Obsessive Love Disorder!

Kamomails
6 min readNov 29, 2022

Biu sudah sampai di kantor Bible dengan menaiki taksi, setelah menyapa para pegawai—Biu pun bergerak menuju lantai dimana ruangan Bible berada.



Dan ketika sampai, tanpa mengetuk pintu dan basa-basi, Biu langsung membuka pintu ruangan Bible dari luar.



“Bibs—“



Dan betapa terkejutnya ketika matanya langsung di hadapkan pada adegan dimana suaminya mengecup mesra seorang pria yang sepertinya tengah menangis.



Biu merasakan nafasnya seolah berhenti tiba-tiba. Jantungnya bergemuruh riuh menimbulkan gejolak yang membuat tubuhnya bergetar hebat, mendadak dia mual bahkan muak.



Pandangannya buram—isi kepalanya mendadak ramai di penuhi kemungkinan-kemungkinan yang tak bisa dia ungkapkan.



Biu harus berbuat apa sekarang? Menangis—tidak, jika dia menangis dia akan terlihat lemah.



Mengamuk—bukan ide yang bagus juga, tak akan menyelesaikan masalah.



Baiklah.



Biu harus menghadapi ini dengan caranya sendiri—jika Bible menikamnya dengan begitu halus hingga dia tak menyadari jika dirinya tengah dibunuh secara perlahan. Maka dia akan melakukan hal yang sama.



Bukan sebuah balas dendam, hanya saja dia harus memberi pelajaran berharga bagi suaminya agar bisa lebih menghargai keberadaan dirinya.



Bible melepaskan kecupan—tak perduli jika pria itu masih menangis.



Dia tidak akan menyakiti Biu nya, apalagi mengkhianati—itu Itu sama sekali tak ada dalam otaknya.



Bible sudah selesai dengan ini—dia selesai bersama masa lalunya.



“B-biu sayang—kenapa ga bilang kalo mau ke kantor?” Bible terbata, menarik nafas lambat-lambat saat melihat Biu berdiri di ambang pintu dengan pandangan mata yang tidak seperti biasa.



Sorot matanya memancarkan kekecewaan, amarah, emosi serta kesakitan yang membaur jadi satu.



Biu tersenyum—senyum yang tak sampai ke mata. "Aku ga harus minta ijin dulu kan buat dateng kesini, ini kantor suamiku—berarti ini punya aku juga!" Jawab Biu lugas, mendekat kearah Bible yang masih berdiri kaku tak mampu berkutik.



Bible mengangguk kaku, otot lehernya terasa kram. Kepalanya sudah membayangkan apa yang sebentar lagi akan terjadi pada dirinya.



Biu melarikan matanya pada sosok pria yang masih sesenggukan. Pria yang beberapa bulan lalu tak sengaja bertemu dengannya di sebuah restoran bersama Perth.



Bible memejamkan mata sejenak, dia dalam masalah besar sekarang.



"Dia kenapa?" Tak ingin membahas tentang apa yang dia lihat barusan, Biu lebih memilih untuk menanyakan apa yang terjadi pada pria itu.



“I-ini pacar Perth—“ Bible menghentikan kalimatnya saat dia baru menyadari apa yang Biu tanyakan. Dia tak fokus—padahal Biu bertanya kenapa, bukan siapa.



Biu berjalan mendekat pada pria yang masih menangis, meskipun tak seperti tadi. Biu mengulurkan tangannya pada pria itu hingga beberapa detik kemudian pria itu menyambut uluran tangan Biu.



"G-gue Naph—“ Suaranya masih putus-putus karena tangisnya yang belum berhenti, tapi tetap berusaha memperkenalkan diri pada Biu.



"Na Naphat, right?”



Bible terdiam kaku. Jantungnya seolah berhenti berdetak ketika Biu menyebut nama lengkap pria yang juga sama terkejut nya.



