Menghargai Pilihan Karier

Eryk Budi Pratama
7 min readSep 27, 2019

--

big 4 accounting, advisory, and consulting firm
sumber: https://etimg.etb2bimg.com/photo/69764749.cms

Setelah sekian lama tidak menulis, akhirnya saya coba sempatkan untuk menulis beberapa hasil pemikiran, pemahaman, dan pengamatan saya baik atas pengalaman diri sendiri maupun orang lain, khususnya terkait pilihan dan perjuangan karier untuk masa depan yang lebih baik. Tulisan yang ringan, semoga memberikan insight untuk pilihan karier para pembaca, khususnya yang berkecimpung di dunia IT.

Generalist vs Specialist vs Versatilist

Secara umum, pola dasar pilihan karier seseorang ada tiga jenis, yaitu Generalist, Specialist, dan Versatilist.

career options : generalist, specialist, versatilist
sumber: https://www.hrinasia.com/wp-content/uploads/2014/04/52587607.png

Berdasarkan gambar tersebut dapat dipahami perbedaan mendasar dari Generalist, Specialist, dan Versatilist.

Pada akhirnya, bagaimana kita merencanakan, memulai, dan menjalani jenis karier adalah pilihan yang menurut kita adalah terbaik

Sebagian orang memulai karier dari specialist, sebagian lagi dari generalist. Berkarier di dunia IT sebagian besar pasti dimulai dari spesialis, meskipun ada sebagian yang generalis. Pekerjaan generalis misalnya menjadi sales/presales untuk solusi IT. Tapi hal itu juga bisa dikatakan sebagai spesialis, jika menjual produk tertentu yang spesifik. Sama halnya dengan pekerjaan generalis, contoh IT Support. Apakah IT support dapat dikatakan sebagai pekerjaan generalis? Bisa iya bisa tidak, tergantung sudut pandang. Bagi orang IT, bisa jadi IT support dikatakan generalis karena harus mengerti segala hal tentang troubleshooting perangkat (dan software) IT. Bagi user/orang bisnis, IT support dipandang sebagai pekerjaan yang spesialis. Kata kuncinya di sini adalah sudut pandang / point of view. Pertanyaan yang kadang saya pikirkan adalah:

Apakah takaran/batasan/kriteria yang jelas untuk menentukan karier kita adalah spesialis?

Sebagai contoh sederhana, si Fulan adalah programmer. Fulan bisa mengerjakan proyek software development untuk mobile application mencakup android dan ios. Misal Fulan adalah seorang spesialis, dia dikatakan spesialis karena sebagai seorang mobile application developer atau sebagai android/ios application developer?? Atau bahkan programmer itu sendiri secara umum memang dikatakan sebagai spesialis?? Apakah user/bisnis memandang Fulan sebagai spesialis (programmer)??atau generalis karena bisa android & ios?

Contoh lain di bidang utama saya, keamanan informasi. Anggap saja si Mawar seorang konsultan keamanan informasi yang fokus pada area red team/penetration testing. Mawar bisa melakukan pentest pada web application, mobile application (android & ios), server/OS (Windows & Linux), dan perangkat jaringan (switch dan router merek tertentu). Dia dikatakan spesialis karena sebagai seorang pentester (overall) atau karena sebagai pentester web, pentester mobile, atau pentester infra?? Atau bahkan konsultan keamanan informasi itu sendiri memang dikatakan sebagai spesialis? Apakah user/bisnis memandang Mawar sebagai spesialis (konsultan keamanan informasi)? atau generalis karena menguasai semua jenis pentest??

Melihat definisinya, spesialis adalah orang yang memiliki deep knowledge atas suatu bidang. Pertanyaannya, bidang ini mau dibatasi sejauh apa? Apakah hanya bidang ilmu tertentu? Apakah sub-bidang dan sub-sub bidang ilmunya juga?? Tuh punyeng kan :))

Jadi, sejauh apa orang dikatakan sebagai spesialis?

Sudut pandang tiap orang bisa berbeda untuk satu bidang ilmu yang sama. Setiap orang juga punya rasa nyaman yang berbeda ketika dianggap sebagai apa :)

Menjadi Versatilist yang Oportunis

Dalam berbagai kesempatan, saya selalu menyampaikan bahwa saya orang yang versatilist. Saya tidak membatasi diri dari belajar berbagai jenis ilmu pengetahuan dan juga bertemu dengan berbagai macam orang dengan latar belakang dan pengalaman yang berbeda-beda. Gartner pernah menuliskan artikel, dimana ada paragraf yang cukup dihighlight

Technical aptitude will no longer be sufficient to secure their future in IT organizations. Skepticism toward the effectiveness of IT, the rise of IT automation, worldwide geographic labour shifts and multi-sourcing will lead to the emergence of a new breed of IT professional, the ‘versatilist’, who will have technical aptitude, local knowledge, knowledge of industry processes and leadership ability.

