Raincoat In The Rain

Annesabbie
3 min readMar 22, 2023

--

Tuhan hadirkan Akila Kemala untuk Ghenta Nakula.

Kantin Fakultas Hukum terlihat ramai dan mampu menarik mata dan tubuh Kemala menuju ke tempat tersebut. Lumayan, untuk meneduh sekaligus memesan kopi susu untuk menghangatkan diri. Walaupun sudah sore, masih banyak mahasiswa yang berlalu lalang di sini, entah karena masih ada kelas atau untuk sekadar mengerjakan tugas. Kemala sebenarnya tak begitu minat dengan kantin ini, karena katanya di sini penghuninya seram-seram, matanya tajam dan menusuk. Mungkin karena kantin ini kebanyakan diisi oleh mahasiswa Fakultas Hukum yang memiliki mata yang tajam, tak membiarkan lawan dengan mudah mengintimidasi mereka.

Ting
Bunyi ponsel membuat Kemala yang masih fokus menikmati kopinya teralihkan fokusnya.

Kak Ghege? Ngapain?

Ia membalas Ghege sebelum celingak-celinguk mencari keberadaan kakak tingkatnya tersebut. Kemala tersenyum tipis ketika menemukan Ghege yang terlihat sibuk bermain ponsel. Setelah membalas pesan yang dikirimkan Ghege, Kemala melihat Ghege berlari diguyur hujan menuju parkiran untuk mengambil mantel hujan plastik untuknya—pesanannya.

“Makasih, kak! Kamu mau ngopi dulu nggak?” tanya Kemala menggoyangkan gelas kopi miliknya. Bukan Kemala jika ia tak berniat usil kepada kakak tingkatnya yang satu ini.

“Nggak, kamu aja. Udah buruan, keburu malem,” katanya.

Kemala pun menaruh gelas kopinya dan mengambil mantel plastik putih itu dari tangan Ghege. Setelah sering bertemu, membuatnya semakin mengenal Ghege, Ghege itu tau sikap, bagaimana ia menghormati perempuan, bagaimana effort-nya jika dirinya sudah merasa dekat dengan orang lain dan selalu ingin menolong orang terdekatnya. Kemala cukup kagum, namun tak ingin mengakui, biarlah disimpan saja di dalam hati. Nanti kalau tau, Ghege pasti akan geer, walaupun sepertinya Ghege bukan tipe orang yang suka meledek temannya namun tetap saja.

“Kak, bantuin gue dong, ransel gue nggak mau masuk,” kata Kemala mencoba peruntungan.

“Bilang apa?”

Kemala berdecak, saking sopannya Ghege ini. “Iyaa, aku minta tolong.”

Ghege yang memang tak pelit itupun membantu Kemala untuk memasukkan ranselnya ke dalam mantel. Walaupun muka Ghege sedikit cemberut gitu, sebenarnya Ghege gemas juga menghadapi anak kecil seperti Kemala, kok bisa dulu ia naksir Kemala ya?

“Gue emang attractive sih, Kak. Trus kenapa muka lu cemberut gitu? Nggak usah cemberut gitu napa. Gue emang salah apa sama elu? Sesalah-salahnya gue kayak tidak pernah merasa dimusuhi sebesar ini. Gue juga punya hati, Kak,” kata Kemala memulai dramanya. Ghege hanya bisa mendengarkan sampai selesai, tidak enak hati untuk memotong, walaupun hanya sekadar drama biasa.

Kemala menepuk bahu Ghege sekali sebelum melanjutkan ucapannya, “yaudah ah. Nggak asik lu, Kak. Gue mau ke pengkolan ojek dulu, tar kalau makin lama, makin deres. Lu nggak papa nggak, Kak, kalau gue tinggal, soalnya gue udah bener-bener muak dengan semua ini.”

Drama banget, kayak Naya. Tapi si Naya masih mending, ini kayak cor-coran ikan.., nggak mau berhenti.

Kata-kata itu hanya mampu diucapkan di dalam hati oleh Ghege. Ia juga tak mengerti kenapa jadi suka ngomong jelek kalau ada Kemala.

“Udah, kamu sana. Keburu makin deres, nunggu apalagi?” tanya Ghege sambil membalikkan tubuh Kemala menghadap jalan keluar dan mendorong pundak Kemala pelan. Sadar kalau telinganya sudah capek mendengar Kemala yang mengomel tak mau berhenti.

Kemala menyingkirkan tangan Ghege dari pundak belakangnya. “Iya elah, nggak usah didorong-dorong akunya, emang aku gerobak, hah?”

“Kamu tuh, Kak, kalau orang—”

“Mala.., aku masih ada rapat.”

Kemala berakhir cengengesan, puas menjahili Ghege. Membuat Ghege kesal membuatnya merasakan euforia. Jarang-jarang kan, cowok kaku atau apalah sebutannya pokoknya yang kayak Ghege ini terlihat marah.

“Yaudah, aku pergi dulu. Cateringnya jangan lupa dimakan ya, Kak. Buat laporan nihhh..” ucap Kemala membuat Ghege kebingungan.

“Ke siapa?”

Kemala tak ingin menjawab, biar kepo, tau rasa! Dendamnya kepada Ghege belum luntur ternyata. “Kepo deh lu, Kak. Dah ah, bye-bye!” Setelah itu Kemala langsung berlari ke arah pintu keluar menggunakan mantel plastiknya sambil melambai-lambai ke arah Ghege. Kemala jadi terlihat kecil ketika mengenakan itu. Mungkin juga, sedikit lucu.

--

--