BINTANG JATUH

Chocooblas
12 min readMar 3, 2023

--

Cakra melajukan mobilnya tanpa kata, tak ada suara terucap dari Cakra maupun Bintang yang tengah sibuk dengan segala pikiran yang mengusiknya.

Ditambah lagi pesan dari Gadis yang baru saja Bintang buka dan baca, Gadis mencarinya, bertanya kemana dirinya pergi.

Bintang pergi tanpa memberitahu Gadis, dan adiknya itu sedang sendirian di rumah. Pikiran Bintang semakin tak karuan, khawatir dan tak tenang.

“Mas, mau bawa aku kemana?” Tanya Bintang, memberanikan diri menoleh pada Cakra yang sedang fokus menyetir.

Wajahnya tegang, raut mukanya garang tak ada tawa bahkan senyum pun tiada.

“Mas? Mas denger aku to?” Tanya Bintang lagi, namun masih sama, Cakra tak menanggapinya.

Cakra kesal, amarahnya menumpuk menjadi satu tumpu. Dirinya tak bisa lagi menahan, memaklumi dan menerima segala alasan yang Bintang selalu gunakan untuk mengulur waktu pernikahan.

Memang salah Cakra tak mendiskusikan hal krusial ini terlebih dulu, namun apa bedanya? Mereka berdua akan menikah pada akhirnya, mempercepat beberapa waktu saja tidak akan membawa beda bukan?

Tapi Bintang bersikap seakan ingin menjauh, seakan masih berat untuknya menerima pernikahan ini. Cakra lelah, muak rasanya mendengar segala alasan Bintang untuk menutupi rasa keterpaksaan itu.

Terpaksa, iya Cakra menangkap itu dari Bintang. Terpaksa bersama dengannya, terpaksa menikah dan serius di tahap ini. Apa benar seperti itu? Cakra harap tidak, meski itu yang beberapa hari ini terlihat dari bagaimana Bintang bertindak.

“Mas! Kalau gak mau kasih tau mau bawa aku kemana, turunin aku sekarang!” Bintang meninggikan suaranya agar bisa menembus telinga Cakra yang sejak tadi menuli.

Namun Cakra tetap diam, fokus pada jalan tanpa menoleh sedikitpun pada Bintang.

Bintang semakin kesal, dirinya khawatir Gadis sendirian di rumah, benci diabaikan tanpa jawaban oleh Cakra yang membawanya tanpa kata.

“Mas, berhenti!! Gadis sendirian di rumah, kamu mau bawa aku kemana?!”

Cakra masih tetap diam, namun cengkeraman tangan pada kemudi menguat setelah mendengar bagaimana Bintang berteriak padanya dan sekali lagi menyebut nama Gadis.

“Mas!!! Turunin aku!! Gadis-”

“GADIS LAGI, GADIS LAGI!!!” Mobil Cakra tepikan mendadak seiring semakin tinggi nada suaranya, membuat Bintang terkejut dengan dua hal secara bersamaan.

Mata Bintang membulat sempurna, melihat ke arah depan takut dengan tangan yang berpegang pada sisi pintu mobil di tangan kanan dan memegang tempat duduk di tangan kirinya.

Jantungnya berpacu sangat cepat, kaget seperti ingin lompat dari dadanya seketika menyadari tindakan tiba-tiba yang dilakukan Cakra.

Cakra mengatur nafasnya yang memburu, amarah terasa mencekik tenggorokannya tanpa sisa untuk bisa membuatnya bernafas normal dan tenang.

“Turun” ucap Cakra dingin, membuat Bintang yang masih berusaha menormalkan nafasnya menoleh pada Cakra tak percaya.

Bintang memang ingin turun beberapa menit lalu, namun di perintahkan untuk turun sedingin ini membuat Bintang menyadari perlakuan sesederhana ini pun bisa menyakiti hatinya.

Cakra dingin berucap, tanpa menoleh atau pun melanjutkan katanya. Hanya satu kata yang terucap namun terasa berpuluh pisau tajam terancam perih dalam dada Bintang.

Bintang yang dikuasai kesal pun tanpa kata akan berniat keluar, tangannya meraih pegangan pintu mobil dan bersiap mendorongnya.

“Turun kalau kamu mau saya pergi, tetap di dalam kalau kamu masih mau bersama saya, menikah dengan saya” seketika tangan Bintang terhenti, tubuh Bintang terkunci oleh perkataan Cakra.

“Mas?”

“Turun kalau kamu mau pergi, tetap di sini kalau kamu masih mau sama saya Bintang”

Saya-bahasa Cakra saat dirinya benar-benar marah, Bintang baru menyadari, kini, Cakra sedang marah.

“Mas tapi aku harus pergi, Gadis di rumah sendiri dan kamu ajak aku pergi gak tau kemana” balas Bintang, Cakra mengurut pelipisnya. Pusing melanda, bahkan di saat seperti ini hanya Gadis di dalam pikiran Bintang.

“Bin, saya mohon untuk kamu bisa mengerti. Pernikahan kita penting untuk segera dilakukan, itu penting buat keluargaku dan juga kamu”

Pembahasan ini lagi, Bintang sudah tau apa yang ingin Cakra bahas sejak tadi. Dan memang inilah intinya hingga Cakra membawa paksa Bintang tanpa mendengar atau menerima alasan apapun lagi.

“Kita bahas ini lagi?”

“Kamu bilang akan bahas ini dengan ketemu langsung, sekarang waktunya bukan?”

Bintang menghembuskan nafas kasar, mengeluarkan kekesalannya karena Cakra harus melakukan semua ini hanya untuk membahas hal yang bisa mereka lakukan di lain kesempatan.

Namun Cakra menculiknya dan membawanya menjauh dari Gadis, dan ini yang mereka bahas sekarang.

“Ya ketemu langsung, bukan sekarang. Gadis sendirian-”

“Bisa gak kamu berhenti bawa Gadis di pembicaraan kita?”

“Gak bisa, dia penting buat aku mas!”

“Lalu saya? Tidak penting buat kamu?” Balas Cakra langsung, tanpa menunggu Bintang melanjutkan berbicara.

Hal yang selalu menjadi pertanyaan dalam dirinya, apa adiknya yang penting untuk Bintang? Apa Cakra tak ada artinya untuk Bintang?

Bahkan waktu sejenak Cakra minta Bintang tak bisa memberikannya?

“Mas-”

“Kamu selalu pentingkan Gadis, saya hanya minta waktu sebentar Bintang, hanya sebentar” raut kesal Cakra tunjukan sebagai gambaran hatinya yang menahan semua itu selama ini.

“Tapi mas selalu bahas ini sama aku, aku gak mau bahas pernikahan kita dulu” bukan Bintang tak ingin, ia hanya tak suka Cakra membahasnya di waktu yang tak tepat.

Di waktu dimana dirinya perlu memberikan waktu penuh untuk sang adik yang sedang terpuruk, karena hanya itu yang bisa Bintang lakukan untuk sang adik sebagai ganti figur Ibu di samping Gadis.

“Kamu ragu menikah dengan saya? Kamu tidak mau menikah dengan saya?” Pertanyaan Cakra membuat Bintang terkejut bukan main, ragu? Tak mau? Apa maksudnya?

“Aku enggak”

“Kamu iya Bintang”

“Mas!”

“Kamu gunakan semua alasan untuk menghindar dari persiapan pernikahan kita, kamu terlihat tidak peduli akan pernikahan kita, maumu apa Bintang?” Cakra menatap Bintang tajam, sorot matanya seakan menguliti Bintang mentah-mentah.

“Mas, aku yang harusnya tanya mau kamu apa? Kamu percepat pernikahan tanpa berunding sama aku, kamu dan keluargamu putuskan semuanya tanpa beritahu keluarga ku?”

“Papamu sudah”

“Terlambat? Papa baru tahu tadi iya kan? Dan apa? Papa juga sama dengan mas dan keluarga mas, gak ada yang peduli sama aku, gak ada yang ngerti maksud aku” Bintang ingin marah sejak tadi, Cakra dan sang Ibu selalu mencercanya dengan segala persiapan mendadak yang tak ada dalam rencana waktu.

Membuat Bintang kelimpungan di samping harus menjaga dan merawat Gadis.

“Mengerti? Apa saya kurang mengerti kamu selama ini Bin? Apa saya masih kurang peduli sama kamu?” Tanya Cakra lagi.

“Lalu kenapa mas sama keluarga mas mempercepat pernikahan kita? Apa gak ada solusi lainnya?”

“Kalau ada kenapa ini dilakukan? Bintang, Eyang saya lebih dari apa yang kamu bayangkan. Beliau nekat, Beliau bisa kejam. Dan jika ini semua sampai di telinga Eyang, Beliau akan marah dan kamu juga akan terkena akibatnya”

“Aku?” Tanya Bintang tak mengerti, kenapa dirinya?

“Kamu sudah tau beliau akan menjodohkan saya dengan orang lain?”

“Tapi kita udah tunangan to? Kenapa lagi? Mas bisa bilang kita akan menikah”

“Akan? Eyang gak akan menerima alasan itu, itu hanya alasan yang selalu saya berikan untuk menunda menikah sebelumnya” jelas Cakra, ia menunduk mebgingat bagaimana alasan itu selalu terucap saat pernikahan Eyang pertanyakan padanya.

“Mas kita bisa cari solusi lain, aku gak bisa ninggalin Gadis di saat seperti ini”

“Gadis lagi?” Cakra menolehkan kepala, memandang Bintang tak percaya.

Apa arti dirinya untuk Bintang sebenarnya? Bahkan masalah sebesar ini dibandingkan dengan keadaan sang adik yang masih bisa tertolelir dan akan membaik seiring waktu.

“Mas.. dia adikku, dia selalu aku libatkan dalam perhatian sebelum melakukan sesuatu” Cakra memejamkan mata, sulit baginya untuk menahan amarah.

“Tapi saya tunangan kamu Bintang, jangan lupa itu!!” Teriak Cakra, membuat Bintang terdiam dengan mulut sedikit menganga.

Cakra marah betul, amarahnya meninggi mengenainya.

“Tapi Bintang juga adikku mas! Jangan egois untuk keluarga kamu sendiri, tapi juga liat keluargaku, mereka juga butuh aku!” jawab Bintang bergetar, air mata sudah mengantri di balik matanya.

Teriakan Cakra sungguh mengagetkannya, rasanya menakutkan tapi amarah Bintang juga ikut terpacu.

“Gadis hanya masalah waktu Bin, dia akan menerima semuanya”

“Nerima semuanya?” Bintang sekilas mengingat bagaimana Gadis sering menangis tersedu di kamar, berlari menghampiribya di kamar untuk memeluk Bintang, mengatakan bahwa Genta ada di mimpinya.

Bagaimana Gadis kadang menangis mengingat hal kecil mengenai Genta yang tak sengaja tertangkap indranya, Bintang tak tega, ia tak bisa.

“Gadis nangis tiap malem mas, dia peluk aku sambil nangis nyebut nama Genta. Dia sering nangis juga kalau ingat karena hal kecil berbau Genta, dia sering nangis sendiri kalau keinget Genta tiba-tiba atau nangis di tidurnya karena Genta mampir ke sana” jelas Bintang, Cakra terdiam mendengar Bintang.

Sebegitu besar perhatian Bintang untuk sang adik, itu tak salah. Tapi apa Bintang pernah memikirkan dirinya barang sedikitpun? Sepertinya tidak.

“Gadis butuh aku mas, dia butuh aku”

“Saya dan keluarga saya juga butuh kamu Bintang” potong Cakra, pandangannya lurus membayangkan bagaimana keluarganya sering direndahkan oleh Eyangnya sendiri, bagaimana kekuarganya menghina kedua orang tuanya.

Jika itu dirinya saja, Cakra tidak akan menaruh peduli. Tapi kedua orang tuanya salah apa? Cakra tak tahan, dan ia yakin hanya Bintang bisa dan hanya Bintang yang Cakra mau untuk membantunya.

“Mas..”

“Bintang, saya mohon kamu mau pernikahan kita dipercepat. Kita bisa mencari solusi untuk Gadis” tawar Cakra berusaha mencari jalan keluar lain untuk keduanya.

“Mas yang Gadis mau cuma aku, undur pernikahan atau gak sama sekali” tanpa pikir panjang perkataan itu keluar dari mulut Bintang tanpa persiapan.

Cakra melihat Bintang tak percaya, menatap penuh tanda tanya.

“Tidak sama sekali, apa, maksud kamu Bin?” tanya Cakra terbata, Bintang menunduk di sampingnya.

“Mama pesan ke aku dulu, aku harus jaga Gadis melebihi diriku sendiri mas. Aku janji bakalan jaga dan lindungi Gadis semampuku, Gadis sedang rapuh, Gadis sedih, dia jatuh. Aku harus temani Gadis, aku harus angkat dia dan buat dia berjalan lagi” jeda Bintang, isakan tangis keluar dari sana.

“Gadis cuma punya aku sama Papa, Papa sibuk kerja dan Gadis kurang terbuka dengan Papa. Yang Gadis bisa cuma cerita ke aku, peluk aku dan nangis ke aku mas”

“Bin”

“Mas aku gak suka di paksa, di buru-buru. Aku tau itu demi mas dan keluarga mas, tapi kenapa kalian gak bisa ngerti aku dan posisi ku? Menikah secepat itu? Di tengah adikku yang di rundung pilu? Bisa gila aku mas!” ucap Bintang balas menatap Cakra dengan air mata yang mulai menetes satu persatu, membayangkan bagaimana sedihnya Gadis melihat dirinya menikah di tengah dukanya.

“Mas, aku gak bisa ngelihat Gadis sedih saat aku bahagia. Bahagiaku gak sempurna tanpa senyum Gadis, dia yang ingin pernikahan dengan keluarga kamu-”

“Kamu tidak mau menikah dengan saya?” Bintang terdiam mendengar ucapan Cakra.

“Mas, Bukan gak mau-”

“Terpaksa?” Kata itu akhirnya keluar, Cakra menahannya sekuat tenaga namun akhirnya itu keluar begitu saja.

Bagaimana gelagat Bintang yang merasa di buru, di cerca dan menghindar dari semuanya bukankah itu artinya Bintang tidak mau, ragu dan bahkan mau pun karena terpaksa.

“Baik, sekarang katakan apa mau kamu? Saya akan turuti. Tapi saya hanya ingin perniakahan dipercepat, jika kamu tambahkan opsi tidak sama sekali itu pilihan kamu” ucap Cakra menatap kosong ke depan, menatap bagaimana sulitnya malam ini mereka lalui.

Perkataan sulit terucap, namun air mata terus mengalir dari mafa Bintang.

Ini keputusan sulit, memang bagi semua orang akan nudah untuk menjatuhkan pilihan dan keputusan.

Menikah dengan orang yang dicintai dan disukai adalah hal yang mudah untuk dijatuhi pilihan, dan menjadi hal yanh di dambakan untuk diraih.

Begitupun sama untuk Bintang, dirinya inginkan itu, tapi tanggung jawab yang dia pikul jauh lebih memberatkan untuknya pilih.

Gadis membutuhkannya sama seperti sosok Mama dalam hidupnya, dan bagaimana keluarga Cakra bahkan Cakra sendiri tak bisa mengerti dirinya.

Bagaimanapun Eyang, beliau orang tua yang akan mengerti anak cucunya bukan? Beliau tak akan berbuat sejauh itu untuk melukai anak cucunya.

Begitupun Bintang, ia tak bisa melakukan sesuatu yang keterlaluan pada keluarganya pada sang adik.

Dirinya ingin menikah dan melihat Gadis menikah dengan bahagia setelahnya, namun bagaimana jika hanya dirinya yang bahagia, namun Gadis menangis sedih?

Kakak macam apa dirinya? Apa dia pantas disebut seorang kakak? Berbahagia di atas kesedihan dan tangis sang adik? Pantas kah?

“Di undur atau tidak sama sekali, ha-hanya itu” pilihan itu kembali Bintang ucapkan.

Namun Cakra tetap teguh akan keputusannya, Bintang meragu padanya. Meragu akan cintanya dan segala tentangnya.

Tak perduli dan tak ada kata penting dalam posisi Cakra di hati Bintang, lalu untuk apa semuanya tetal dilakukan?

“Di percepat atau tidak sama sekali?” Tawar Cakra lagi, berharap Bintang bisa luluh dengan pilihannya yang sulit itu ia masukkan dalam miliknya.

Namun sepertinya Cakra salah, di luar dugaannya Bintang keluar tanpa aba.

Meraih pintu mobil dan keluar dari sana, meninggalkan Cakra yang terkejut lalu segera menyusul Bintang turun.

“Bintang!?”

Bintang berjala asal, menjauh dari Cakra sebisa mungkin. Bintang berharap Cakra bisa mengertinya, menerima keputusanbya dengan memberi pilihan untum mengundur pernikahan.

Tapi Cakra malah memasukkan opsi tidak sama sekali dalam pilihannya, dibandingkan untuk mengalah mengundur pernikahan.

“Bintang!? Kemana kamu? Berhenti!”

Cakra berusaha mengejar Bintang yang berjalan cepat semakin menjauh, hingga Cakra bisa meraih tangan Bintang dalam Jarak dekat lalu membalik badan Bintang menghadapnya.

“Kemana?”

“Pergi, itu pilihanku” ucap Bintang.

Cakra terdiam tak mengerti maksud Bintang, Bintang melepas pegangan Cakra pada tangannya.

“Mas bilang, aku tetap disana kalau aku mau sama mas dan nikah dengan mas sesuai yang mas mau, dan aku turun kalau aku mau pergi” Cakra ingat beberapa waktu lalu dirinya mengucapkan hal itu pada Bintang.

“Jadi”

“Tidak sama sekali, itu pilihanku”

“Bin-”

“Mas, aku gak bisa ninggalin Gadis sendirian. Aku hanya perlu waktu tapi kamu gak bisa penuhi, aku bukan gak mau tapi mas selalu sudutkan aku. Mas, aku mau nikah sama mas tapi gak gini caranya. Aku harus nunggu Gadis sembuh, aku mau liat dia kembali seperti dulu”

“Ini berat buat aku, tapi kenapa mas gak bisa ngertiin aku?” cerca Bintang lagi, Cakra terdiam, apa dirinya sudah keterlaluan?

“Kamu yang gak bisa ngertiin posisi saya Bintang” namun Cakra masih berfikir semuanya bsia dilakukan, meski akan melukai sedikit hati Gadis tspi senuanya akan sembuh dengan waktu.

“Kapan aku gak bisa ngertiin kamu mas!?!” Teriak Bintang, nafasnya terburu rasanya kesal sejak tadi Cakra tak memahami dirinya.

Yang Cakra pikirkan hanya dirinya dan keluarganya.

“Aku masih susah untuk percaya, susah untuk bisa dekat dengan orang lain. Tapi aku ngertiin kamu, aku pahami kamu orang yang baik dan mau nerima kamu, buka hatiku lagi buat kamu”

“Aku masih trauma akan keseriusan, sempat ragu karena kamu ajak aku ke jenjang itu dalam waktu sesingkat itu, tapi aku mau, aku terima semuanya sampai kita bertunangan dan nentuin tanggal pernikahan”

Cakra terdiam mendengar segala ucapan Bintang yang benar namun terasa tak tepat dalam hatinya.

“Apa susahnya kita menikah di waktu yang sudah ditentukan? Eyang mas bisa membahayakan, tapi pernikahan kita gak lama kan? Satu bulan lagi, diundur seperti yang aku minta pun hanya dua bulan atau tiga bulan lagi itu gak lama”

“Lama Bintang, Eyang-”

“Eyang terus Eyang lagi! Mas tadi minta aku buat gak bawa Gadis tapi mas juga bawa Eyang mas, apa kita gak bisa cegah semuanya? Kita bisa datangi Eyang mas dan bilang kalau kita bertunangan dan pastinya akan menikah nanti, tanpa ditanya kita pasti akan menikah” Cakra berfikir memang benar perkataan Bintang, namun Eyang mungkin tak sebaik yang Bintang kirakan.

“Tapi Eyang gak sebaik itu-”

“Mas aku gak bisa ngerti untuk masalah ini, kamu juga gak bisa ngerti gimana posisi aku” jeda Bintang, ini berat untuknya tapi juga harus ia lakukan agar beban dalam dirinya tak menyiksanya lagi.

Ia faham akan Eyang Cakra tapi Cakra tam berusaha faham akan dirinya, Bintang sudah memahami keinginan Cakra membawanya ke jenjang serius tapi Bintang hanya ingin di mengerti saat ini tapi rasanya sulit untuk Bintang dapatkan.

“Untuk saat ini, aku gak bisa turuti mau mas dan keluarga mas. Tidak sama sekali, sepertinya cukup untuk saat ini” ucap Bintang lagi yang berhasil membuat Cakra mundur beberapa langkah kecil, tak percaya Bintang mengucapkannya semudah itu.

“Bintang..”

“Mas Cakra, aku gak bisa percepat waktu tapi kamu mau itu. Aku mau kamu ngerti posisiku tapi kamu gak bisa itu, lebih baik semuanya selesai, tidak ada pengertian lagi diantara kita mas. Bukan aku gak mau tapi aku gak bisa ngertiin kamu” ucap Bintang tanpa berat, rasanya ia mengatakannya begitu saja tanpa ragu.

“Benar, kamu gak bisa ngertiin saya” ucap Cakra seketika saat Bintang menghentikan ucapnya.

“Kamu gak bisa ngerti bagaimana di posisi saya juga lalu bagaimana saya bisa mengerti kamu?” Bintang dibuat Bingung, apa maksud Cakra sebenarnya.

“Bukan hanya Gadis, aku dan keluargaku pun kehilangan Genta. Semuanya masih berkabung tapi kami yakin waktu akan membuat semuanya sembuh, tapi kamu? Gadis? Seakan kalian paling menderita sendiri dibanding kami?” Jeda Cakra, tak lagi menggebu. Tenagabya terkuras habis untuk menarik amarahnya mundur, kesedihan menurunkan amarahnya seketika saat Bintang ingin semua usai dengan mudahnya.

“Gadis kehilangan kekasih? Calon suami nanti, tapi saya? Keluarga saya kehilangan putra bungsu, adik, teman dan sahabat. Saya kehilangan, saya sedih, saya juga terpuruk bahkan rasanya ingin menyusul Genta segera setelah kabar dia meninggal terdengar di telinga saya”

“Mas” Bintang mendapat hal baru yang ia dengar, Bagaimana semuanya terlewat dari perhatiannya? Cakra juga sama, kehilangan bahkan lebih darinya.

“Eyang kejam, kamu tidak akan faham. Dan saya ditekan oleh fikiran bagaimana akan terpisah dan dipisahkan dari kamu jika Eyang tau dan memaksa saya dengan orang lain tanpa ragu dan menerima alasan apapun” jelas Cakra lagi, Bintang hanya terdiam.

“Kamu bilang saya egois karena memikirkan keluarga saya dan saya sendiri? Saya memikirkan kamu Bintang, saya memikirkan bagaimana nanti perasaan kamu dipaksa pergi dari saya. Tapi sepertinya itu bukan hal besar, kamu bahkan memilih untuk pergi dari saya sendiri haha, menyedihkan” tawa getir keluar dari mulut Cakra membuat Bintang merasakan betapa sakit dan derita Cakra rasakan yang baru Bintang tau dan mengerti.

“Tidak sama sekali, itu mau kamu kan? Kamu tertekan dan terpaksa menikah dan berhubungan dengan saya? Baik, saya ikuti dan hormati pilihan kamu, keputusanmu itu yang terbaik menurut kamu” Cakra menjeda kalimatnya, berjalan mendekat kearah Bintang.

“Jaga diri, terimakasih sudah hadir meski kamu tidak bisa menetap di samping saya. Bintang, kamu hal terindah yang pernah saya dapatkan, hal paling terang yang saya bisa peluk dan dekap meski tidak bisa selamanya” tangan Cakra terulur, mengelus surai Bintang pelan.

Senyum Cakra terulas, indah namun rasanya sakit Bintang melihat nya.

“Saya tidak akan paksa kamu, pergilah seperti maumu. Jadi Bintang terindah bagi seseorang yang beruntung, maaf Cakrawalaku tak seluas maumu, tak seluas itu untuk bisa mengerti dan fahami kamu” Cakra memajukan dirinya, mengecup dahi Bintang perlahan lalu berjalan pergi.

Rasa sakit terasa begitu mendera hati Bintang di setiap langkah pegi Cakra menjauh darinya, sesal ada dalam dirinya dan semakin penuh seiring Cakra menjauh.

Apa yang ia lakukan? Menyakiti Cakra sebegitunya hanya untuk egonya? Kenapa dirinya tak bisa memasukkan Cakra dalam perhatiannya? Bagaimana Bintang bisa melakukan semuanya tanpa berfikir panjang dan luas? Padahal Cakra datang dengan Cakrawalanya yang luas akan pengertian, sabar dan kasih sayang yang tanpa batas.

Hari ini, Bintang rasanya jatuh. Jatuh jauh turun dari pelukan Cakrawalanya karena kesalahannya sendiri, kesalahan berfikir dan perasaan yang hanya melihat dari satu sisi membuat sinarnya meredup dan turun menjauh pergi dari Cakrawalanya yang tak bisa menanpung dirinya lagi.

Bintang jatuh malam ini, indah dan bebas namun rasanya sakit dan perih ia derita disetiap jarah yang ia tempuh sebelum turun dalam kata penyesalan.

--

--