Sebuah Rasa Penasaran terhadap Kecantikan

Reynaldi Satrio Nugroho
2 min readApr 7, 2017

--

Terkadang secara otomatis aku memiliki pikiran dan perilaku yang cenderung menguntungkan perempuan yang cantik secara fisik. Seiring berambahnya usia, hal ini membuatku semakin bertanya-tanya.

Apakah seorang laki-laki heteroseksual itu sewajarnya memiliki pikiran dan perilaku seperti ini?

Atau ternyata pemahaman tadi hanya merupakan mitos saja?

Apabila jawabannya tidak wajar, aku bersyukur bisa mengubah perilaku itu. Namun apabila memang jawabannya wajar, aku akan semakin penasaran dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan lagi.

Mengapa manusia sejenisku secara otomatis melakukan hal tadi?

Apakah aku harus menerima mentah-mentah pendapat ‘ahli’ psikologi yang menyatakan bahwa naluri mencari perempuan cantik itu berguna untuk menjamin lahirnya keturunan yang berkualitas?

Lantas bagaimana nasib perempuan yang kurang cantik namun memiliki pemikiran dan perilaku yang bisa dijadikan panutan?

Apakah seleksi alam ini tidak mau menerima mereka?

Ah, pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benakku ini hanya membuatku bingung. Jujur saja, aku kesulitan untuk memastikan bahwa penilaianku terhadap seorang perempuan tidak condong ke arah tertentu. Aku takut menambah beban pemberian label, prasangka dan diskriminasi negatif terhadap perempuan. Kenyataannya perempuan masih sering didiskriminasi oleh laki-laki hanya karena mereka perempuan. Laki-laki heteroseksual yang sudah yakin berlaku adil terhadap perempuan tanpa menimbang penampilan mereka saja bisa tidak adil dalam prakteknya.

Begini, diskriminasi terhadap perempuan sekarang ini sudah berganti tren. Dahulu mungkin diskriminasi dieksplisitkan, misal perempuan tidak memiliki hak pilih dalam pemilihan kepala negara. Namun sekarang diskriminasi itu sudah menjadi implisit. Perasaan sih sudah adil, tapi nyatanya belum tentu. Oke, selamat membantah apabila tidak percaya.

Yah entahlah rasa penasaranku ini harus dilarikan kemana. Pada akhirnya walaupun terdapat berbagai jawaban yang bisa kudapatkan mulai dari agama sampai referensi ilmiah, aku tetap bingung apabila aku harus menghadapi kondisi khusus. Kondisi yang aku maksud adalah pada saat aku bertemu seorang perempuan yang aku anggap memiliki pemikiran, perilaku dan penampilan jauh di atas rata-rata. Asli, bingung.

Memangnya betul perempuan itu memiliki pemikiran dan perilaku yang baik?

Aku takut aku sebetulnya hanya berprasangka saja karena terpengaruh penampilan yang sangat menawan. Jangan-jangan setiap kali perempuan seperti itu berperilaku baik terhadapku, aku langsung melupakan semua perilaku buruknya. Bukan tidak mungkin setelah itu muncul perasaan naif yang (sepertinya) biasa dialami oleh laki-laki berparas menengah ke bawah sepertiku. Perasaan yang muncul sesaat dan cepat pergi, namun membekas walau sulit dideskripsikan dengan kata-kata.

Lama-lama aku lelah juga memikirkan hal yang kurang penting ini. Tapi masalahnya akhir-akhir ini kondisi khusus itu terus berulang. Perempuannya sama pula. Ditambah lagi pikiranku ini juga sudah tekontaminasi dengan penemuan bahwa perasaan manusia dapat dipastikan tidak konsisten dalam jangka panjang, walaupun manusia mendambakan perasaan yang abadi. Overload sudah otak ini.

Ah elu sih.

--

--