Dari pernyataan Gartner tersebut, dapat dipahami bahwa kemampuan teknis saja tidak cukup. Misal si Bunga adalah programmer expert yang menguasai beberapa programming language dan memiliki pengalaman dalam mengembangkan enterprise-grade application yang biasanya kompleks. Apakah suksesnya project yang dipimpin Bunga karena faktor dia jago teknis? Kalau Bunga tidak punya leadership, good project and team management, dan good client relationship, apakah yakin proyek akan berjalan mulus? Saya yakin tidak. Bahkan menurut pengalaman, kemampuan “menenangkan dan menyenangkan hati klien” ini jadi faktor kunci keberhasilan proyek.

Jika pembaca sudah pernah baca artikel saya dengan judul “Mengapa Konsultan IT Harus Memiliki Banyak Keahlian”, disitu cukup jelas bahwa hal-hal non-teknis punya porsi yang cukup besar untuk kita miliki sebagai konsultan/praktisi IT. Jika membaca artikel saya tentang Manfaat Komunitas, pembaca dapat mengetahui alasan mengapa saya sendiri join di berbagai jenis komunitas, tidak hanya tentang IT (atau bahkan tidak hanya IT Security). Alasan saya sederhana. Ada quotes dari mentor saya dulu yang memotivasi saya untuk tidak berhenti belajar dan menjalin relasi seluas-luasnya.

Siapa anda dilihat dari koneksi anda juga. Semakin banyak koneksi anda maka anda akan mahal. Semakin luas relasi seseorang, dia akan semakin mahal. Relasi temen-teman akan memperlihatkan seluas apa wawasan teman-teman. — Boy

Apa sih benefit yang didapatkan dari saya belajar berbagai macam hal dan berkomunitas dengan berbagai macam orang yang berbeda pengalaman dan latar belakang? Percayalah, rejeki banyak datang juga dari luar zona nyaman kita.

Berbicara masalah versatilist, saya pribadi memiliki pengalaman tidak hanya di bidang IT Security, bidang lain seperti IT GRC juga ada. Bahkan bidang yang melenceng jauh pun juga ada. Seperti ini contohnya :)) Kemudian, manfaatnya apa jadi versatilist? Kenapa gak jadi spesialist aja? Kata orang kan specialist itu mahal dan sering dicari orang? Ah tidak juga. Sebagai contoh. Saya pernah melakukan IT Governance assessment di salah satu perusahaan besar (banget). Kaitannya apa sama IT Security? Pertama, IT security itu part dari domain IT Governance. Kedua, saya melihat IT secara overall/end-to-end. Ketiga, saya jadi kenal sama petinggi-petinggi perusahaan karena reportingnya ke direksi juga. Di sisi lain, saya punya pengalaman membantu beberapa perusahaan juga dalam melakukan transformasi dan penyusunan strategi Keamanan Informasi, atau kerennya Cybersecurity Program Management/Cybersecurity Transformation. Selain itu, saya punya pengalaman melakukan IT assessment (including lite version of IT Governance juga sebenernya) di perusahaan startup/tech company. and learn a lot about agile, scrum, and DevOps from them.

Lah iya terus kaitannya dimana???? Misal nih, misalnya doank loh ya, saya punya service CISO Advisory atau vCISO. Silakan di googling yak seperti apa itu karena tidak saya jelaskan di artikel ini. Namanya service CISO, uda pasti stakeholder utamanya adalah Direksi perusahaan. Ketika berbicara dengan Direksi, kita gak bisa bawa jargon-jargon IT. Kita gunakan bahasa agak alus, risk management. Itu aja cukup? Enggak. Kita harus ngerti how the company run the business and how the IT operating model. Kenapa kita harus tahu? Lah, emang sampeyan mau IT Security dianggap gak align apalagi jadi penghambat bisnis? Kalau mau dimengerti, kita juga harus mau mengerti ekspektasi stakeholder kita. Jangan jadi konsultan yang egois dan menganggap kita tahu semuanya. Kadang klien (personal) yang udah berpengalaman banyak, lebih tahu dari kita. Kalau udah seperti ini gimana? Memberikan layanan consulting itu ada “seni”-nya bos. Seni itu gak bisa kita pelajari kalau kita hanya berfokus pada technical skill saja.