Biu nya tahu jika pria itu adalah Naphat—pria dari masa lalunya yang sudah beberapa bulan ikut dengannya disini.



Tapi darimana Biu mengetahui itu, seingatnya Bible tak pernah menceritakan apapun tentang ini.



Seketika rasa takut dan penyesalan mulai merambat kedalam aliran darah. Andaikan waktu itu dia tak datang kesana, andaikan juga dia tak membawa Naphat turut pulang bersamanya demi sebuah penebusan kesalahan, andaikan dia jujur dari awal pada Biu tentang apa-apa saja yang dia lakukan.



Andai



Semua hanya sebuah andai yang terlambat.



Bible bisa apa sekarang, menyesal—tak ada guna. Salahnya sendiri berani bermain dengan api, terbakar juga kan akhirnya.



"Gue Biu—suaminya Bible." Melepas jabat tangan mereka. Biu meneliti wajah Naphat yang masih sembab. "Gimana, betah tinggal disini, atau mungkin ada niatan buat menetap disini?" Biu melipat kedua tangannya didepan dada, mengangkat satu alisnya tinggi, tenang tapi penuh keangkuhan.



"Sayang—“ Bible berhasil mengeluarkan suara meskipun hanya seperti bisikan, tapi masih bisa di dengar. Bible berusaha menggapai Biu, tapi dengan cepat Biu menghindar.



Biu melirik ke arah Bible sebentar, mengabaikan panggilan dan tangan suaminya yang hendak menyentuh dirinya. Rasanya Biu tak sanggup untuk melihat wajah Bible lebih lama.



"Maksud lo apa ngomong gitu, gue disini buat minta pertanggungjawaban sama Bible—" Oh sepertinya pria bernama Naphat ini tengah mengajak Biu bermain-main.



“Pertanggung jawaban apa, lo di hamilin sama suami gue?” Jika iya, maka dengan senang hati Biu akan membunuh mereka berdua disini.



"Ga.." jawab Naphat cepat.



Huh, Biu bernafas lega karena dia tak harus menjadi seorang pembunuh.



Lega karena tak harus jadi seorang pembunuh atau karena ternyata suaminya tak melakukan hal lebih dari yang ia kira?



"Lalu?" Suara Biu begitu tenang. Tapi itu menjadi sebuah ancaman besar bagi Bible.



Sungguh, Bible lebih memilih Biu nya mengamuk dan memukulnya hingga sekarat dari pada bertingkah seperti ini.



Ini lebih mengerikan dari apapun yang pernah Bible alami.



"Dulu Bible hampir ngerusak hidup gue!" Jerit Naphat keras.



“Dulu kan, tapi gue liat sekarang lo baik-baik aja.” Tatapan matanya, suaranya, ekspresi nya. Semuanya masih nampak sama. Tenang, tapi juga membawa sebuah bencana besar.



"Lo ga tahu apa-apa tentang gue—“



"Siapa bilang—tentu gue tau!" Biu menyela sebelum Naphat selesai. Sorot mata tajamnya mengunci pada tatapan Naphat yang senduh, tapi Biu tak akan iba pada pria ini. Meskipun Bible pernah menyakiti Naphat, tapi Bible sudah menebus setiap kesalahannya.



“Lo Na Naphat—cinta pertama suami gue. Dulu. Cowok yang pernah di sekap di apartemennya selama seminggu, bahkan hampir di perkosa cuma karena sebuah alasan konyol yang ga masuk akal." Tumpah sudah segala rahasia yang selama ini dia sembunyikan dari suaminya.



Demi Tuhan, Biu sama sekali tak berniat membuka aib suaminya sendiri. Tapi keadaan memaksanya melakukan itu.



Bible terdiam kaku setelah mendengar penuturan dari Biu. Dia tak menyangka jika Biu mengetahui semua apa yang pernah dia lakukan di masa lalu—padahal Bible sama sekali tak pernah menguak hal itu sedikitpun selama ia kenal dengan Biu.



