rainbowsiren
5 min readAug 5, 2023

๐˜ฟ๐™ง๐™ž๐™ซ๐™š๐™จ ๐™ฎ๐™ค๐™ช ๐™๐™ค๐™ข๐™š

Langit yang gelap itu beranjak pekat kala malam bergerak larut. Ramai jalan di malam minggu itu tak lantas buat sepasang kekasih baru itu menggerutu. Sebaliknya mereka menikmati perlahan meniti jalanan. Duduk bersisian, yang lebih tua duduk canggung di kursi penumpang. Sementara lelaki scorpio itu terlalu fokus dengan jalanan di hadapannya.

"Kenapa nggak biarin gue aja yang nyetir?", tanya Hazel.

"Kenapa harus lo yang nyetir?", Jace balik bertanya.

Yang lebih tua menghela napas panjang, jelas tak ada gunanya berdebat setelah habiskan hampir lima belas menit di parkiran cafe hanya perkara rebutan setir.

"Yaudah terserah lo.", ucap Hazel akhirnya.

"Lo capek. Biar gue yang nyetir, puas?", tanya Jace.

"Gue nggak capek, Jace.", sambar Hazel.

"Iya gue tau. Udahlah gapapa. Lagian kenapa sih ngotot banget mau nyetirin. Gue juga biasa nyetir sendiri.", imbuh Jace.

"I'm your boyfriend now. I just want to, you know. Drives you home.", ucap Hazel pelan, seraya buang muka ke arah jendela di sisinya.

Rupanya si libra gengsi betul diantar pulang. Sisi maskulinnya berteriak ingin jaga yang lebih muda. Namun apa daya, mobil kesayangannya sudah kembali ke tangan sang ayah, hingga mau tak mau, dia kehilangan privilege jadi pacar siaga antar jemput.

"I'm your boyfriend too, you know. I can drive you home.", ucap Jace lembut, seolah mengerti perasaan Hazel.

Hazel menghela napas lagi, lalu kembali larut dalam diamnya.

"So this is our first day huh?", ucap Jace.

"You think?", tanya Hazel.

"Nggak. Gak nyangka aja lo bakal ngetweet begitu. Post foto gue, lagi.", seloroh Jace.

"Lo nggak suka ya?", Hazel bertanya lagi.

Kepalanya menoleh tatap sisi wajah yang lebih muda, cari setitik tak nyaman yang kemudian nihil.

"Nope. Kan gue udah bilang. Nggak nyangka aja.", imbuh Jace.

"Should I private my account then?", tanya Hazel.

"Nggak perlu kaak.", jawab Jace lembut.

"Jangan panggil kak.", ucap Hazel.

"Iya, lupa. Gue masih harus belajar.", lanjut Jace diantara senyum tipisnya.

"Belajar?", yang lebih tua siratkan kebingungan.

"Belajar soal lo. Soal pacaran sama lo. Lo sukanya apa, nggak sukanya apa. We didn't know each others for long.", ucap Jace.

"Rasanya pe er gue paling banyak soal ini.", imbuh Hazel.

Kalimat barusan sontak buat Jace diam. Banyak. Terlalu banyak yang belum diperlihatkannya pada Hazel. Ada rasa takut besar dalam dirinya yang tak mudah dijelaskan sebab menjadi terbuka meluaskan peluang duka yang dalam kala satu dan lainnya tak bisa lagi saling rengkuh. Jace serius soal ini. Menyoal masa depan yang bahkan baru saja mereka mulai dengan langkah kecil bersisian.

"So how you liked today? Our first day? It's not so special, I think.", ucap Hazel, sadarkan Jace dari lamunannya.

"I liked today. A lot.", jawab Jace.

"You do?", tanya Hazel ragu.

Seharian ini mereka cuma habiskan waktu di cafe. Jace menemaninya di saat-saat pertama bekerja jadi barista. Ada disana ketika Hazel pertama kali jalani hari sederhana tanpa embel-embel Magari. Pelan namun pasti Hazel berusaha berdiri di kakinya sendiri jalani hidup baru tanpa privilege dan fasilitas sebagai seorang pewaris Magari.

"Stop doubting everything. Stop doubting yourself, will you?", ucap Jace seolah bisa baca pikiran Hazel melalui pertanyaan terakhirnya.

"I'm trying to.", ucap Hazel pelan.

