Malaikat Kecil—

Ayiii
3 min readNov 28, 2022

Setelah beberapa menit mengalami kontraksi yang hebat, Mikasa kemudian di bawa ke dalam ruangan bersalin, dengan Eren tentu saja. Pembukaannya Mikasa tergolong cukup cepat, karna dalam kurun waktu satu jam saja, pembukaannya sudah sempurna.

Mikasa sudah siap dengan posisinya. Eren di masih Setia mengenggam lengan Mikasa, tak jarang pria itu membisikan frasa manis agar membuat si cantik sedikit lebih tenang.

“Jangan ngeden dulu, tahan.” Ucap Dokter Shoko.

“Mikasa, dengerin saya ya. Kamu harus mengejan, tarik napas panjang dulu, lalu selipkan dagu ke dada, dan condongkan tubuh ke depan seperti sedang mendorong sesuatu. Usahakan untuk merilekskan bagian panggul selama proses mengejan dan pernapasan berlangsung.

Setelah lima sampai enam detik, embuskan napas kemudian ambil dan keluarkan napas seperti biasa. Kamu harus tetap rileks, jangan terburu Buru, di usahakan untuk mengurangi dorongan pada bayi. Ini bakalan membantu mempertahankan bayi di posisi tersebut dan mencegahnya kembali masuk ke dalam rahim. Oke? denger intruksi saya, kalau saya bilang ngejan, ngejan oke?” Dokter Shoko memberi beberapa penjelasan.

Mikasa mengatur nafasnya, ia memegang lengan Eren kuat kuat. Rasanya dia sudah tidak tahan untuk mengejan, namun dia tidak bisa sembarangan.

“Dok, sudah.” Ujar asisten dokter Shoko.

“Ayo, Mikasa, kamu bisa mulai mengejan sekarang.” setelah perintah itu dilayangkan, Mikasa mulai mengejan.

Ia melakukannya sesuai arahan dari Dokter Shoko tadi, Mikasa melakukannya persis seperti perkataan dokter cantik itu.

Lengannya meremas lengan Eren,

“Ayo, Asa, kamu pasti bisa.” Eren bergumam.

“Ayo, ini kepala bayinya udah mulai keliatan.”

Mikasa tersenyum kecil, dia kembali berusaha. Peluh menetes dari keningnya. Wajahnya benar-benar berantakan di hiasi peluh, Eren hanya bisa memejamkan matanya, merasakan remasan Mikasa pada lengannya. Sakit, tapi ini tidak sebanding dengan apa yang Mikasa rasakan.

“Ayo, Mikasa, tarik nafas, buang,” Dokter Shoko terus memberikan intruksi pada Mikasa.

Setelah beberapa lama berjuang, akhirnya tangisan bayi yang mereka tunggu terdengar. Nyaring, sangat Nyaring,

“Eren... anak kita..” lirih Mikasa.

Eren mengangguk, ia tidak kuasa menahan air matanya, pria itu mengusap kening Mikasa, menciumi tiap inci wajah lelah istrinya. Lelah mereka terbayarkan, anak mereka lahir dengan keadaan normal, Mikasa menangis dengan Eren yang memeluknya.

Dokter Shoko memberikan bayi mungil itu pada Mikasa, ia menidurkannya di dada Mikasa. Eren kembali mengeluarkan air mata, tidak menyangka jika sekarang dirinya sudah menjadi seorang ayah. Benar-benar pencapaian yang luar biasa. Ia ingat bagaimana perlakuannya pada Mikasa dulu, tapi sekarang Mikasa mati matian memperjuangkan darah dagingnya. Betapa mulianya Mikasa.

Keduanya menangis bersama, Dokter Shoko dan Asistennya turut menangis, merasakan rasa haru kedua pasangan ini. Mereka sudah sering melihat pemandangan seperti ini, tapi rasa harunya selalu berhasil membuat mereka menangis.

“Makasih sayang, makasih,” Eren mengecupi bibir Mikasa, memeluk istrinya dengan erat.

Mikasa sudah dipindahkan di ruang rawat inap, anak mereka sudah dibersihkan, Eren tak henti hentinya tersenyum memandangi anaknya dan Mikasa.

“Ganteng banget si boy,” ujar Eren.

“Kamu udah punya nama belum buat si dedek?” tanya Mikasa.

“Udah, Raiden Yeager. Bagus ga?”

Mikasa terdiam beberapa saat, namun, sejurus kemudian dirinya mengangguk kecil

“Bagus, namanya kedengeran gagah dan berani. Sekarang nama kamu Raiden Yeager. Tolong jadi anak baik yang berbakti sama Bunda juga Papa ya, sayang.” Mikasa mengelus wajah mungil bayi itu, mengecupnya dengan sayang.

“Malam nyonya Mikasa, bayinya kita istirahatkan di ruangan bayi ya.” Suster datang membawa Raiden ke ruangan khusus bayi.

Sekarang tinggal Eren dan Mikasa, berdua. Tidak banyak kalimat yang bisa Eren lontarkan, hanya kata Terimakasih dan Maaf. Eren menangis di pelukan Mikasa, dan tanpa sadar mereka tertidur di satu ranjang.

--

--