Makassar Kehilangan Identitasnya?

Ryan Hidayat
3 min readNov 15, 2014

--

Logo, simbolisasi yang mewakili atau berfungsi sebagai identitas suatu benda atau produk atau sesuatu yang mendasari bentuk atau konsep dari logo tersebut. Melalui logo, visi dan misi sebuah produk bisa terwakili hanya dengan konsep yang disampaikan oleh logo tersebut. Dengan logo pula, suatu produk bisa menjadi “idola” karena proses penyampaian brand melalui konsep-konsep dari produk tersebut terwakili dalam bentuk logo.

Berapa banyak merek yang menjadi fenomenal dan kita akan rela membeli hanya karena di produk tersebut ada logo yang tertera dan bukan menilai dari fungsi atau kebutuhan kita terhadap logo tersebut. Sebut saja Nike atau bahkan sebuah ikat pinggang merk Louis Vuitton?

Logo Kota pun harusnya mencerminkan tentang filosofi kota tersebut. Entah itu mewakili sejarah ataupun tujuan kota tersebut di masa depan. Apalagi dikaitkan dengan city branding, logo sebaiknya memiliki konsep yang mewakili strategi kota tersebut untuk menempatkan jati dirinya ke target pasarnya. Sehingga tiap-tiap kota mestinya punya logo yang sesuai ciri khasnya atau mimpinya sendiri. Coba lihat bagaimana logo Pekalongan dengan branding “World’s City of Batik” atau Bali yang memunculkan budaya dan spiritual Bali.

Baru-baru ini, Pemerintah Kota Makassar memperkenalkan Logo I LOVE MC (Makassar City) sebagai ikon untuk mempromosikan kota Makassar (City Branding). Logo ini pun beredar ke media sosial dan mendapat reaksi dari beberapa netizen Kota Makassar. Logo ini dianggap meniru logo I LOVE NEW YORK yang sudah menjadi fenomena dan trademark kota tersebut. I LOVE NEW YORK, sebuah konsep yang mulai diperkenalkan pada tahun 1977 untuk mempromosikan New York ke dunia.

Menurut Humas Pemerintah Kota Makassar, mereka sengaja menggunakan konsep yang sama dengan New York agar juga bisa ikut mendunia. Mendunia? Dengan peniruan tersebut, Pemerintah Kota Makassar tidak memikirkan bahwa kota ini sepertinya akan mendunia sebagai peniru New York. Kota Makassar tidak memiliki ciri khasnya sendiri untuk mendunia sampai harus meniru kota lain.

Belum lagi Tagline “Sombere’ & Smart City”, sebuah tagline yang menggunakan 2 bahasa (bahasa daerah dan bahasa Inggris) yang berarti Ramah dan Kota Cerdas. Dengan menggunakan logo yang ternyata konsep kota lain, apakah ini bisa dikatakan smart?

Publik pun protes. Melalui akun-akun media sosial khususnya twitter, anak-anak Makassar pun bergerak. Kemudian muncul wacana untuk menggelar Sayembara Desain City Branding Makassar, bukan sebagai tandingan logo milik Pemkot, melainkan untuk membuktikan bahwa anak Makassar banyak yang memiliki kreatifitas dan bisa membuat konsep yang lebih menarik daripada harus meniru kota lain. Sayembara yang hadiahnya juga hasil saweran sumbangan hadiah itu berhasil mengumpulkan uang tunai sekitar 20 jutaan dan berbagai produk. Tentang sayembara itu bisa dibaca di sini

Ternyata belum cukup sampai di situ, menjelang Hari Ulang Tahun Kota Makassar pada tanggal 9 November 2014, muncul beberapa media publikasi yang memuat Logo HUT Makassar. Seorang teman yang juga karyawan Perumnas (salah satu BUMN) menyadari ada yang aneh dengan logo HUT Makassar. Dia pun akhirnya memotret logo HUT Makassar kemudian membandingkannya dengan Logo HUT Perumnas yang digelar bulan Juli tahun ini. Sadar akan adanya kemiripan dari kedua logo tersebut, dia kemudian menyebarkan gambarnya ke media sosial. Hal ini juga langsung mendapat respon yang cukup besar dari publik. Angka 4 dan 0 di Logo HUT Makassar berbentuk sama dengan Logo HOT Perumnas ke-40. Lagi-lagi Pemkot melakukan peniruan logo?

Humas Pemkot pun bersikeras bahwa logo ini tidak meniru. Adapun kesamaan antara Logo HUT Perumnas dan Logo HUT Makassar hanya kebetulan (baca di sini). Ishaq Rachman, seorang netizen dan warga Makassar yang sedang mengambil kuliah di Jepang menimpali pernyataan Humas Makassar tersebut melalui tulisannya “Kebetulan? Kebetulan dari Hong Kong”

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, Pemkot Makassar mempublikasikan 2 logo yang dianggap meniru logo yang sudah ada sebelumya. City Branding Makassar meniru konsep I LOVE NEW YORK dan Logo HUT Makassar mirip logo HUT Perumnas.

Pekalongan telah memilih batik sebagai branding mereka dan menerjemahkannya ke sebuah logo sehingga ketika kita berbicara tentang Pekalongan, kita langsung mengasosiasikannya dengan batik. Ketika kita melihat branding kota Makassar, sepertinya logo tersebut dibuat tanpa ciri khas. Belum lagi logo HUT Makassar. Sepertinya sebuah logo dianggap sepele. Padahal dari logo, kita bisa melihat terwakilinya sebuah identitas kota dalam bentuk grafis.

Makassar meniru identitas kota New York. Apakah memang Makassar punya identitas atau justru Makassar sudah kehilangan identitas?

--

--