Ia menoleh lagi, buang muka ke jendela di sisinya, tatap kosong ruko-ruko yang berlalu perlahan di bawah cahaya lampu jalanan. Lalu sebuah tangan menggapai telapak Hazel yang kosong. Jace mengisi sela jarinya lembut, menariknya sedikit dalam genggaman hangat.

"Seriously though, kenapa post foto gue? Kan jadi rame.", tanya Jace, menggoda yang lebih tua.

"Sengaja.", ucap Hazel singkat. Sebab dirinya sedang berusaha tenangkan kupu-kupu yang beterbangan dalam perutnya.

"Huh? Biar kak Daniel liat?", tanya Jace lagi.

"Biar semuanya liat. Biar lo liat kalo gue serius.", ucap Hazel.

"Lo serius?", tanya Jace.

"Lo nggak?", Hazel bertanya balik, maniknya tatap si scorpio yang sedang tertawa itu penuh selidik.

"Serius lah. I've been wanting to know you, since..", yang lebih muda sengaja gantungkan kalimatnya, nikmati penasaran Hazel yang terasa lucu baginya.

"Sejak kapan?", tanya Hazel.

"Sejak maba. Inget? Waktu gue foto lo diem-diem dari jauh?", tanya Jace.

"Hah?", kedua alis Hazel hampir bertaut karena bingung.

"That's me.", ucap Jace diantara tawa renyahnya, sesekali melirik Hazel yang netranya tak lepas dari wajah menawan Jace.

"Bohong banget! You didn't tell me.", protes Hazel.

"Beneran. Lagian coba lo inget lagi, lo galak kayak apa sih. Mana berani gue nunjukin kalo gue penasaran pengen kenal. Masih maba pula. Besides, who knows you'll be gay for me.", terang Jace.

"You always surprised me. Gue nggak tau mana yang bener mana yang nggak.", keluh Hazel.

"Aneh banget! Padahal lo yang selama ini se misterius itu. Kenapa jadi gue yang susah dipercaya?", tanya Jace.

"You liked me for that long? In silence? Nonsense.", imbuh Hazel. Berbanding terbalik dengan genggaman tangannya yang semakin erat lingkupi telapak yang lebih muda.

"Waktu itu belom suka. Penasaran lebih tepatnya.", ucap Jace.

"Stop your 'I liked you first' agenda. I liked you more.", imbuh Hazel.

"Should I post something too? Supaya lo percaya?", tanya Jace.

"Do what you want. Terserah. Yang jelas lo udah jadi pacar gue. Titik.", ucap Hazel.

Pipi Jace menghangat dengar kalimat terakhir Hazel. Tangannya dengan enggan lepaskan tautan jari yang lebih tua karena harus hentikan mobilnya di lobby apartemen Hazel. Ia ganti persneling ke mode parkir, lantas lepas pijakan rem di kakinya. Hela nafas si libra terdengar jelas di telinganya, waktunya mengakhiri kebersamaan mereka di hari pertama sebagai sepasang kekasih sudah tiba.

"Thanks for today.", ucap si scorpio seraya menoleh, tatap manik cokelat Hazel yang berkilau diterpa cahaya redup lobby apartemennya.

"Gue yang makasih sama lo Jace.", ucap Hazel yang kini tatap balik netra yang lebih muda.

Jace tersenyum.

"Jangan lupa nanti lebamnya di kompres pake es lagi.", titah Jace.

Hazel mengangguk kecil, seraya melepas sabuk pengaman. Tanpa aba-aba ia menjulurkan kepalanya ke arah Jace, daratkan kecup lembut dan tipis di ranum tebal Jace yang manis. Aroma lipbalm peach itu menguar halus di indra penciuman Hazel, berpindah sedikit ke bibirnya. Dua detik kemudian ranum mereka berpisah dengan enggan seraya Hazel raih pintu dan membukanya.

"Safe drive, and let me know when you're home.", pesan si libra dengan netra menilik tajam pada Jace ketika kaca mobil diturunkan.

"Will do.", ucap Jace canggung.

Hazel melambai singkat seraya menyandangkan ransel di bahunya. Jace melajukan mobilnya, tinggalkan area lobby setelah membunyikan klakson pendek. Sementara Hazel masih memaki dirinya dalam hati seraya menatap mobil Jace yang menjauh tinggalkannya. Si libra yang perlahan tunjukkan sisi posesif itu tak beranjak dari tempatnya hingga mobil Jace tak tampak lagi di hadapannya.

rainbowsiren

I write to free myself from a prison called real-life