Camelia tak akan pernah menyangka bahwa dirinya akan secepat ini dibawa langsung berhadapan dengan Darren. Selama ini mereka hanya berkomunikasi menggunakan kode yang—sekali lagi, tak dapat dipahami selain oleh mereka. Camelia lupa, kapan tepatnya kali terakhir ia bertemu Darren secara langsung. Namun satu hal, baik di masa lalu maupun kini, rasa akan kebencian itu masih membludak keluar kala melihat wajah milik Darren.
Mereka kini tengah berkumpul, mengelilingi sebuah meja bundar di salah satu ruangan privat restoran terkenal. Dari jendela, terlihat atap gedung yang ikut menyalakan lampu mereka, sekilas tampak menghias dinding perkotaan dengan bintang magis. Camelia cukup menyukai pemandangan ini, sungguh tak mengecewakan.
Di sisi lain, ia bosan mendengarkan setiap omong kosong yang keluar dari bibir Ken—perwakilan Ygrįan. Sekuat tenaga menahan rasa kantuk akibat semalam tak juga mendapatkan waktu tidur. Sialnya, omong kosong milik Ken terdengar seperti lagu tidur baginya. Semua mulut orang yang bekerja entah di bidang marketing mau pun tergabung dalam sebuah tim kreatif sebenarnya sama: kosong. Iming-iming mengenai pembagian keuntungan hanyalah bualan semata, nyatanya perusahaan bersangkutan tetap meraup keuntungan lebih besar dibanding yang ia beri kepada klien bisnisnya.
Belum lagi masalah kualitas, memang harga tinggi tak pernah mengkhianati mutu. Akan tetapi, harga terlalu tinggi pun harus dipertanyakan kebenarannya. Perusahaan biasanya membual-bual supaya masyarakat percaya bahwa kualitas produk yang dikeluarkan mereka adalah yang terbaik. Harga tinggi setara dengan kualitas. Padahal banyak hal kotor yang tercampur di dalamnya.
Camelia menghela napas, menatap tak tertarik pada lembaran kertas di atas meja. Theo dan Keisuke menimpali, sementara Camelia juga Darren hanya diam menyimak.
Ya, bagi Darren tentu mudah menebak alur dari pembahasan mereka.
“Came? Where are you going to?” tanya Theo tatkala Camelia bangkit berdiri.
“Ughh.. perutku sakit, aku ingin ke toilet sebentar. Biasa, masalah wanita setiap bulan,” ujar Camelia meyakinkan. Ia aktris berbakat, tak susah baginya mengukir sebuah kebohongan.
Theo mengangguk, pun Ken dan asistennya.
“Aku tahu pasti kau akan menyusulku cepat atau lambat,” kata Camelia perlahan, tangan kanannya memegang pisau tipis yang selalu ia bawa ke mana pun. Ia hunuskan mata pisau itu ke leher Darren yang kini berdiri menghadapnya tepat di sampingnya.
Ia baru saja keluar dari toilet, meredakan emosi yang membludak setelah mendengar kabar yang dibawa Hayden. Sial memang, ia yakin pasti lelaki ini yang mengacaukan segala rencananya.
“Wow-wow... easy, Came. Pisau ini sangat berbahaya, aku tak membawa senjata,” Darren mengangkat kedua tangannya.
Camelia memiringkan tubuhnya, hingga ia melihat Darren dengan jelas. “Apa alasan yang kauberi kepada mereka? Ingin ke toilet juga?”
“Tidak, aku berpura-pura lupa meninggalkan dompetku di mobil. Mereka butuh kartu identitas milikku untuk data perusahaan, sementara kartu itu selalu kuletakkan di dompet.”
“Dan mereka percaya?”
“Tentu, aku tidak berbohong. Aku memang meninggalkannya di dalam mobil. Tenang saja, di luar pintu toilet ini pun sudah kupasang perintang dan tulisan toilet rusak. Kau tak perlu khawatir akan ada yang masuk. Sekarang, jauhkan benda tajam ini dari leherku.”
“Tidak akan, Bodoh!” Camelia menatap penuh kebencian kepada Darren. “Aku masih kesal dengan hal yang kaulakukan belakangan ini. APA MAKSUDMU HAH? Agen rahasia DILARANG mencampuri urusan mafia selain kami mengacaukan dunia tertata milik kalian. Kau ingin mengibarkan perang?” Camelia menekankan kata ‘dilarang’.
Darren menggenggam tangan kanan Camelia, sempat ia rasakan ketegangan setelahnya. “Kalian mengganggu tatanan kami. Aku tak bisa membiarkan mafia seenaknya saja menaruh orang-orang di kursi pemerintahan. Belum lagi teror yang kalian sebarkan kepada perusahaan besar layaknya Big Company, CV Grecanœ. Mereka adalah dasar roda ekonomi di negeri ini, tetapi seenak jidat kalian mengganggu kedua perusahaan itu. Apa aku salah apabila menyimpulkan bahwa kalian hendak meruntuhkan pemerintah dan menyabotase segala tatanan yang kami bangun berdekade lamanya?”