Kembali ke sub-topik, menjadi versatilist yang opportunis. Apapun pekerjaannya, kita harus realistis. Saya yakin pembaca yang sudah cukup umur akan memahami maksudnya realistis itu seperti apa.

Mengacu ke Maslow Hierarchy of Needs, self-actualization adalah puncak tertinggi kebutuhan manusia

As long as the opportunity and capability lead us to obtain the “cake”, just “eat” it. — TukangMakanKue

Pilihan ada di tangan kita. Mau makan kue tart rasa coklat yang kecil atau yang besar? Atau bahkan mau makan kue dengan berbagai macam bentuk dan rasa? Silakan dipilih sesuai visi dan misi hidup kita. Asal jangan rasa yang pernah ada, nanti baper kalau ingat/ketemu mantan :)))

Judge the Book from Its Cover !!

Saya yakin pasti pembaca familiar dengan kalimat “Don’t judge the books from its cover”. Saat dulu belajar ilmu komunikasi dan marketing, ada hal unik yang saya pelajari yaitu JUDGE THE BOOK FROM ITS COVERS”. Saya yakin hal ini sangat relevan dengan situasi hari ini dan di masa depan. Sebagai contoh sederhana ketika bertemu klien, khususnya Direksi. Mengapa konsultan menggunakan baju yang cukup rapi, misalnya batik lengan panjang (yang kadang kelihatan mahal) atau menggunakan jas? Karena kita berusaha “menyamakan level” setidaknya dari first impression. How can we deliver a valuable service if we can’t value ourselves?

Oke itu dari sisi yang kelihatan. Bagaimana dari sisi yang gak keliatan? Board / Direksi pada umumnya pasti akan business-oriented dan value-oriented. Dalam konteks komunikasi bisnis, satu hal yang sangat sangat sangat penting, yaitu obtain TRUST from them!!

At the end, we don’t sell services, but we sell trust

Pertanyaannya, how to get trust from management level? Realitanya, BRAND sangat berpengaruh. Sederhananya, mengapa perusahaan rela mengeluarkan uang (sangat)banyak untuk menggunakan layanan dari top management consuling (e.g BCG, McKinsey, Bain, ATKearney, etc)? Dari hasil penelusuran, perusahaan percaya dan yakin bahwa VALUE bisnis yang didapatkan lebih besar dari biaya yang sudah dikeluarkan untuk membayar mereka. Sama halnya dengan mengapa perusahaan masih banyak yang menggunakan layanan Big 4 accounting/consulting firm, padahal manhours-nya lumayan tinggi? Sama kok, kata kuncinya: brand + value -> TRUST.

Jadi sudah paham kan kenapa JUDGE THE BOOK FROM ITS COVER itu penting? :)

Menghargai pilihan karier

Dalam beberapa kesempatan, saya melihat (mendengar juga tentunya) rekan-rekan yang fokus teknikal meremehkan rekan-rekan yang non-teknikal. Begitu sebaliknya. Padahal, organisasi dalam perusahaan dibangun dari berbagai macam kompetensi dan pengalaman karyawan, agar korporasi dan bisnis bisa sustainable dan selalu tumbuh/berkembang. Dalam konteks IT, managing IT is not only about technology, but also about people, organization, and process.

Setiap orang memiliki kontribusi sesuai dengan peran dan kapabilitas masing-masing

Sedikit di luar konteks artikel ini, ada satu hal yang menurut pengalaman sulit untuk diterima di kebanyakan kultur perusahaan terkait perkembangan karier: umur lebih mudah, tapi level lebih tinggi dan umur yang masih muda untuk posisi yang melebihi umur pengalamannya.

Ups.. ini kalau dijelasin bisa panjang. Saya yakin pembaca ada yg pernah mengalaminya (termasuk saya).

Kesimpulan

Jadi kesimpulannya:

Tidak ada jaminan kesuksesan atas pilihan pola dasar karier. Baik Generalist, Specialist, dan Versatilist memiliki takaran sukses yang berbeda untuk setiap individu

Semoga tulisan yang singkat dan mungkin tidak seberapa terstruktur ini dapat memberikan wawasan tambahan bagi pembaca.

Thank you :)

Salam,

Eryk

--

--

Eryk Budi Pratama

Global IT & Cybersecurity Advisor | Global CIO & CISO Advisory | IT GRC | Cloud | Cyber Resilience | Data Privacy & Governance