Zine dan Hal Mendasarnya

Peladi Press & Publishing
6 min readSep 19, 2022

--

Ditulis oleh M Faathir Fachrozi, Internal Reality & Peladi Press, 19 September 2022

Jika membicarakan tentang sejarah zine pastilah begitu-begitu saja karena kurangnya data konkret dan penuh simpang siur seperti pertama kali media zine lahir di antara para penggemar fiksi ilmiah, dimana media dijadikan sebagai bentuk pelarian dari realita/kenyataan yang menolak keberadaaan mereka, hingga pada akhirnya zine berkembang sangat pesat dan menjadi sumber informasi fresh bagi banyak orang yang ingin mencari bahan bacaan dari luar media mainstream. Oleh karena itu kita mencoba membahas hal yang lebih mendasar mengenai pengertian, pemaknaan, dan tujuan dibuatnya zine itu sendiri, terlebih lagi banyak yang belum betul mengerti akan hal ini terutama di kota penulis saat ini berada yaitu kota Medan.

Zine adalah sebuah media alternatif sederhana, menyenangkan, apa adanya, yang dapat dikerjakan oleh siapapun dan kapanpun.

Dokumentasi : Pressentation — 2018

Dari kata alternatif sendiri sudah mencerminkan banyak hal, memberikan opsi atau wacana lain, menyuarakan hal dari sudut pandang yang lebih berbeda, aneh, nyeleneh, radikal dan lainnya dari apa yang ada sebelumnya atau lebih diterima publik pada umumnya yang selalu disuguhkan oleh media mainstream (TV, majalah, radio, podcast digital (youtube & sportify), buku, dan lain sebagainya). Jika media mainstream mencoba memberikan jawaban A dan B, zine mencoba memberikan opsi jawaban lain seperti C, D, X dan bahkan Z, tak ada keterkaitan antara kata benar dan salah. Dalam zine, ada kedekatan pada nilai subjektifitas, konsepsi benar dan salah atau objektifitas adalah hal yang asing, dihindari, dan bahkan harus dijauhkan. Objektifitas hanyalah sekumpulan orang subjektif yang berkumpul menjadi satu dan menyatakan kebenaran lalu kesalahan, dan zine adalah kumpulan orang dengan subjektifitas yang dapat berdiri sendiri.

Subjektifitas selalu hidup, tumbuh, dan berkembang dalam zine itu sendiri. Lebih untuk memuaskan hasrat ide dan pemikiran dari si pembuatnya (diri) ketimbang audience yang ingin dituju atau yang akan membeli dan menerima zine tersebut. Subjektifitas pada zine adalah bentuk lain dari diri si pembuatnya dan tanpa sadar menjadikannya refleksi diri paling jujur.

Zine termasuk suatu subkultur (sekelompok orang yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk mereka) yang mencoba melawan setiap aliansi yang hadir dalam tontonan dan bacaan masyarakat pada masa kini, lalu dan yang akan mendatang. Jika dianalogikan ke ranah lain seperti musik alternatif juga membuat sebuah pembeda besar seperti memainkan hal-hal yang dianggap musik lain atau pada umumnya mungkin kesalahan, kegagalan atau kebisingan, akan tetapi dimusik alternatif hal tersebut adalah keindahan dan kekhasan tersendiri yang mereka miliki yang tanpa sadar melawan kaida bermusik pada umumnya, dan begitulah juga dengan Zine.

Zine bersifat independen, kolektif, sebuah media non profesional dan non profit dikerjakan sendiri atau sekelompok orang (Do It with Yourself/DIY), mulai dari print di fotocopy, atau dengan menggunakan printer sendiri, dikolasekan secara manual lalu difotocopy, print digital bagus di percetakan maupun cetak offset yang rapi menggunakan plat, di hekter tengah atau membinding custom sendiri pakai tali, atau bahkan membuat independent press dan publishing sendiri atau kolektif, membeli mesin riso, dan dijual secara mandiri secara online lewat pre-order, menjual dengan menitipkannya di beberapa toko buku indie dan coffeeshop yang menyediakan space jualan, atau menjualnya dengan membuka stand tenant saat acara festival atau pameran artbook dan zine.

Dokumentasi : SUB (Surabaya) Zine — 2018

Oleh karena itu zine menjadi produk berbasis cetak yang mandiri (berdiri sendiri), sangat bebas dan juga terbatas (limited), menggunakan dana sendiri (pribadi) atau sekelompok kecil orang (kolektif), yang tidak mengedepankan kerangka bisnis, sesederhana itu saja. Tidak Memiliki gagasan ekonomi didalamnya, Jika ada iklan di dalam zine juga tidak masalah asalkan tidak benar-benar berorientasi pada profitnya dalam artian bukan digratiskan atau semena-mena tetapi si pembuat zine tidak bertujuan (utamanya) untuk memperkaya dirinya ketika menerbitkan zine tersebut. (Doni Singadikrama, Zaman Zine 2017)

Di dalam kekurangan zine yang memiliki keterbatasan pada jumlah yang disediakan (pcs) untuk diperjual-belikan, tanpa disadari menjadikan zine terlihat sebagai media cetak yang lebih/sangat intim, personal dan juga spesial, menjadi barang berharga bagi pemiliknya karena tidak akan mendapatkannya kembali di lain waktu, beda dengan buku dan majalah yang dapat menemukan di berbagai gramedia atau toko buku online baru dan bekas walaupun beberapa buku lama harganya sangat mahal tetapi tetap tersedia untuk diperjual-belikan. Zine menjadi sangat langkah daripada buku yang memang langkah dan terlihat lebih sebagai arsip ketimbang barang bacaan biasa. Dan atas lain alasan, dikarenakan banyak zine yang juga menjabarkan sebuah kondisi dan situasi dari sekelompok kalangan atau kejadian/pristiwa yang mungkin tidak terlalu dipedulikan, yang sengaja tidak dipublish, atau dilupakan oleh media mainstream (ikut campur berapa oknum).

