ourstronot
2 min readOct 24, 2021

Embun bingung.

Seperti sampah plastik terkena hawa panas, Embun mendadak merasa ciut. Tangannya basah, lututnya gemetar. Perasaannya tak karuan. Dia menimbang-nimbang apakah perlu atau tidak menghubungi Zidan, sulung keluarga Juliansyah. Setelah diterima di salah satu firma hukum terkemuka ibu kota, Zidan tidak lagi tinggal di Bandung. Salah satu hal yang membuat Lele sempat terkekan, meski rapat-rapat disembunyikan. Memang begitu tabiat manusia muda di zaman ini. Tertekan, tapi yang diluapkan justru haha-hehe. Inginnya memaki, tapi keadaan memaksa menutup diri.

Sejak itu pula, Embun sadar bahwa Lele mulai berubah. Lelaki yang sudah dipacarinya selama 3 tahun itu seolah menelan semuanya seorang diri. Masih sekeras batu, tapi lebih menutup diri dan menelan masalahnya bulat-bulat sendirian. Lele seolah sadar bahwa Zidan sudah berhasil "lolos". Kini, gilirannya yang berjuang. Meski sering dianggap anak kecil yang doyannya cuma guyon juga impulsif, tapi Embun lebih tahu dari siapa pun bahwa Lele punya caranya sendiri.

Kini, Zidan dan Lele sama-sama di pusat negara. Seharusnya mudah bagi Embun membuat keputusan untuk meminta bantuan kakak kandung Lele. Namun, entah kenapa, dia merasa amat ragu. Entah kenapa, raut sedih dari Lele malah menguasai pikirannya. Entah kenapa, Embun merasa Lele tidak akan menyukai keputusannya. Jadi, kini Embun gusar seorang diri. Ila mengiriminya pesan lagi dan lagi, tapi dia masih belum bisa ambil kepastian. Jaldi dan Tata tidak kunjung membalas, Lele apalagi.

Napas Embun pendek-pendek dan cepat, dia duduk di ujung ranjang kamar sambil menautkan jempol kaki karena cemas. Tepat saat kedua jempolnya tengah mengetik pesan untuk Zidan, sebuah pesan masuk.

Anehnya, dari sesuatu yang tidak diduga.