Skandal Kebocoran Data Pengguna Facebook, Pendapat dan Pandanganku

Ahmad D. Rajiv
5 min readApr 16, 2018
“An phone with the Facebook app open next to Scrabble pieces arranged in the words “social media”” by William Iven on Unsplash

Facebook baru-baru ini diterpa isu yang cukup serius. Data pengguna mereka disalah-gunakan dan dijual oleh Cambridge Analytica untuk kepentingan pemetaan politik pada kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat. Sebanyak 87 juta akun menjadi korban aksi tersebut. Mark Zuckerberg pun berkali-kali meminta maaf. Dia mengakui kesalahannya dan beberapa hari lalu mempertanggung-jawabkan hal itu di hadapan Kongres Amerika Serikat.

Pemerintah Indonesia bahkan mengancam akan menutup dan memblokir Facebook. Suatu sikap yang menurutku berlebihan.

(Berita mengenai kasus tersebut dapat dibaca di sini dan juga di sini)

Sesuatu yang sebenarnya perlu disadari terlebih dahulu sebelum kita menghakimi Facebook, adalah bahwa bukan Facebook pelaku penyebar-luasan data tersebut. Bukan pula sistem keamanan Facebook yang berhasil tertembus sehingga data tersebut bocor. Bukan sama sekali.

Data pengguna yang disalah-gunakan oleh Cambridge Analytica itu adalah data yang terkumpulkan melalui sebuah aplikasi pihak ketiga. Aplikasi yang dalam kasus ini disediakan oleh Cambridge Analytica berupa Kuis Kepribadian. Aplikasi itu menggunakan Facebook sebagai fasilitas login.

Maksudnya bahwa sebelum seseorang menggunakan aplikasi tersebut dia harus masuk (login) menggunakan Facebook, yang artinya dia juga menyepakati untuk memberikan informasi profil Facebook-nya kepada aplikasi tersebut. Minimal nama dan alamat e-mail.

Sejatinya, banyak sekali aplikasi yang kita gunakan sehari-hari dan terhubung dengan Facebook. Aplikasi yang menggunakan Facebook sebagai fasilitas login. Misalkan saja Spotify yang kita pakai untuk mendengarkan musik. Atau Kurio yang kita pakai untuk baca berita. Hingga blog semacam Wordpress ini. Ketika kita menggunakan semua aplikasi tersebut dan menghubungkannya dengan Facebook, kita sebenarnya juga tengah memberikan data kita kepada aplikasi-aplikasi itu.

Bahkan bisa dikatakan, sebagaian besar aplikasi, game, dan situs yang ada di Internet dan kita gunakan sehari-hari menggunakan Facebook sebagai fasilitas login.

Namun perbedaannya dengan Cambridge Analytica adalah bahwa aplikasi, game, dan situs tersebut tidak menggunakan data-data pengguna Facebook untuk kepentingan lain di luar dari pengalamaan penggunaan aplikasi, game, atau situs.

Data-data tersebut disalah-gunakan oleh Cambridge Analytica dengan cara dipergunakan untuk kepentingan bisnis dan politik.

Hal lain yang perlu disadari adalah ketika kita membangun sebuah profil di Facebook, kita adalah satu-satunya orang yang memberikan informasi mengenai pribadi kita di sana. Informasi mengenai nama, alamat, nomor telepon, pendidikan, hingga bahkan status hubungan dan juga kegemaran kita.

Data-data tersebut adalah data yang secara legal dapat dipergunakan Facebook untuk memberi kita iklan yang tepat di situs mereka. Facebook adalah layanan yang gratis. Namun gratis di sini hanya berarti kita tidak membayar mereka dengan uang. Sama sekali tidak berarti kita tidak memberikan mereka apa-apa atas layanan yang mereka berikan.

Data-data kita itulah yang kita berikan kepada mereka sebagai ganti layanan mereka yang gratis. Data-data tersebut mereka olah dan kemudian sodorkan kepara para pengiklan yang kemudian akan beriklan di Facebook dengan membayar sejumlah biaya. Kemudian kita akan menemukan iklan di beranda Facebook kita yang sesuai dengan minat kita sehingga kita tidak terlalu merasa terganggu dengan iklan tersebut. Begitulah cara Facebook membiayai layanan gratis yang kita nikmati.

Begitu pula Google, Twitter, dan layanan gratis lainnya yang juga sama-sama mengumpulkan data kita untuk dapat menargetkan iklan kepada kita yang kemudian tampil di layanan mereka.

