Prinsip Pendidikan yang Memerdekakan
Pendidikan menjadi sebuah pilar penting dalam menyokong pembangunan bangsa, mengingat esensi dari pendidikan ialah mencetak insan berkeadaban dan penuh akan nilai budi pekerti. Pembangunan bangsa yang didukung dengan adanya perbaikan di setiap elemen kenegaraan mengantarkan pada rekonstruksi model pendidikan yang didasarkan oleh makna spirit nilai bangsanya.
Bangsa Indonesia memiliki spirit perjuangan untuk meraih kemerdekan yang didasarkan oleh kemauan diri untuk menjadi manusia merdeka jauh dari belenggu dan kungkungan pihak lain. Oleh sebab itu, desain pendidikan yang memerdekakan menjadi relevan dengan spirit kemerdekaan bangsa sehingga dapat mencetak manusia-manusia merdeka dalam perjuangan mengisi kemerdekaan bangsa ini.
Pendidikan yang Memerdekakan
Pendidikan yang memerdekakan melalui pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini mengantarkan pada model sistem pendidikan yang berani untuk menaruh percaya pada peserta didik akan setiap pilihan dan pola belajar yang dilakukan. Anak didik bukan lagi menjadi objek dalam proses pengembaraan ilmu, melainkan sebagai subjek pengemban dalam proses pengembaraan ilmu pengetahuan. Setidaknya, terdapat dua alasan historis mengapa Ki Hadjar Dewantara mengusulkan adanya konsep merdeka belajar kepada anak didik supaya terbentuk atmosfer pendidikan yang memerdekakan.
Alasan-alasan tersebut ialah: (1) Ki Hadjar Dewantara menempatkan pendidikan sebagai laboratorium untuk menciptakan manusia yang bermartabat dan menggunakan hak-hak kemanusiaannya untuk menjadikannya sebagai manusia yang merdeka. (2) Merdeka belajar dijadikan sebagai cara untuk merekonstruksi kembali sistem pendidikan nasional sesuai dengan perkembangan zaman.
Hal ini disebabkan oleh sistem pendidikan terdahulu selalu memposisikan peserta didik sebagai individu yang memiliki kemampuan sama rata sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang cenderung memberikan perlakuan yang sama setiap anak didik, padahal anak didik memiliki perbedaan minat dan bakat yang berbeda.
Dengan demikian, untuk merespons hal-hal tersebut, sangatlah tepat apabila pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini menjadi garda terdepan dalam membongkar konsep dan makna merdeka belajar serta kontribusinya untuk mengembangkan sistem pendidikan di Indonesia (Siswadi, 2023: 145- 146).
Esensi pendidikan bagi bangsa ini seyogyanya dapat mengantarkan manusianya menjadi manusia yang paripurna. Mengingat fungsi utama dari sistem pendidikan bagi Ki Hajar Dewantara ialah mengembangkan manusia, masyarakat, beserta lingkungannya. Selain itu, mengembangkan bangsa dan kebudayaan nasional serta melakukan pembangunan bagi manusianya menjadi manusia yang utuh (Siswadi, 2023: 151).
Proses pembangunan manusia menjadi manusia yang utuh bagaikan menaiki anak tangga, banyak tahap yang harus dilewati. Salah satunya adalah dengan merekonstruksi hal fundamental dalam pendidikan, yakni kurikulumnya.
Prinsip-Prinsip dalam Desain Pendidikan
Melalui sistem among Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwasanya anak didik dilatih untuk menjadi pusat pembelajaran dengan mengedepankan prinsip kemerdekaannya. Nilai-nilai yang dapat mendemonstrasikan mengenai desain pendidikan yang memerdekakan dengan tidak menyamaratakan semua kemampuan peserta didik ialah konsep nilai dari tetep, antep, mantep.
Tetep maksudnya ialah pendidikan memiliki idealisme yang kuat untuk mempertahankan prinsip-prinsip kebenaran dan halus dalam penyampaian kebenarannya. Antep dimaksudkan dengan mengutamakan nilai kepercayaan diri. Kepercayaan diri anak didik akan terlatih saat memiliki idealisme yang kuat dalam dirinya.
