Senja di Jakarta

🌷
4 min readJan 7, 2024

--

Made by canva

“Senja di Jakarta hanyalah fiksi pendukung Judithia & His First Love”

Senja di Jakarta menceritakan tentang Libra, perempuan berusia 27 tahun yang bekerja sebagai seorang sekretaris direktur perusahaan ternama di Jakarta. Sejak lulus kuliah, Libra bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan sang ayah. Hampir setiap hari Libra selalu pulang lewat dari jam 6 sore. Bahkan selama dua tahun terakhir, Libra selalu pulang larut malam karena pekerjaannya yang padat hingga berujung pada minimnya kebersamaan yang ia habiskan dengan sang ayah. Libra tidak punya waktu.

Sampai suatu hari, untuk pertama kalinya sejak dua tahun, akhirnya Libra berkesempatan pulang di bawah jam 6 sore. Saat itu Libra berada pada kondisi paling lelahnya dan tepat saat ia akan menyeberangi lampu merah, Libra melihat seorang badut yang berjoget tak jauh di sana. Awalnya Libra enggan peduli sebab ia tak sedikitpun merasa terhibur akan keberadaan badut itu. Sampai ketika sang badut melepas tutup kepala kostum bonekanya, Libra menemukan fakta bahwa orang yang berada di balik kostum badut itu adalah ayahnya sendiri.

Libra marah. Ia menarik ayahnya pulang.

“Kenapa ayah harus jadi badut? Ayah gak punya uang? Ira kan udah bilang kalau ayah butuh uang, ngomong ke Ira. Nanti Ira kasih kok!”

“Uang dari kamu masih ada sama ayah. Uangnya masih cukup.”

“Terus kenapa ayah jadi badut? Ayah pikir Ira gak khawatir? Ayah pikir selama ini Ira kerja keras buat siapa kalau bukan buat ayah?”

“Ira, ayah jadi badut buat menghibur orang yang capek pulang kerja—”

“Gak ada yang terhibur sama keberadaan ayah!” bentak Libra. “Orang capek itu maunya pulang! Bukan liat badut!”

Pertengkaran mereka berakhir dengan Libra yang langsung tidur ke kamarnya. Semuanya berlalu begitu saja. Tidak ada permintaan maaf, tidak ada obrolan lagi antara Libra dan ayahnya, tidak ada apapun.

Libra kembali sibuk pada pekerjaannya dan tanpa sadar mengabaikan satu-satunya orang yang ia miliki saat itu. Sampai suatu hari Libra mendapat kabar kalau ayahnya meninggal dunia, untuk pertama kali dalam hidup, Libra mempunyai banyak penyesalan.

Setelahnya Libra pun mengambil cuti pekerjaan. Selama cuti itu, Libra selalu menghabiskan waktu berjalan-jalan tidak jelas di sekitaran Jakarta entah itu seorang diri maupun bersama temannya.

Lalu di suatu sore sebelum jam 6, Libra melewati lampu merah yang selalu ia lewati setiap pulang kerja. Di sana ia melihat badut berjoget-joget di sekitaran lampu merah tersebut dan tanpa sadar Libra tertawa-tawa oleh tingkah badut itu. Ia tertawa sampai meneteskan air mata hingga kemudian menangis di jalanan.

Badut yang ia lihat mengingatkan Libra pada ayahnya. Mengingatkan Libra bahwa hal terakhir yang ia lakukan sebelum sang ayah pergi adalah membentak lelaki itu hanya karena ayahnya menjadi badut.

Cukup lama Libra menangis sampai tidak sadar kalau badut yang tadi ia lihat sudah berada di hadapan Libra. Betapa terkejutnya Libra begitu melihat bahwa orang di balik kostum badut itu adalah bosnya sendiri.

“Pak Sanugi?”

“Udah nangisnya, Ra?”

