You’ve got me nervous to speak

Gongju
3 min readDec 18, 2022

--

“Heeseung?”

Lee Heeseung nyaris terperanjat saat coba nyalakan pemantik dalam jemarinya. Lantai luar atas salah satu food court mall di tengah kota dan satu meja yang hanya terisi satu orang pula. Langit telah jatuh jadi malam sedaritadi. Si Libra ditemani satu gelas es kopi yang sudah berembun. Sebatang rokok masih terapit di celah bibir Heeseung, sementara matanya langsung mendongak ke arah titik dengung.

“Jaeyun?”

Lelaki itu langsung tertawa.

“Hai? Ketemu lagi.”

Déjà vu.

“Duduk aja.”

Kali ini tak ada yang perlu izin dulu sebab Heeseung langsung mempersilahkan, yang mana langsung disambut anak yang lebih muda turut mengiyakan. Jake tarik kursi di hadapannya dan ikut duduk di sana. Pakaiannya lebih kasual daripada tampilannya di kampus saat pertama kali mereka bertemu. Kaos hitam yang ditumpuk jaket denim, lalu rambut gelap yang disisir jari ke belakang kemudian.

“Well, I didn’t know you smoke—”
“I shouldn’t have to, actually.”

Jake tertawa kecil; seolah itu sesuatu yang lucu.

“Kenapa?”
“Kakak gue gak suka.”
“You live with them?”
“Enggak. Gue di apartemen. Bertiga.”

Perangai bak anak anjing itu cuma mengangguk-angguk. Lantai outdoor dan angin malam yang kian berhembus. Heeseung coba sembunyikan gugupnya dengan kembali menekuni kegiatannya sebelumnya: menyalakan rokok. Bahasa tubuh si lelaki ‘Lee’ jelas tak pandai berbohong, atau mari salahkan saja udara dingin yang terus memadamkan apinya. Heeseung berakhir kesulitan menyalakan pemantik itu, sampai akhirnya Jake ikut mencondongkan badan.

“Sini. Gue yang nyalain.”

‘Goblok’ mungkin jadi kata yang cocok untuk mendeskripsikan ekspresi Heeseung sekarang. Jake Sim tak seharusnya sedekat ini dengannya, kendati sepasang mata sang Libra bak terlanjur tersihir akan parasnya. Lihat saja binar si Scorpio yang tampak lebih mengerlip dari jarak segini. Bagai terhipnotis, tangannya sukarela menyerahkan korek tadi.

Heeseung temukan dirinya sendiri menahan napas saat membiarkan Jake membakar ujung rokoknya. Hal sesepele menyalakan linting nikotin tak seharusnya terasa seintim ini. Tidak kalau Jake nihil mencondongkan badannya sedekat ini demi menghalau angin. Tidak pula kalau Heeseung nihil letakan atensinya ke bibir— baiklah, cukup sampai situ. Yang lebih tua nyaris bernapas lega saat baranya akhirnya menyala.

“There you go, babe.”

Jake spontan tertawa saat Heeseung tersedak asapnya sendiri. Tangan bocah yang lebih muda refleks sodorkan es kopi milik si Libra sebagai bantuan, tapi Heeseung menolak; yang mana membuat Jake makin merasa tergelitik.

“I’m so sorry, that came out from reflex—”
“Jakey!”

Tak tahu harus bersyukur atau malah sebaliknya, yang jelas Heeseung bisa apa selain ikut menoleh ke sumber suara. Matanya langsung disambut presensi perempuan dengan rambut pirang nan panjang. Perangainya mirip rubah saat senyumnya mencapai mata. Heeseung tidak kenal siapa gadis ini, namun kelihatannya cukup dekat dengan Jake kalau mau ditelisik dari panggilan kecil tadi.

“Oh, gue harus pergi sekarang,” kata Jake sembari berdiri dari kursinya.

Heeseung rasakan perasaan yang sama seperti saat Jake bangkit pamit di kelas mengulang minggu lalu. Kontak mata mereka tetap tak terputus saat lagi-lagi Jake tersenyum manis kemudian. Heeseung sungguhan meringis kali ini. Sekiranya adik tingkatnya itu tak sampai satu menit lagi akan angkat kaki, pun Heeseung tahu bayangannya tidak akan serta-merta ikut pergi. Sim Jaeyun dobrak masuk isi kepalanya yang sialnya memang sudah pakai permisi.

Enjoy the rest of your day, Heeseung.”

Heeseung absolutely did not enjoy the rest of his day.

Unlisted

--

--