"Cowok yang pernah jadi korban dari anak laki-laki umur delapan belas tahun yang mengidap kelainan mental, Obsessive love disorder atau obsesi terhadap orang yang di cintai. Bible dulu terobsesi sama lo sampe apapun yang lo lakuin harus selalu dalam pengawasan Bible sampe akhirnya lo depresi. Tapi selama ini Bible selalu biayain semua pengobatan lo. Sialnya, anak laki-laki itu adalah orang yang sekarang jadi suami gue!" Sambungnya tegas.



Biu memejamkan mata. Mencoba menghilangkan rasa sakit yang semakin terasa hingga ke persendian.



Tapi sayang, rasa sakit itu kian terasa. Seperti mencengkeram dadanya dengan begitu kuat. Kesakitan yang dia rasakan seperti sebuah hantaman keras di hatinya hingga hancur menjadi serpihan-serpihan kecil.





"Sayang maafin aku—“ Lirih Bible. Suaranya bergetar dengan mata yang sudah merebak basah, bahkan Bible tak menyadari jika dia tengah menangis.



"Tapi gue mau Bible balik ke gue—gue bisa nerima sisi Bible yang lain!" Raung Naphat penuh permohonan, berharap Biu mau merelakan Bible untuk kembali bersamanya.



"Lo terlambat, Naphat!" Bible ga pernah jadi milik lo, itu yang gue tau. Kalo tujuan lo kesini cuma buat ngancurin rumah tangga gue sama Bible—lo gagal!" Bohong—kenyataannya pria itu berhasil merobohkan rumah tangga yang baru mereka bangun.



Pria itu berhasil meratakannya dalam hitungan detik.



Biu hancur—cintanya memudar secara tiba-tiba. Hanya kesakitan yang dia rasakan menggerogoti hatinya.



Biu tak tahu akan seperti apa rumah tangganya nanti. Entah akan dia bangun kembali dengan pondasi yang lebih kokoh, atau dia biarkan saja puing-puingnya berserakan.



...



Bible terus mengejar langkah kaki Biu. Setelah perdebatan panjang nya dengan Naphat, Biu pergi meninggalkan ruangan yang menjadi saksi hilangnya sebuah kepercayaan yang mati-matian Biu bangun. "Sayang, aku bisa jelasin.." Berkali-kali Bible memohon pada Biu untuk mendengar penjelasannya, namun sepertinya Biu enggan.



Kenapa baru menjelaskan sekarang—padahal Bible memiliki banyak waktu untuk mengatakan semuanya.



"Kita pulang!" Suara Biu berubah menjadi lebih dingin dan datar. Tatapan matanya pun tak lagi lembut seperti biasanya.



"Biu.."



"Kita pulang, Bible. Kita bahas dirumah." Lalu melanjutkan langkahnya.



Perasaan nya sungguh tak tenang, pikirannya pun kacau. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan Biu lakukan padanya nanti.



Tapi Bible hanya meminta satu—Biu jangan sampai pergi meninggalkannya, karena jika itu terjadi maka Bible hancur.



Lalu, apa menurut Bible kini Biu nya baik-baik saja?



Tiba di lobi kantor, Biu berhenti ketika melihat Perth tengah berdiri gelisah dengan raut wajah khawatir yang begitu kentara.



Biu masih menyempatkan diri untuk menampilkan sebuah senyum untuk orang yang turut andil dalam kebohongan suaminya. "Kita pulang ya—Naphat masih diatas. Perth, thanks udah bantu Bible ngurusin Naphat selama disini—dan kayaknya kondisi Naphat udah oke jadi lo bisa urus kepulangannya." Lalu Biu keluar menuju pelataran parkir tempat dimana mobil suaminya berada.



Dia ingin segera tiba dirumah. Dia lelah hari ini—tak hanya tubuh, tapi pikiran dan hatinya juga sangat lelah..

🍂🍂

--

--