Kreativitas, Sebuah Pengantar

Riyanthi Sianturi
4 min readOct 16, 2018

--

Acapkali saya memulai perkuliahan dengan refleksi ke masa lampau bersama dengan mahasiswa. Dengan melihat pada masa sebelum sekarang, kita mungkin bisa menyadari penyebab diri kita menjadi yang seperti sekarang dan dari penyadaraan itu, kita bisa merubah diri sehingga di masa depan menjadi lebih baik.

Saya mulai dengan cerita tentang pemandangan. Setiap anak di masa Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar di Indonesia, atau paling tidak sebagian besar, pasti pernah diajari atau diminta untuk menggambar pemandangan. “Gambarlah sebuah pemandangan,” katanya. Apakah yang kita gambar?

Sumber: http://naya.web.id/wp-content/uploads/2014/09/1390161_20140502085730.jpg

Dari artikel-artikel dalam berbagai blog, dan dari investigasi pada banyak mahasiswa yang saya didik, saya merangkum bahwa tak hanya saya tetapi banyak sekali anak di Indonesia yang ketika diminta menggambar pemandangan, maka akan memulainya dengan menggambar 2 gunung, diikuti dengan matahari, awan/langit, burung-burung, jalanan dan persawahan. Terkadang saya menambahkan tiang listrik di sepanjang jalan, lalu laut di sebelah kiri dan sawah di sebelah kanan. Polanya mayoritas sama/mirip. Ketika disebut dengan pemandangan, yang terpatri di pikiran adalah gunung dan sawah.

Saya gali kembali, bahwa ternyata pemandangan 2 gunung dan persawahan memang ada di Indonesia, yaitu Gunung Sumbing dan Gunung Sandoro di Jawa Tengah. Sebagian orang berpendapat bahwa seragamnya mindset “pemandangan” pada anak-anak Indonesia merupakan keberhasilan para pendahulu mewariskan megahnya pemandangan Indonesia ke generasi-generasi di bawahnya. Pendapat lain mengatakan bahwa ini merupakan bagian dari propaganda untuk menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara agraris.

Terlepas dari pendapat-pendapat ini, saya ingin memberi pandangan sendiri, yang saya hubungkan dengan perkembangan pola pikir dan kreativitas hingga tumbuh dewasa. Keseragaman dalam hal ini justru merupakan hal buruk bagi saya. Anak-anak yang menggambar secara seragam dapat menjadi penghambat kreativitas. Saat menampilkan gambar pemandangan yang berbeda, menjadi sesuatu yang salah. Ketika berbeda, menjadi terlihat buruk, karena tidak sesuai dengan yang diaturkan. Melanggar aturan.

Saya tak ingin menyalahkan siapapun dari pendapat saya yang menyatakan bahwa menggambar pemandangan berarti ada 2 gunung, 1 matahari, burung-burung, awan/langit, jalanan dan persawahan. Saya ingin kita menjadikannya jalan untuk memperbaiki tindakan kita ke depan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi”. Tidak jauh berbeda, Merriam Webster Dictionary menyebutkan bahwa “creativity is the ability to make new things or think of new ideas”. Beberapa ahli mendefinisikan kreativitas sebagai:

‘the ability to solve problems and fashion products and to raise new questions’ (Gardner 1993);

‘a state of mind in which all our intelligences are working together’ (Lucas 2001);

‘imaginative processes with outcomes that are original and of value’

(Robinson 2001);

creativity is characterized by ‘novelty, effectiveness and ethicality’ (Cropley 2002).

To be creative an act, idea or product ‘must be new and must be given value by some external criteria’

(Gruber & Wallace 1999).

Keseragaman tak selalu salah. Namun, kreativitas adalah tentang kemampuan untuk menjadi berbeda, yang dimulai dari pikiran. Kreativitas adalah mampu dan mau berpikir berbeda dari orang kebanyakan. Kreativitas adalah dapat melihat sesuatu yang tak dapat dilihat oleh orang lain, termasuk di dalamnya peluang yang tak terpikir oleh orang kebanyakan. Kreativitas adalah keterampilan yang dalam proses penciptaan sesuatu yang baru, yang bermanfaat, yang menyelesaikan persoalan-persoalan di masyarakat.

Jika kreativitas dimulai dari pikiran, seperti apakah cara berpikir orang yang kreatif?

Robert Fisher membagi cara berpikir menjadi berpikir kreatif (creative thinking) dan berpikir kritis (critical thinking). Beberapa ciri berpikir kreatif diantaranya adalah berpikir secara divergent, melihat segala kemungkinan, menggunakan intuisi, melibatkan otak kanan, subyektif dan penuh dengan spekulasi (mengadu untung). Berpikir kritis dicirikan dengan berpikir secara convergent, melihat segala peluang, logis, melibatkan otak kiri, obyektif dan penuh dengan pertimbangan.

Orang-orang kreatif mempergunakan kedua cara berpikir ini. Ilustrasinya seperti gambar berikut.

Sumber: https://uxthink.files.wordpress.com/2010/01/picture-26.png

Berpikir secara divergent ketika menciptakan berbagai pilihan dan berpikir secara convergent ketika membuat/memutuskan pilihan dari sekian banyak pilihan-pilihan yang berhasil diciptakan.

Sumber: https://grup14.com/files/2015-10/messi-diagram-1-.png

Berpikir convergent adalah tentang memilih berdasarkan data dan fakta, sedangkan berpikir divergent adalah tentang membuat stimulus untuk menciptakan berbagai jawaban potensial. Kedua cara berpikir ini bukan untuk dibandingkan, tetapi disandingkan bersama. Contohnya, ketika diberikan sebuah persoalan, pergunakan cara berpikir kreatif untuk menggali sebanyak mungkin ide sebagai solusi persoalan. Ketika banyak ide telah tercipta, pergunakan cara berpikir kritis untuk secara obyektif dan penuh pertimbangan memilih ide yang tepat menjadi solusi terhadap persoalan.

Persoalan menggambar pemandangan adalah persoalan kesediaan memberi ruang untuk melangkah di luar kebiasaan. Keseragaman adalah lawan dari kreativitas, karena kreativitas adalah berani berpikir berbeda, yang dilanjutkan bertindak dengan cara yang berbeda. Kreativitas adalah penasaran dengan kondisi di luar yang sudah biasa, tidak suka dengan hanya satu pilihan, tidak langsung puas dengan kondisi yang mirip/sama dengan orang kebanyakan.

Dari manakah kreativitas bermula?

Saya akan mengulasnya pada beberapa tulisan selanjutnya. Konsep Innovation Engine yang digagas oleh Tina Seelig dan Creative Confidence dari David M. Kelley dan Tom Kelley, akan menjadi landasan saya untuk menceritakan bagaimana kreativitas dipelajari dan dilatihkan, dijadikan perilaku.

Imaginasi menjadi kata kunci yang akan menjadi titik awal dari perjalanan tentang kreativitas ini.

— — — —

Referensi:

  1. Biang Inovasi, Yoris Sebastian, 2014.
  2. Mencuri Kreativitas Desainer, Raul Renanda, 2014.
  3. Creative Minds — Building Communities of Learning for the Creative Age, Robert Fisher, 2002.

--

--

Riyanthi Sianturi

A traveler, amateur photographer, coffee lover and lecturer.