Camelia mengernyit, memang benar Lupo Bianco menempatkan beberapa orang di kursi pemerintahan karena mereka ingin menghapus para koruptor dengan mencocoki mereka narkoba hingga rusak. Darren pasti tahu akan hal ini. Dan perihal teror, Lupo Bianco bukan organisasi mafia baru. Mereka jelas akan main lebih aman dibanding menyebarkan teror kekanakan seperti yang akhir-akhir ini dirumorkan telah diterima oleh perusahaan-perusahaan besar. Kernyitan Camelia semakin dalam, tak mengerti dengan hal yang Darren bicarakan. Apa lelaki ini membual?
“Apa aku terlihat sedang membual?” Seolah mampu membaca pikiran, Darren berceletuk. Camelia mendongakan tatapannya, hanya serius yang ada di kedua bola mata Darren. “Agen Rahasia Negara tak berani bergerak karena mereka tidak memiliki bukti. Berbeda dengan diriku.”
“Kau tak mencurigai ini kelakuan Black Roses? Kami tak akan pernah melakukan hal semenjijikan itu, kau yang paling tahu mengenai ini.”
“Sama seperti manusia, mafia bisa berubah. Kebijakan kalian dari tahun ke tahun tak akan bertahan lurus, mungkin bisa juga berkelok ke arah yang tak seharusnya kalian tuju. Aku sudah tak mengenal mafia, tak bersinggungan dengan kalian dalam kurun waktu yang lama. Aku tak akan pernah mengerti bagaimana manajemen kalian berjalan. Prinsip masa lalu yang kalian junjung agung sehingga Agen Rahasia Negara akan selalu menoleransi keberadaan kalian juga tak mesti akan tetap berjalan.”
“Kau pasti bercanda,” Camelia terkekeh pelan, menyentak tangannya dari genggaman Darren sebelum berbalik, berjalan ke arah westafel, menebas pisaunya ke pipa di sana sehingga menyebabkan air keluar di mana-mana. “Mafia tak pernah melanggar hukum mereka.” Camelia berlutut, menancapkan pisau itu ke bagian dekat mata kakinya, agak menggoreskannya ke atas. Menyebabkan darah ikut bergabung dengan air yang mengalir deras. “Mafia selalu menaati aturan, menjaga kesetiaan, mata dan juga hati. Mafia tak pernah mengingkari janji, jika hal itu terjadi maka kami akan mengambil nyawa kami sendiri.”
Darren nampak tenang saja melihat Camelia terluka, wajahnya memperlihatkan ekspresi dingin. “Cherry, aku tak akan meragukan janji manis mafia. Tetapi, tuduhan tetap ditujukan kepada kalian. Karena itu, sekalipun aku ingin mempercayai kalian, tugasku adalah menghapuskan kalian perlahan. Mandat dari Ketua yang harus kulaksanakan, dia tahu segala hal mengenai masa laluku dan memutuskan untuk menggunakannya.”
“Kau tak berubah, kupikir hidup di bawah cahaya akan membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik. Ternyata jejak darah kelammu masih mengalir di tubuhmu.”
“Tentu, itu tak akan hilang sampai aku mati.”
“Bagaimana dengan Black Roses? Kau sudah menyelidikinya?”
“Tuduhan tak bisa kami layangkan kepada mereka ketika posisi mereka sedang ada di ujung tanduk. Black Roses terpecah belah, tiga petingginya sudah ada di dalam penjara. Yang satu diketahui sebagai pemimpinnya sekalipun aku tak terlalu yakin. Operasi Black Roses pun terhenti di mana pun, tak ada jejak yang mengindikasikan bahwa mereka masih ada.”
Begitu... jadi begitu rupanya.
“Aku akan memanggil tukang reparasi, bersihkan dirimu. Bilang kakimu terpeleset dan terluka karena benda tajam,” Darren berkata dingin.
Ia berbalik, dan sebelum mencapai pintu ia memperingati Camelia, “And Cherry, for the last time I want to told you this: don’t dare you to ever meet up with Madame Rosewood. Dia hanya ingin menjebakmu, seaman posisimu sekarang tak akan membuat Madame Rosewood berbaik hati dengan melepasmu. Kaukirim saja bonekamu untuk menggantikan dirimu. Dia sudah menyiapkan berbagai cara untuk mensekapmu.”
Darren tak sedikit pun meragukan Lupo Bianco maupun pernyataan Camelia. Sampai sekarang bayangan ketika Camelia melukai kakinya sendiri masih menghantuinya. Itu adalah cara anggota Lupo Bianco menyatakan bahwa apa yang keluar dari mulut mereka merupakan kebenaran utuh. Camelia terlalu mengganggap serius tuduhannya.
Ia bersandar di dinding, menghembuskan asap rokok. Kalau Aaron mengetahui dirinya masih menyesap batang mematikan itu, mungkin kepala dia akan lebam esok hari.
Ia tak tahu, ia bingung, segalanya menjadi membingungkan kali ini. Padahal dua tahun lalu ketika dia menyusun semua rencana ini tampak akan berjalan sempurna.
Namun salah, akhir-akhir ini hanya kekacauan yang bisa Darren sebabkan. Dan satu hal: ia telah melukai Camelia, pun mencoreng harga diri Lupo Bianco dengan menuduh mereka.