Catatan Eksperimen:

Xhabarabot Voice Machine — Eksploitasi Tubuh Atas Suara

Rully Shabara
4 min readMar 9, 2023

Eksplorasi suara manusia dalam ranah teknik bernyanyi dan vokalisasi, -meski dilakukan oleh penyanyi terhebat sekalipun- bagaimanapun juga tetap memiliki keterbatasan. Desain fisik, organ, dan usia adalah faktor yang menakdirkan bahwa eksplorasi suara manusia memiliki rentang batas.

Sejak akhir 2022, saya sibuk mengutak-atik cara agar potensi suara manusia dapat menembus segala keterbatasan itu.

Tahap pertama dalam eksperimen ini adalah saya perlu membuktikan dulu bahwa suara manusia sesungguhnya punya potensi bunyi yang lebih unggul jika ia tak tergantung atau terikat pada instrumen induknya yaitu tubuh. Tanpa tubuh, ia tak membutuhkan jeda untuk bernafas atau berpikir. Ia juga tak terganggu oleh suasana hati atau ketidakstabilan kondisi fisik yang melemah seiring waktu. Itu sebabnya, pertama-pertama tentu saja suara kita harus dipisah dulu dari tubuhnya. Caranya adalah dengan menjadikannya data.

Pada Oktober 2022, saya merilis album “Impossible Rhythms” yang seluruh sumber bunyinya adalah data suara saya. Album ini berisi 18 komposisi ritmis yang mustahil untuk saya lakukan secara live sebagai manusia. Namun sebagai data yang terpisah dari kekang tubuh, ia mampu menciptakan bunyi apa pun dengan kemungkinan yang tak terbatas.

Namun, dalam proses album ini saya menyadari bahwa setelah terpisah dari tubuh, suara kemudian menjadi entitas yang merdeka karena ia dapat memilih untuk merasuki tubuh baru atau mendefinisikan ulang eksistensinya. Pemahaman atas konsep ini membuat saya berhadapan dengan pertanyaan besar lain, yaitu tentang identitas dan eksploitasi.

Tanpa tubuhnya, setiap bunyi yang kita gunakan sesungguhnya adalah bentuk eksploitasi yang melunturkan sekaligus meleburkan identitas, karena setiap bunyi jika terlepas dari tubuhnya hanyalah bersifat rekonstruksi. Itu berarti alat musik (elektronik) pada dasarnya adalah medium eksploitasi yang merupakan manipulasi sintesis dari sumber aslinya, terpisah dari ikatan identitas dan ciri budayanya.

Apakah itu buruk? Tidak mesti, tergantung konteksnya. Tapi penting untuk menyadari bahwa bunyi memiliki tubuh asal. Suara (secara kolektif) adalah produk bentukan budaya serta bahasa suatu kaum. Maka, suara bukan saja merupakan representasi tubuh tapi juga aset budaya. Instrumen elektronik memiliki kemampuan untuk memodifikasi dan menghegemonikan suara, dengan demikian berisiko menghilangkan nuansa dan kompleksitas yang terhubung dengan identitas budayanya. Ini bisa menjadi topik yang serius apabila suara itu adalah perwakilan kaum marjinal; yang terbungkam oleh sejarah atau modernitas.

Musik elektronik dan instrumen elektronik berpotensi menjadikan asal bunyi menjadi tak lagi berarti karena dapat dengan mudah tergantikan dan diberi makna baru, seperti yang saya buktikan di album “Impossible Rhythms”.

Dengan masifnya pemajuan teknologi dan minat tiap generasi akan perangkat dan spektrum bunyi yang semakin canggih, apakah lantas di masa depan suara manusia akan tak sanggup lagi bersaing dan akhirnya tergantikan sepenuhnya? Entah. Mungkin eksplorasi suara manusia tidak lagi cukup hanya melalui pengembangan teknik vokalisasi dan gaya bernyanyi tapi juga perlu adanya cabang eksplorasi baru yang memungkinkan ia untuk berevolusi; menjadi entitas terpisah yang melebur dengan wujud baru yaitu teknologi. Di sinilah gagasan untuk bereksperimen dengan menciptakan Xhabarabot Voice Machine pun muncul.