Salah kah Facebook, Google, dan Twitter, melakukan hal itu? Jelas tidak. Lantas, di mana salah Facebook pada kasus kebocoran data pengguna?

Kesalahan Facebook dalam kasus tersebut adalah membiarkan Cambridge Analytica, pihak ketiga yang mengumpulkan data pengguna Facebook melalui aplikasi, memanfaatkan data tersebut untuk kepentingan bisnis dan juga politik. Ini melanggar hukum karena data yang kita berikan kepada Facebook dijamin sendiri oleh mereka bahwa data tersebut aman tersimpan di server mereka. Bahkan pegawai Facebook sendiri tidak dapat mengakses data tersebut dan semua pemanfaatan data pengguna untuk kepentingan pengiklan berjalan menggunakan algoritma yang dikerjakan oleh komputer.

Pada titik inilah kasus kebocoran data tersebut disebut dengan ‘kebocoran.’ Cambridge Analytica dengan sengaja menggunakan data pengguna Facebook untuk kepentingan di luar daripada aplikasi yang mereka sodorkan kepada pengguna tanpa seizin pengguna itu sendiri. Maksudnya, ketika penguna menggunakan aplikasi milik Cambridge Analytica dia tidak tahu bahwa datanya akan dipergunakan untuk kepentingan lain dan dia pun tidak diberitahu dan diberi pilihan apapun.

Facebook salah karena lalai dalam memverivikasi aplikasi yang menggunakan Facebook sebagai fasilitas login sehingga pihak pemilik aplikasi dapat menyalah-gunakan data yang mereka kumpulkan.

Oleh karena itu dalam pandanganku, kita tidak perlu berlebihan dalam menyikapi kasus ini. Facebook memang salah. Mereka bersalah karena lalai melakukan verifikasi aplikasi. Mereka harus dihukum atas itu. Namun penutupan sampai pemblokiran Facebook adalah tindakan yang berlebihan.

Sebab kalau pun data kita dipergunakan oleh pihak ketiga secara keliru, data-data yang dipergunakan itu adalah data yang memang kita pilih untuk tampil secara publik. Seperti nama, dan alamat e-mail (kalau kita memilih untuk memberikan informasi itu kepada publik di pengaturan privasi.) Data-data yang dapat ditemukan dengan mudah oleh siapapun melalui mesin pencarian.

Sehingga sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk khawatir. Toh pihak ketiga penyalahguna data kita itu tidak dapat mengakses akun kita. Mereka tidak mengetahui kata sandi kita. Mereka juga tidak tahu informasi profil kita yang kita atur agar hanya terlihat oleh teman kita atau diri kita sendiri.

Penyalahgunaan data oleh pihak ketiga, dalam hal ini Cambridge Analytica itu, tidak sama dengan hacking. Bedanya di mana? Bedanya, hacking adalah aktiftias mengakses akun kita secara paksa dan ilegal menggunakan trik tertentu. Jika akun kita kena hack, maka mereka (hacker) dapat mengubah, bahkan menghapus akun kita. Sedangkan Cambridge Analytica mendapatkan informasi akun kita dengan cara yang legal dan kita memberikan mereka akses secara sukarela. Hal yang kemudian ilegal adalah penggunaan data-data kita itu yang mana dalam kasus ini mereka pergunakan untuk kepentingan bisnis dan politik.

Maka dari itu, tindakan yang perlu adalah menuntut Facebook untuk lebih berhati-hati dalam memperbolehkan aplikasi menggunakan Facebook sebagai fasilitas login. Menilik status terbaru Mark Zuckerberg, mereka memang tengah berupaya semaksimal mungkin melalukan itu dan berjanji hal yang serupa tidak akan terulang lagi.

Namun di balik itu semua, kehati-hatian dari diri kita adalah hal yang paling diperlukan di sini. Jangan sampai lagi kita login menggunakan Facebook pada aplikasi, game atau situs yang kita tidak percayai atau tampak mencurigakan. Jangan terpengaruh dengan iming-iming yang ada di hadapan kita. Sebab seperti kata Bang Napi bahwa kejahatan, di manapun apalagi di Internet, terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, melainkan juga karena ada kesempatan. Kesempatan yang kita berikan sendiri.

Tetap bijak, tetap waspada. Internet adalah pedang bermata dua. Bisa kita jadikan senjata, bisa pula kita dibunuh olehnya.

--

--

Ahmad D. Rajiv

Penulis Amatir | The Daydreamer | A Romantic | 500 Kata Saja | Kadang-kadang Puisi ✒️📓