Zine dapat berubah-ubah bentuk dan bahasannya tergantung latar belakang yang membuatnya, dapat diambil contoh jika zine tersebut ditulis oleh anak sastra akan menjadi zine puitis atau penuh literasi, jika dikerjakan oleh anak skena musik akan menjadi zine kritik dan support band-band lokal atau record label independen yang menjadikan juga fanzine (Zine berbasis fans), dan jika dikerjakan oleh anak desain atau seni akan menjadi zine visual yang penuh akan gambar dari pada teks dan bahkan ada yang tidak memiliki teks sama sekali menjadikannya zine visual yang memiliki bahan dan cetakan yang lebih terlihat seperti semi artbook yang mewah dan mahal.

Dokumentasi : Singapore Art Book Fair — 2018

Jika kita membicarakan apakah ini zine atau bukan, akan tidak relevan lagi untuk membahas bentuk dan visual (apa yg dapat diliat) tetapi lebih kepada tujuan awal si pembuatnya.

Zine dapat menjadi apapun dan membahas apapun, mulai dari hal sosial, penentangan dan kritik akan suatu situasi, pernyataan keberadaan minoritas tertentu, sub kultur lain, musik atau spesifik genre tertentu, film, puisi, minat-minat tertentu, bahkan hal-hal yang intim masalah-masalah dan pemikiran-pemikiran pribadi atau kelompok yang dapat sangat personal.

Karena zine termasuk sub kultur, zine menjadi dekat dengan sebuah bentuk pertemanan cepat atau perkenalan tanpa adanya batasan dalam artian jika kita membuat dan membawa zine atau membelinya kita akan mudah masuk dan berteman akrab dengan orang lain sesama penikmat dan penggiatnya zine dalam suatu acara/kegiatan, momen pertemanan ini juga menjadikan rasa betah dan hal ditunggu-tunggu yang menjadikannya suatu bentuk kesenangan dan alasan tersendiri yang membuat seorang penggiat Zine terus membuat Zine.

Tidak ada aturan yang membentuk dan membatasi dari kata zine itu sendiri, kebebasan adalah tiang dan bendera terus berkibar pada sebuah zine. Kesempurnaan pada sebuah zine menjadi sebuah kebosanan layaknya objektifitas, dan kecacatan atau kekurangan adalah sebuah keindahan dan keunikan tersendiri dari apa yang ada pada zine, yang hanya penggiat dan peminat zinelah yang dapat mengerti dan merasakan hal ini, seperti yang sebelum dibahas pada analogi musik alternatif.

Jika kita kaitkan zine sebagai sebuah kegiatan berseni, menurut F. Nietzsche, Seni adalah bagian tugas tertinggi dari aktivitas metafisik paling tinggi yang tepat dari kehidupan sejati ini dari kehendak abstrak yang tak berkesudahan yang sarat akan penderitaan dari realitas purba. Yang dianalogikan pada sebuah zine, dimana zine ditempatkan dalam pandangan suatu proses berkegiatan seni yang dikatakan baru/pembaharuan yang tanpa sebuah medium/sebagai medium yang mungkin persis/pengganti sebuah konsep galeri dalam pameran seni yang sudah ada. Zine menjadi metafora utuh dari sebuah galeri pribadi ataupun pameran tunggal/kolektif oleh pembuatnya.

Tetapi balik kembali, makna zine sangatlah luas, tak terbatas, dan bahkan sekarang sangat kabur pengartiannya, akan beda pengertian jika menanyakannya satu orang dengan orang lain atau satu kelompok dengan kelompok lain yang berbeda, terlebih lagi beda jenis zine dan isi yang dikerjakan. Dan semua yang dikatakan diatas akan buyar jika melihat zine yang dibuat oleh banyak girl band K-POP masa sekarang (bisa dicek diyoutube) atau press dan publisher yang sekarang memanglah berfokus pada profit. Oleh karena itu zine ada di tangan kita maisng-masing personal saja, bagaimana cara kita memaknainya, mau itu benar-benar berlandasakan hal mendasar dari zine itu sendiri atau tidak, yang terpenting dapat mempertanggung-jawabkan apa yang telah kita buat.

ada juga sedikit persepsi lain dari Autonica:

‘’Zine menulis sejarah personal kita. Tidak ada yang membahas sejarah personal jika bukan diri kita sendiri. Kalian akan merasakan sensasi baru saat membaca zine kalian, mungkin zine lima tahun yang lalu. Zine kamu akan membantu kamu berpetualang dengan diri kamu sendiri. Melihat Rekam jejak dirimu sendiri’’. (Autonica, 2019)

dan juga kelompokmu.

Sekian dan terimakasih….

--

--