 2014, 166). Berdasarkan skenario dasar visi Indonesia 2045, diperlukan setidaknya 5.1 persen pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia untuk dapat keluar dari middle income trap pada 2036. Secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 2 Pertumbuhan PDB per Kapita Indonesia Tahun 2015–2045 (Bappenas, 2019)

Terdapat banyak tantangan untuk mencapai angka tersebut. Beberapa diantaranya adalah kapasitas rendah untuk menciptakan inovasi orisinil atau untuk menyerap teknologi canggih, juga masalah ketimpangan yang tinggi. Pemerintah mengusulkan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja sebagai solusi penunjang pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, bagaimanakah aturan-aturan dalam RUU Cipta Kerja dapat menunjang ketercapaian target-target tersebut?

Kendala dalam RUU Cipta Kerja

Menilik naskah akademik dari RUU Ciptakerja, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah ingin dicapai dengan cara perbaikan di sektor ketenagakerjaan. Arah pengaturan RUU Cipta Kerja ditujukan pada 3 kebijakan pokok yakni penyederhanaan perizinan, penciptaan kemudahan serta perlindungan UMKM, serta pengaturan kembali investasi dan proyek pemerintah agar menciptakan lapangan kerja. Tiga kebijakan pokok tersebut dijabarkan menjadi 11 klaster. Arah pengaturan tersebut kemudian diwujudkan melalui pencabutan atau perubahan beberapa pasal pasal dalam sejumlah undang undang.

Berdasarkan arah kebijakan pokok dan pembagian klaster tersebut, terlihat bahwa pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi melalui 3 komponen penting, yakni tenaga kerja, sumber daya alam, dan modal. Fokus pemerintah pada sumber daya alam terlihat dari klaster penyederhanaan perizinan berusaha yang didalamnya termuat Perubahan undang undang mulai dari sektor pengelolaan wilayah pesisir, kehutanan, kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya mineral, dan ketenaganukliran. Pemerintah menganggap sistem perizinan usaha saat ini tidak efektif serta rawan terhadap praktik korupsi. Penyederhanaan sistem ini diharapkan bisa memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada.

Kebijakan pokok pemerintah selanjutnya adalah pada aspek pengaturan kembali investasi dan proyek pemerintah yang dilakukan untuk mendorong laju penanaman modal asing. Kebijakan ini dilakukan dengan menyederhanakan perizinan investasi asing. Terdapat permasalahan berkaitan dengan Daftar Negatif Investasi (DNI) dan Portofolio, Perubahan UU Sektor yang mengatur DNI & Pembatasan Investasi, Perlindungan UMK, Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal, dan Sengketa Penanaman Modal. Beberapa peraturan yang tumpang tindih tersebut dianggap menjadi penghambat masuknya investasi asing.

Fokus pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan pekerjaan tertuang dalam kajian teoritis dan praktik empiris dari naskah akademik RUU Ciptakerja. Pemerintah menjadikan kesempatan bonus demografi sebagai dasar untuk mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Pada klaster ketenagakerjaan, undang undang yang diubah adalah undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Kebijakan penyederhanaan izin berusaha mungkin akan membuat ekploitasi dumber daya alam menjadi lebih optimal. Kebijakan pengaturan kembali investasi dan proyek pemerintah mungkin akan meningkatkan investasi asing. Begitu juga dengan perubahan undang undang no 13 tahun 2003 mungkin akan meningkatkan lapangan pekerjaan. Namun, yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah semua hal tersebut benar-benar akan efektif untuk meningkatan pertumbuhan ekonomi?

Necessary dan Sufficient Condition untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi

Necessary condition merupakan suatu kondisi yang harus ada, walaupun tidak harus mencukupi, untuk suatu peristiwa terjadi. Sedangkan, sufficient condition dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang ketika ada menyebabkan atau menjamin bahwa suatu peristiwa akan atau dapat terjadi (Todaro 2014, 123). Dalam rangka mencapai suatu tujuan, diperlukan sufficient condition yang terdiri dari berbagai necessary conditions.

Hal yang sama juga berlaku dalam pencapaian tujuan RUU Cipta Kerja. Diperlukan sufficient condition dalam upaya mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi. Teori-teori ekonomi dapat digunakan sebagai landasan dalam mengetahui necessary dan sufficient condition guna mencapai pertumbuhan ekonomi.

