Keanekaragaman dalam Es Buah Campur

Rizqi Hakim
2 min readJul 2, 2019

--

“... perkara pangan bukan sekadar menanam, mengolah, serta mengonsumsi, tetapi juga perkara mendeskripsikan, menarasikan, serta memaparkan pangan sebagai produk pengetahuan dan budaya”
- Ari Ambarwati, 2019

https://www.indoindians.com/wp-content/uploads/2015/08/indonesian_fruits.jpg

Bangsa-bangsa penghuni puluhan ribu pulau yang disatukan dengan lautan telah bersepakat untuk bersatu menjadi sebuah bangsa Indonesia. Mereka bersatu dalam satu ikatan kebangsaan tanpa menghilangkan identitas masing-masing. Umpama minuman, mereka bersatu menjadi es buah campur, bukan menjadi jus buah campur. Dan memang es buah campur menjadi nikmat karena terdapat beraneka ragam buah di dalamnya.

Namun semangat perpaduan diantara buah-buahan tadi harus ternodai karena si Pembuat Es Campur, entah karena malas mengolah buah satu persatu sedangkan pelanggannya semakin banyak atau karena dorongan kemodernan yang serba instan, mengubah tradisi pembuatan es campur menjadi jus buah. Buah-buahan yang ada disatukan lalu digilas bersamaan menjadi jus buah menggunakan blender ajaib. Sekejap telah tersedia minuman baru yang di dalamnya terkandung kemudahan, kemodernan, dan hasrat serba instan yang seringkali melenakan. Tersenyum puas kini si Pembuat Es Campur sambil menghidangkan jus buah tadi kepada para pelanggannya yang hanya bisa tercengang dan terheran-heran.

Perlahan-lahan kemampuan si Pembuat Es Campur untuk mengolah dan menyiapkan es campur tadi hilang ditelan bumi. Anak-cucunya pun tidak mengenal lagi es campur yang dahulu pernah menjadi primadona di warung orang tuanya. Sehingga identitas mereka sebagai keluarga pembuat es campur kini bergeser menjadi keluarga pembuat jus buah. Lalu apa yang lebih menyedihkan daripada kehilangan identitas yang di dalamnya termuat pengetahuan dan juga kearifan?

Setidaknya peristiwa yang mirip dengan kejadian tersebut pernah terjadi di Indonesia di era Orde Baru, hanya saja dengan skala yang lebih besar. Masyarakat yang telah nyaman sentosa dengan mengonsumsi aneka ragam panganan lokal seperti jagung, singkong, sorgum, dan sagu dibuat tercengang dan terheran-heran dengan kebijakan nasionalisasi beras. Dari ujung Sabang hingga Merauke disuguhkan dengan penyeragaman beras sebagai sumber makanan pokok. Barangkali, monolog yang diutarakan oleh para pengusung Orde Baru adalah demikian,

“Kami melakuken yang terbaik untuk negara ini. Kami penuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan menyediaken beras untuk mereka konsumsi. Adapun untuk ketersediannya, masyarakat tidak usah ragu lagi, kami siap untuk mewujudken swasembada beras nasional.”

Dan sejak saat itulah, riwayat keanekaragaman pangan lokal mulai tercerabut. Bahkan keanekaragaman padi sendiri menyusut menjadi satu primadona utama di kala itu, padi IR-64. Seiringan dengan itu, wawasan dan kearifan lokal masyarakat untuk berpijak di atas keanekaragaman lenyap ditelan kesilapan para pengampu amanah.

Bila kita cermati kembali, meminum es campur tidak dapat dipersamakan dengan meminum jus buah yang dengan mudah bisa diisap dengan penyedot. Diawali dengan menyendok secukupnya, lalu memasukkan ke dalam mulut dan mengunyahnya perlahan untuk mendapatkan sensasi tiap tekstur, rasa, dan aroma dari buah-buahan yang ada di dalamnya.

Akhir kalam, selamat hari buah internasional!

Temanggung, Juli 2019

--

--

Rizqi Hakim

Alumni Agribisnis IPB angkatan 2017 || Pengikat Lompatan-lompatan Pikiran