“Bapak ngapain di sini?” tanya Libra. Ia menunjuk kostum badut yang menutupi tubuh lelaki itu. “Bapak ngapain jadi badut?”

“Santai aja, Ra. Kita di luar kantor dan lo juga lagi cuti, jadi gak usah formal gitu.”

“O-oke, tapi lo ngapain?!”

“Jadi badut, ngapain lagi coba?”

“Maksud gue….buat apa?” tanyanya. Dan pertanyaan ini lah yang akhirnya membawa Libra pada benang merah antara ia dan Sanugi.

Sanugi Atmaja adalah atasannya di perusahaan tempat ia bekerja—orang yang membuat Libra lembur hampir dua tahun terakhir. Satu hal yang membuat Libra terkejut adalah fakta bahwa Sanugi mengenal Giandra, ayah Libra.

“Pak Giandra itu badut yang sering gue liat sore-sore gini di jalan sama adek gue. Lo tau Niskala kan, Ra?”

“Tau. Adek lo yang sakit kanker itu ya?”

“Iya. Dia suka banget liat badut, makanya gue selalu berusaha nemenin dia sore-sore buat liat badut di sini sampe malem kadang. Niskala selalu ketawa kalau liat badutnya joget-joget. Gue sebenernya gak tau bagian lucunya dimana, tapi ya gue ikut ketawa tiap liat Niskala ketawa.”

“Karna itu lo selalu ngalihin kerjaan lo ke gue, Gi?”

Sanugi tertawa. “Iya. Sorry.”

Kemudian Sanugi menceritakan perihal perkenalannya dengan ayah Libra. Lelaki itu menceritakan alasan ayah Libra menjadi badut karena ayahnya ingin menghibur orang. Giandra selalu melihat putrinya pulang kerja dengan muka kusut setiap malam. Karena itu juga, putrinya tidak pernah bisa liat langit Jakarta sore-sore. Dari situlah Giandra berpikir untuk menghibur orang yang pulang kerja dengan jadi badut.

Tapi, beberapa sore terakhir Sanugi dan Niskala, adiknya tidak pernah lagi melihat badut itu di jalan. Niskala jadi sedih dan merasa kehilangan. Sanugi tidak ingin melihat Niskala sedih, maka dari itu ia berinisiatif menjadi badut untuk Niskala tanpa adiknya tahu. Dari situ juga, Sanugi akhirnya merasakan apa yang Giandra rasakan. Ia bahagia melihat orang-orang terhibur akan keberadaannya. Ia bahagia melihat Niskala bahagia.

Dari sanalah hubungan Sanugi dan Libra makin erat. Setelah kembali bekerja, Libra mulai memaklumi kepergian Sanugi tiap sore dan Sanugi pun berusaha untuk tidak terlalu memberatkan Libra akan pekerjaannya yang tertunda.

Lalu tibalah dimana Sanugi kehilangan Niskala. Adiknya meninggal dunia dan Sanugi menyesal karena ia baru bisa memberikan waktunya sekitar dua tahun terakhir ini untuk sang adik. Sanugi hancur dan Libra berusaha untuk berada di sisi Sanugi semampu yang ia bisa. Bukan sebagai sekretaris, tapi sebagai seorang teman.

Sanugi dan Libra sama-sama kehilangan orang yang mereka sayang. Tapi, karena akhirnya mereka mengerti posisi satu sama lain, keduanya berusaha untuk sembuh dari luka masing-masing.

Meskipun Niskala telah pergi, Sanugi tetap menjadi badut di lampu merah setiap sore menjelang untuk menghibur orang-orang. Libra selalu menyaksikan lelaki itu; bagaimana ia menari, bagaimana ia berusaha menghibur mereka yang pulang kerja, dan bagaimana lelaki itu berusaha untuk merelakan apa yang telah pergi. Sanugi mengajarkan Libra banyak hal.

Bersama Sanugi, Libra belajar untuk ikhlas.

--

--