Mengacu pada pejelasan pembagian klaster, dapat diketahui bahwa secara implisit, RUU Cipta Kerja menggunakan teori pertumbuhan ekonomi Solow. Solow-Swan Growth Theory merupakan teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik yang lahir pada tahun 1950-an. Pertumbuhan ekonomi Solow menyebutkan bahwa besarnya modal, banyaknya tenaga kerja, dan peningkatan teknologi (Mankiw 2016) merupakan necessary conditions yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, teori tersebut dianggap tidak begitu relevan dengan keadaan hari ini. Terdapat faktor lain selain modal dan lapangan kerja untuk menumbuhkan pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 1980-an, seorang ekonom bernama Paul Romer mulai mengenalkan endogenous growth theory atau biasa disebut dengan teori pertumbuhan endogen. Endogenous growth theory merupakan teori pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari dalam suatu sistem sebagai hasil langsung dari proses internal (Liberto, 2019). Proses internal dapat diartikan sebagai fokus terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja atau disebut dengan human capital, inovasi, dan modal investasi. Ketiga hal tersebut merupakan necessary conditions yang diperlukan untuk mencapai suatu pertumbuhan ekonomi. Mankiw (2016) juga memperkuat mengenai teori endogen bahwa human capital dapat didorong melalui peran pendidikan khususnya universitas. Ketika human capital suatu negara berkualitas, maka pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh tanpa ketergantungan pada tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki.

Teori pertumbuhan ekonomi endogen percaya bahwa inovasi khususnya dalam research and development (RnD) dapat berkembang tidak lepas dari peran pemerintah. Hasil inovasi yang dihasilkan memperlukan perlindungan hak kekayaan intelektual dan hak paten yang sangat perlu dilindungi dan didukung oleh pemerintah. Perekonomian akan sulit sekali tumbuh ketika hasil inovasi tidak dilindungi oleh negara. Ide tersebut disebut dengan knowledge-based economy, ketika kemampuan kreativitas human capital didukung sepenuhnya akan menghasilkan sebuah spillover effects yang dapat berujung pada pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Investasi modal yang masuk ke Indonesia juga diperlukan. Dari pemasukan investasi, diharapkan terdapat pertukaran sumber daya manusia, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Dengan ini, diharapkan terjadilah sebuah eksternalitas positif atau increasing return to scale yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, kemunculan teori pertumbuhan endogen dapat dipahami sebagai penolakan atas tidak relevannya teori Solow.

Berdasarkan analisis teori ekonomi diatas, dapat diketahui bahwa terdapat kekeliruan fokus tujuan necessary dan sufficient condition dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi. Alih-alih berfokus pada aspek sumber daya alam, modal, dan tenaga kerja, sebaiknya pemerintah berfokus pada upaya peningkatan investasi, human capital, dan inovasi. Hal ini diperlukan agar pertumbuhan ekonomi yang kuat dapat menghindarkan Indonesia dari masalah Middle Income Trap.

Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, Todaro (2014, 123) berpendapat bahwa perubahan sosial, kelembagaan, dan sikap mungkin harus terjadi. Aspek kelembagaan atau sektor pemerintah sangat berperan untuk mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat. Korupsi sektor swasta, illicit enrichment, dan trading of influence merupakan beberapa contoh masalah kelembagaan di Indonesia yang mendesak untuk diselesaikan (Pradiptyo 2020).

Faktor kelembagaan yang lemah dapat menyebabkan hadirnya Natural Resource-Curse Hypothesis, sebuah paradox yang dialami oleh negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tetapi tidak mendapat dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Chen, 2019). Natural Resource-Curse Hypothesis rentan dimiliki oleh negara-negara berkembang karena mudah sekali untuk memiliki ketergantungan pada sumber daya alam dan memiliki kelembagaan yang korupsi.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Terdapat banyak sumber daya alam yang diperdagangkan serta investasi yang masuk. Akan tetapi, adanya RUU Cipta Kerja justru mempermudah investasi dan kemudahan dalam melakukan perizinan khususnya sektor sumber daya alam. Demikian ketika kemudahan perizinan diberikan, investor asing yang melakukan investasi cenderung bukan investor yang baik, dalam artian investor yang bukan berasal dari negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dengan ini Pradiptyo (2020) menyebutkan akan sia-sia ketika ketiga sektor tersebut digencarkan tetapi tidak diperbaiki sufficient condition-nya atau kelembagaannya terlebih dahulu seperti halnya yang dilakukan oleh Australia, Malaysia, dan Chile. Ketika kelembagaan tidak didahulukan dan mendahulukan omnibus law disahkan, yang terjadi adalah Indonesia hanya akan terus melanggengkan dalam Natural Resource-Curse Hypothesis.

