Éphémère — Memilih

--

Seperti yang telah dijanjikan oleh Arhan, pria itu benar-benar datang berkunjung ke rumah bersama kedua orang tuanya. Ada rasa gugup yang tidak bisa disembunyikan oleh gadis itu, terlebih ini menjadi pertemuan pertamanya dengan orang tua Arhan.

Sebenarnya sudah sejak tadi pagi rasa gugup itu datang saat Arhan bilang akan datang bersama mama dan papanya. Arin sibuk menebak-nebak kira-kira topik apa yang akan dibawa dalam pembicaraan mereka nanti.

Setelah menyajikan minuman dan kue yang tadi sengaja dibelinya, ia pun duduk di sebelah Juan.

“Kamu pasti kaget dengan kedatangan Om dan Tante kemari, ya?” Akhirnya Zara pun membuka suara.

“Iya Tante, sedikit,” ucap Arin. Tidak menyangka dua orang yang bisa dibilang sangat berpengaruh ini benar-benar ada di hadapannya.

“Arhan pasti udah bilang ke kamu tentang maksud Om dan Tante kesini ‘kan?” Kini giliran Arya yang bersuara.

Arin menggeleng, “Belum, Om. Arhan cuma bilang Om dan Tante mau kesini, dan mau jelasin sesuatu.”

“Iya, sebenarnya Om dan Tante mau minta izin kamu buat adopsi Yuansyah.” Ucapan Zara sontak membuat kedua kakak beradik itu mengerutkan dahi. Bingung sekaligus terkejut di waktu yang bersamaan.

Zara yang melihat air muka Arin, langsung saja menggenggam tangan gadis itu. “Gini-gini, Tante nggak bermaksud apa-apa, kemarin Arhan cerita kalau kamu sedang mengkhawatirkan Yuansyah bagaimana setelah nanti kamu sama Arhan menikah. Itulah kenapa Tante ngusulin saran ini, toh setelah ini kita akan jadi keluarga juga. Biar nantinya Yuansyah bisa tinggal sama Om dan Tante di Jakarta, juga biar Yuansyah nggak tinggal sendirian di Malang.”

Bukan hanya Arin saja yang masih terkejut, Juan pun seperti itu. Pasalnya ini kali pertama Juan bertemu dengan orang tua Arhan, orang tua calon kakak iparnya, namun ternyata mereka malah membahas tentang dirinya. Tentang pilihannya yang akan tinggal sendirian saat kakaknya menikah nanti. Karena tentu saja ia tidak mau merepotkan Arin dan Arhan yang nantinya pasti akan memiliki kehidupannya sendiri.

“Tentu saja Om dan Tante nggak bermaksud apa-apa, cuma mau ngasih solusi biar kamu nggak lagi khawatir sama Yuansyah,” sambung Zara. “Lagipula nanti Yuansyah bisa kuliah di Jakarta juga, kata Mas Arhan kamu dapat beasiswa di Universitas Cakrawala, ya?”

Memang benar, saat menunggu operasi kakaknya waktu itu, Yuansyah sempat bercerita kepada Arhan tentang rencana kuliahnya yang terpaksa harus dilepaskannya.

Juan pun mengangguk ragu, “Iya, Tante, tapi udah nggak berlaku karena Juan nggak pergi.”

“Gitu, ya? Tapi masih bisa pakai jalur reguler, masih ada waktu kok, kamu mau ‘kan?”

Persis. Entah kenapa ucapan Tante Zara sama seperti yang pernah kakaknya katakan kepadanya.

“Gimana, Yuansyah?” tawar Arya sekali lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari Juan.

Iya, anak itu masih terdiam. Pun ia sendiri tidak tahu harus menjawab apa.

“Om, Tante, maaf ya, tapi sepertinya kita butuh waktu untuk diskusi berdua. Jadi maaf belum bisa ngasih jawaban ke Om dan Tante sekarang,” jelas Arin yang memahami situasi adiknya.

Jika dipikir lagi, Arin sangat menyetujui tawaran kedua orang tua Arhan. Tentu saja ia senang karena tidak akan berjauhan dengan adiknya, dan lagi adiknya akan tetap bisa berkuliah di kampus impiannya, sama seperti yang pernah ia katakan kepada Juan.

Namun ini bukan pilihannya, ia tidak boleh egois dan memaksa Juan untuk setuju begitu saja. Maka biarlah adiknya memikirkan bagaimana yang terbaik untuknya.

--

--

No responses yet