Art of Resign

Asri Hanif Ronaza
2 min readOct 2, 2018

--

The times is coming

“Resign” mungkin kata yang tidak asing lagi bagi anak-anak milenial yang sedang menjejaki dunia karir saat ini. Aku bukan orang yang tepat dalam menjelaskan hal ini tapi mungkin sedikit pandanganku bisa bermanfaat bagi yang lain.

Sebenarnya resign merupakan hak setiap pekerja. Jika kamu kesulitan dalam mengajukan resign maka menurutku berhati-hatilah. Mungkin seperti orang yang.

Akan tetapi resign bukan seperti shorcut untuk keluar dari masalah. Resign bukan pilihan ketika kamu punya masalah di kantor, bertengkar dengan atasan atau teman, atau bermacam masalah lainnya yang kamu jenuh dengan semua itu. Ketika kamu kabur tanpa menyelesaikan masalahnya, selamanya ketika masalah dengan pola yang sama terjadi mental pikiran yang di bangun oleh tubuh akan selalu kabur dari masalah tersebut.

Resign juga bukan alat untuk memaksa diri “dihargai” lebih dengan cepat. Mirip seperti prematur, yang rapuh dari dalam. Ketika orang lain tau harga dan kemampuan tidak sebanding maka kepercayaan akan menjadi taruhannya. Kemampuan hebat yang terlihat akan jauh lebih cepat lebih dihargai dibandingkan dengan fokus menaikan ‘harga’ diri.

Ada saat yang tepat ketika resign, yaitu ketika ada unsur keadaan dan kebaikan. Resign mirip seperti kartu AS dalam permainan remi, ada saat yang tepat untuk menggunakannya ketika kita tau apa yang sedang terjadi, kapan kita siap dan keuntungan apa yang akan kita dapatkan.

Mungkin ada 3 keadaan biasanya membuat orang ingin resign yaitu : 1. improvement 2. Environtment 3. Benefit. Ketika tidak ada lagi ruang untuk berkembang dan lingkungan membuat diri menjadi tidak nyaman didukung oleh faktor imbalan yang tidak memadai lagi, itu menjadi keadaan yang tepat untuk resign. Akan tetapi kebaikan apa yang kita dapat ketika kita resign? Bukan cuma keadaan yang lepas menuju keadaan yang baru akan tetapi dari sudut pandang diri sendiri, perusahaan, dan teman teman kerja semua itu harus ada dampak yang baik yang harus di tinggalkan.

Tapi menurutku hal yang menarik adalah ketika ada orang yang resign itu akan berdampak pada orang sekelilingnya. Selogis apapun alasan orang yg resign. Jadi HR menurutku punya peran dan wewenang untuk menjaga stabilitas mental pekerja yang akan berdampak ke kinerja. Walaupun semaksimal HR ada batasannya untuk tetapi tidak bisa mempertahankan orang untuk tetap resign, ya memang banyak faktor yang berperan disini.

Intinya sih resign bukan cuma menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru. Resign akan berdampak pada pola pikirmu, kinerjamu dan produktifitasmu jika digunakan dengan salah. Jangan mengeluarkan kartu AS secara terus menerus tanpa bisa memprediksi kartu lawan. :)

--

--