Rencana pengadaan data tunggal atau database UMK-M merupakan salah satu masalah aspek kelembagaan di Indonesia. Sederhananya, bagaimana dapat mendata seluruh UMK-M seluruh Indonesia bila data kependudukan yang lengkap saja tidak punya? Seperti halnya yang disebut single identity number yang mencakup data kependudukan tiap individu baik dari data keluarga, pendapatan, perusahaan, kesehatan, kejahatan, dan sebagainya saja belum dimiliki. Hal-hal tersebut merupakan aspek-aspek yang harus dibenahi terlebih dahulu agar tujuan akhir dapat tercapai.

Beberapa pihak mungkin bertanya-tanya apakah aspek kelembagaan tidak disinggung dalam Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja? Nyatanya Naskah Akademik sedikit menyinggung mengenai aspek kelembagaan. Terdapat pertanyaan yang menarik mengenai aspek kelembagaan sebagai berikut:

Apakah governance berpengaruh terhadap inovasi di tingkatan negara atau perusahaan? Bagaimana governance dan struktur pasar berinteraksi dan berpengaruh terhadap inovasi? Apakah struktur pasar dan dimensi governance melengkapi atau berpengaruh terhadap inovasi? Jika good governance menumbuhkan inovasi, bagaimana inovasi mempengaruhi reformasi kebijakan (policy reform) bertujuan untuk meningkatkan governance? Jika regulasi berpengaruh terhadap inovasi, bagaimana investasi dalam bidang inovasi berpengaruh terhadap regulatory outcomes?

Benar nyatanya bahwa kelembagaan atau good governance sangat berperan dalam inovasi masyarakat. Sayangnya, Naskah Akademik hanya menyinggung pertanyaan saja dan tidak sama sekali dibahas bagaimana implementasi dari pertanyaan tersebut. Pertanyaannya adalah strategi apa yang ditawarkan dalam RUU Cipta Kerja terkait mengenai regulasi, inovasi, dan daya saing? Apa artinya pertumbuhan ekonomi yang terus tumbuh tetapi kita lupa terhadap aspek kelembagaan yang masih lemah dan berakibat pada langgengnya Natural Resource-Curse Hypothesis? Investasi memang tidak selamanya buruk. Akan tetapi, alangkah baiknya pemerintah belajar dahulu untuk membedakan dan menentukan kebijakan mana yang necessary dan sufficient bukan?

Daftar Pustaka

Bappenas. 2017. “Visi Indonesia 2045.” https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/BahanPaparanMPPN-VisiIndonesia2045-25September2017.pdf

Bappenas. 2019. “Pilar Pembangunan Indonesia 2045.”

Chen, James. “Resource Curse.” Investopedia. Accessed March 25, 2020. https://www.investopedia.com/terms/r/resource-curse.asp.

Liberto, Daniel. “What Is Endogenous Growth Theory?” Investopedia. Accessed March 25, 2020. https://www.investopedia.com/terms/e/endogenousgrowththeory.asp.

Mankiw, N. Gregory. Macroeconomics. Ninth edition. New York: Worth Publishers, 2016.

Math Vault. “The Definitive Glossary of Higher Mathematical Jargon,” August 1, 2019. https://mathvault.ca/math-glossary/.

Pradiptyo, Rimawan. “Ketika Perbaikan Kelembagaan Dilupakan; Catatan Terhadap Naskah Akademik Omnibus Law Cipta Kerja.” March 6, 2020. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.36601.83045.

Todaro dan Smith. 2014. Economic Development. Pearson.

The World Bank. 2019. “Gross domestic product 2018.” https://databank.worldbank.org/data/download/GDP.pdf

The World Bank. 2020. “GDP growth (annual %) — Indonesia [data file].” https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?locations=ID

--

--

Pantau Ekonomi

Platform analisis dan opini ekonomi oleh Departemen Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM.