Artspace di Bandung : Dilema Memberi Ruang Karya atau Menjual Kopi

Sari Kusumaningsih
4 min readMay 1, 2020

--

This article was written in 2017 for Askara Magazine in ISSUU page 42–46

Artspace umumnya digunakan untuk memamerkan karya seniman. Entah itu instalasi, lukisan, ukiran, atau sekadar tulisan. Sejak tahun 2010 sampai saat ini banyak artspace baru bermunculan. Membuka ruang bagi para seniman untuk memamerkan karya juga memberikan hiburan edukatif baru bagi masyarakat Indonesia. Artspace bisa menjadi alternatif wisata dari krisisnya museum di Indonesia.

Berbicara soal artspace, Bandung memiliki cukup banyak artspace. Fasilitas artspace ini bisa memudahkan mahasiswa khususnya jurusan senin untuk memamerkan karyanya mengingat ada lumayan banyak perguruan tinggi di Bandung yang membuka program studi seni rupa. Banyaknya artspace di Bandung tentu akan menujang pameran-pameran seni yang akan didadakan mahasiswa.

Tapi apakah artspace di Bandung saat ini sudah cukup ideal untuk memamerkan karya?

Kami mengunjungi beberapa artspace yang kami dapat dari Google Maps

  1. Lawangwangi Creatice Space- Jalan Dago Giri No. 99a

Berdasarkan wawancara oleh usher disana, artspace ini dibangun pada tahun 2010 oleh Andonowati awalnya menjadi tempat untuk menyimpan kolkesi karya miliknya. Lalu menjadi tempat untuk memamerkan karya bahkan untuk diperjualbelikan. Artspace di Lawangwangi ditaruh di lantai 1 bersebelahan dengan Tuku yang menjual merchandise. Karya seni dipamerkan bergantian. Biasanya karya yang akan dipamerkan akan dikurasi terlebih dahulu oleh kurator Lawangwangi bernama Asmojo. Kebetulan pada tanggal 23 Juli 2017 karya seni yang ditampilan adalah milik Diyanto, Eddy susanto, dan Tisna Sanjaya. Ada juga karya milik Patriot Mukmin dan Maria Indriasari yang pada tanggal 27–30 Juli 2017 akan dipamerkan di Baazar Art Jakarta. Sayangnya artspace yang disediakan Lawangwangi tidak selebar cafe yang berlokasi di lantai 2. Artspace tersebut hanya bisa menampung belasan karya. Jangan khawatir, untuk masuk ke artspace ini tidak dipungut biaya sama sekali.

2. NuArt Sculpture Park — Jalan Setraduta No. L6

Nu Art Sculpture Park merupakan artspace milik seniman Nyoman Nuarta. Dibangun pada tahun 2000 sebagai tempat memamerkan karya berupa lukisan dan patung. NuArt memiliki tempat pameran tetap dan sementara. Di bagian luar ruangan ada beberapa pahatan patung karya Nyoman Nuarta. NuArt sangat direomendasikan menjadi a place to go in Bandung. NuArt pun pernah menjadi lokasi shooting film Posesif (Edwin, 2017). Selain memamerkan pameran karya seni, NuArt juga kadang menyelenggarakan permutaran film-film alternatif. Untuk masuk ke pameran tetap dikenakan biaya sebesar Rp25000 untuk mahasiwa dan Rp50000 untuk umum. NuArt pun menyediakan cafe di lantai 2 namun tidak sebesar luas pameran karyanya.

3. Selasar Sunaryo — Jalan Bukit Pakar Timur No. 100

Selasar Sunaryo dibangun tahun 1998 sebagai bentuk empati keresahan sosail, politik, kebudayaan negerinya. Memiliki 1 ruangan tetap dan 2 ruangan pemran sementara. Ruang A khusus untuk karya Sunaryo, Ruang B dan Bale Tonggoh menjadi area pameran sementara. Bila tidak ada pameran kedua ruang tersebut kosong. So, be prepared before go there ya. Pengunjung tidak dipungut biaya untuk masuk ke Selasar Sunaryo. Akan tetapi pengunjung dilarang memotret karya dengan kamera proffesional. Sekitar 100 meter dari Selasar Suanryo ada Wot Baru (bagian dari Selasar Sunaryo) dengan biaya masuk Rp50000 per orang.

4. Rumah Seni Popo Iskandar — Jalan setiabudi No.235 B

Didirikan oleh anakanya Popo Iskandar pada tahun 1998. Gallery ini memiliki ruang pameran tetap dan dua pameran sementara. Karena sedang tidak ada pameran sementara, maka hanya ada pameran di lantai satu saja yang menampilkan karya-karya milik seniman Popo Iskandar, Tempat ini juga memiliki perpustakaan kecil. Perpustakaan sangat homy sehingga membuat pengunjung tidak ingin pulang. Artspace ini menjadi satu-satunya yang tidak mencampur dengan bisnis kuliner Sayangnya karena tempat ini sedang tidak ada pameran dari luar, space nya digunakan untuk tempat berlatih beladiri. Tentu kondisi ini cukup mengganggu pengunjung.

5. Museum Barli — Jalan Prof. Ir. Sutami No.91

Artspace ini dibangun oleh seniman Barli pada tahun 1992. Terdiri dari dua lantai. Lantai pertama memamerkan mainan dan koleksi komik zaman dahulu milik cucu Barli yang bernama Sanga Adhitya Priagana. Di lantai satu juga ada satu ruangan khusus untuk karya Milik Barli. Di lantai dua dipamerkan karya-karya lama dari Barli dan kliping koran. Awalnya Artspace ini full untuk memerkan karya. Akan tetapi, pemilik saat itu menjadikan lantai basement sebagai cafe dengan gaya klasik sehingga bagian artspace tidak terurus. Biaya masuk museum Barli sebesar Rp15000. Sayang sekali, untuk artspace berbayar, tempat ini tidak memuaskan secara penampilannya.

6. Rumah Seni Sarasvati — jalan Jendral Sudirman 137

Sepertinya tempat inis udaah beralih fungsi bukan lagi menjadi artspace seperti yang ada di web. Dibangun pada tahun 2013 dengan tujuan mengembangkan seni, tempat bertukar pikiran, dan mendorong kreativitas. Akan tetapi pertama kali masuk ke ruangan ini, bagian depan dari Rumah Seni Sarasvati menjadi cafe pada umumnya. Hanya tersisa sedikit karya yag dipamerkan. Itu pu tidak dijelaskan siapa pembuatnya. Katanya karya-karya yang dipamerkan ialah karya pribadi permilik tempat ini yang bernama Lin Che Wei.

Dari keenam artspace, lima diantaranya menambahkan cafe. Sayang sekali artspace yang seharusnya dijadikan tempat untuk memamerkan karya, tempat untuk mengapresiasi karya, dan bertukar gagasan malah hanya dijadikan tempelan untuk berjualan. Padahal dengan kondisi Indonesia yang krisis museum, pembangunan artspace bisa dijadiakan wahana edukasi khususnya untuk pelajar agar mengerti seni. Bisa juga sebagai tempat apresiasi seniman Indonesia yag konon mengatakan orang-orang Indonesia minim apresiasi. Semoga dikemudian hari akan muncul artspace-artspace dengan idealisme edukasi bukan untuk bisnis.

--

--