Mantep dipahami sebagai adanya kejelasan orientasi hidup yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan demikian, anak didik akan menjadi manusia merdeka karena memiliki optimisme dalam proses aktualisasi diri (Siswadi, 2023: 154–155).
Sistem among dan pamong yang dijelaskan oleh Ki Hadjar Dewantara pada dasarnya memberikan kemerdekaan agar anak didik belajar atas pengalaman, kemauan, dan usahanya sendiri. Fungsi pamong dalam konteks ini adalah sebagai seorang fasilitator yang dapat mendukung tercapainya tujuan hidup yang termanifestasi dari penumbuh-kembangan kodrat alamiah yang dimiliki oleh anak didik.
Dengan demikian, secara singkat, pendidikan yang memerdekakan sebagaimana yang dijelaskan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah membentuk manusia yang merdeka secara utuh, baik merdeka dalam pikirannya (cipta), merdeka jiwanya (rasa), dan merdeka perbuatannya (karsa). Serta, bersatunya cipta, rasa dan karsa akan melahirkan sebuah karya (Dewantara, 2015: 147).
Sistem among dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara pada dasarnya adalah menggerakkan anak didik dengan memerdekakan serta bebas untuk berkreativitas dan pamong memberikan tuntunan serta arahan apabila dengan kemerdekaan tersebut terdapat unsur yang merugikan anak didik ataupun lingkungannya (Hadiwijoyo, dkk, 2005: 29). Dengan demikian, seorang pamong harus berpegang pada kemampuan dasar dari anak didik, pamong harus berpegang bahwa setiap anak didik memiliki potensi sesuai dengan garis kodratnya.
Pamong juga harus memberikan kesempatan seluas-luasnya dan dorongan kepada anak didik untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan perbuatannya. Kemudian, pembinaan anak didik harus berdasarkan atas pemahaman dan usaha sendiri berdasarkan pengalamannya sendiri. Selain itu, pamong juga perlu mengupayakan atau memfasilitasi agar pembinaan mengarah kepada kemampuan anak didik untuk mengolah hasil temuannya (Dewantara, 2015: 146).
Ki Hadjar Dewantara memandang bahwa peserta didik merupakan subjek dalam pembelajaran. Sehingga, peran peserta didik tidak hanya pasif di dalam proses pembelajaran, namun juga diupayakan agar memiliki keaktifan dalam mencari, menggali dan menemukan pengetahuan serta pengalaman secara mandiri.
Upaya ini justru akan lebih mengoptimalkan potensi yang ada dalam individu peserta didik karena pada dasarnya anak didik tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya tanpa adanya bentuk-bentuk intervensi dari luar diri peserta didik.
Oleh karenanya, spirit pemikiran Ki Hadjar Dewantara akan menjadi konsep pendidikan yang esensial dengan mengedepankan prinsip pendidikan yang memerdekakan, yakni memberikan kesempatan belajar secara bebas dan nyaman kepada peserta didik untuk belajar dengan tenang, santai, gembira, dan yang terpenting adalah membahagiakan, tanpa adanya dikte ataupun intervensi lainnya.
Hal yang paling diutamakan adalah menjunjung tinggi bakat alamiah peserta didik, tanpa memaksa untuk mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar dari potensi dan kemampuan masing=masing dari anak didik.
Penulis: Gede Agus Siswadi & Kusuma Putri (Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada)
Tulisan ini merupakan salah satu karya peserta lomba kepenulisan Nyerat (Nyeritakke Tamansiswa), yang merupakan bagian dari rangkaian acara Pekan Dewantara 2023 yang dilaksanakan oleh Komunitas Cakra Dewantara dan Museum Dewantara Kirti Griya. Seluruh isi dalam tulisan menjadi tanggung jawab penulis.
Editor: Ahimsa W Swadeshi
Sumber:
- Dewantara, Ki Hadjar. 2015. Pendidikan dan Pengajaran Nasional. Penyunting Ki Suwarjo Woro Sujono. Yogyakarta: Multi Presindo.
- Hadiwijoyo, Ki Soenarno. dkk. 2005. Pendidikan Ketamansiswaan untuk Siswa Taman Madya/Karya. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
- Siswadi, G. A. 2023. Merayakan Kemerdekaan dalam Belajar. Nilacakra: Badung, Bali.