Melalui serangkaian tutorial YouTube, saya kemudian mulai belajar tentang dasar-dasar pemrograman. Ini lalu menjadi modal saya untuk membangun purwarupa awal Xhabarabot Voice Machine. Semua bunyi yg dieksploitasi di sini adalah data dari suara saya sendiri. Ia terpisah dari tubuhnya. Mesin atau instrumen yang akan menjadi tubuh baru dari suara itu harusnya juga sama merdekanya. Mesin atau instrumen yang akan menaungi bunyi haruslah beragam demi menyesuaikan ciri tiap bunyi yang digunakan. Sebagai antitesis terhadap isu eksploitasi, mesin elektronik harus dibangun menyesuaikan bunyi, bukan sebaliknya. Peleburan identitas bunyi secara aktif dan sadar dilakukan oleh tubuh asalnya dengan medium yg bukan berasal dari desain eksternal.

Sejauh ini, saya telah membangun setidaknya 10 purwarupa Xhabarabot Voice Machine dgn beragam jenis fungsi dan gayanya masing-masing. Beberapa di antaranya sudah terbuka untuk diujicoba oleh publik.

Salah satu favorit saya adalah Ambiex; yang bisa menghasilkan komposisi musik ambiens dgn mudah dan intuitif.

Atau Delax; yang dapat menghasilkan komposisi bunyi dengan bermodalkan sampel suara berdurasi satu detik dan dua fungsi delay saja.

Ada juga yang lebih sederhana seperti Sexuencer; mesin pembuat ritem dasar yang dapat diacak atau dibalik urutan sekuensnya.

Mesin-mesin ini semuanya dirancang agar mudah dimainkan oleh siapa saja, tak harus oleh musisi atau mereka yang sudah terbiasa dengan membuat musik elektronik. Beberapa mesin justru memiliki desain antarmuka yang begitu sederhana layaknya permainan anak. Mesin Beatballs contohnya, yang dapat menyusun irama ketukan hanya dengan menggeser bola-bola yang tampak pada layar kanvas.

Beberapa mesin juga dirancang untuk membuka kemungkinan akan penerapan yang lebih luas, contohnya Hyperjazz; yang tak hanya menghasilkan bunyi dengan cukup menggerakkan mouse tapi juga bisa digunakan sebagai proyeksi visual secara bersamaan. Tidak rumit sama sekali utk digunakan atau dinikmati.

Kemudian ada pula jenis mesin yang berpotensi besar jika diolah lebih lanjut, yakni mesin gambar seperti Paintful atau Bubblepen; yang bisa digunakan oleh ilustrator atau seniman visual untuk menggambar sketsa sekaligus menghasilkan bunyi secara bersamaan. Mesin Paintful khususnya, melalui beberapa percobaan, terbukti sangat digemari oleh anak usia di atas 5 tahun. Mesin ini berpotensi juga untuk penerapan di bidang terapi psikologis, karena berdasar pada beberapa ujicoba awal, semua pengguna mengaku merasa pikirannya menjadi lebih rileks ketika menggambar dengan mesin Paintful.

Tentu ini semua baru berupa purwarupa awal. Saya tetap masih membutuhkan bantuan programmer yang lebih andal juga dana lebih banyak untuk terus bisa mengembangkan mesin-mesin ini ke tahap selanjutnya.

Tahap selanjutnya tentu saja adalah mengeksplor kemungkinan apa saja yang akan muncul setelah suara saya di mesin-mesin ini dieksploitasi oleh publik. Sudah tentu kita akan berhadapan dengan isu-isu seperti hak cipta, keamanan data, dan penyelewengan identitas digital.

Namun, dari sisi artistik, peluang untuk mengembangkan mesin ini pada penerapan di luar ranah bunyi tentu saja akan sangat lebar. Ini sungguh menarik bagi saya pribadi.

Lebih jauh lagi, ada satu topik besar yang memang sedang terus saya eksplor bahkan sebelum menciptakan mesin-mesin ini. Sebuah topik yang akan butuh waktu panjang melalui berbagai eksperimen untuk menjawabnya. Topik itu juga yang yang menjadi alasan kenapa mesin ini dinamai ‘Xhabarabot’. Tapi mungkin sebaiknya itu kita bahas di kesempatan lain saja, pada proyek-proyek berikutnya.

Insya Allah.

Selamat mengeksplor,

Salam.

Rully Shabara

--

--

Rully Shabara

Vocalist, based in Indonesia. Creator of Khawagaka, Zufrasi language, XhabaraBot, and Raung Jagat choral system.