Mati Satu, Tumbuh Seribu: Upaya Kami Menghidupkan Kembali Dashboard Collective Violence Early Warning System Indonesia
Perjalanan Shofi dan Ayas dalam membangun dashboard Collective Violence Early Warning System berskala nasional.
Kami bertemu karena tergabung dalam bootcamp Pacmann angkatan ke-8. Saat itu kami berdua sama sibuknya. Tidak begitu banyak interaksi. Shofi yang mengurus keluarga, mengajar, dan mengikuti kelas bootcamp. Saya sendiri lebih banyak bergulat dengan materi Python di luar kelas agar dapat mengejar materi yang sedang diajarkan. Empat bulan setelah kelulusan, kami dipertemukan lagi pada kegiatan hackathon yang diselenggarakan oleh Pacmann dan CSIS.
Pada acara pembukaan, kami dipaparkan data mengenai isu kekerasan kolektif. Hari itu kami mengetahui bahwa sempat ada sebuah situs Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) yang menyajikan data mengenai kasus kekerasan kolektif nasional. Walau situs tersebut masih hidup, layanan yang tersedia seakan mati suri. Pembaharuan data telah lama terhenti sejak 2015. Hingga saat ini, belum ada situs ataupun kanal pemantauan yang dapat menggantikan peran situs tersebut.
Melihat kekosongan yang ada, kami terdorong untuk membuat dashboard Collective Violence Early Warning System (CVEWS). Rancangan kasar dashboard tersebut lahir dalam waktu 30 menit.
CVEWS dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan stakeholder, baik instansi pemerintahan, swasta, mahasiswa, dan masyarakat secara umum.
Visualisasi data dalam CVEWS mencakup jumlah kasus kekerasan kolektif, tipe senjata, kehadiran intervensi, dan keberhasilan intervensi. Dengan informasi tersebut, para stakeholder dapat membuat beberapa rancangan, seperti:
- menyusun rencana korektif berdasarkan waktu dan wilayah provinsi,
- meningkatkan kewaspadaan pada bulan-bulan maraknya kekerasan kolektif, atau
- mengalokasikan aktor negara untuk meningkatkan intervensi terhadap kasus kekerasan kolektif.
Data yang kami gunakan bersumber dari laporan CVEW Dataset tahun 2021 dan 2022 yang diterbitkan oleh CSIS. Kedua laporan tersebut kemudian kami olah menggunakan Python. Melihat jumlah data yang tersedia masih dalam rentang 1.000–3.000 data, kami menggunakan Google Colab agar dapat diakses antaranggota tim.
Setelah proses pengolahan data selesai, kami masuk ke dalam tahap visualisasi data.
Mendesain Dashboard
Sebelum melakukan checking dengan tim CSIS untuk Milestone I, kami mengatur ulang desain prototype. Tidak banyak perubahan dari sketsa kasar dengan versi update kali ini. Ada satu tambahan halaman pada laman kami, yaitu halaman untuk scatterplot interaktif.
Banyak insight yang kami dapat pada pertemuan dengan tim CSIS. Kami mendapat lampu hijau untuk segi fungsionalitas dashboard dan penyajian data. Untuk segi desain, kami mendapat kartu kuning. Kelihatannya desain kami terlalu gelap dan kontras sekaligus sehingga kurang nyaman di mata. Semua masukan kami catat dan pertimbangkan untuk pengembangan dashboard CVEWS.
Memilih Bentuk Visualisasi
Data dengan tipe numerik disajikan dengan menggunakan line chart. Untuk mempermudah visualisasi, data tersebut diterjemahkan pula dalam bentuk geomap. Keduanya dapat diakses pada halaman Beranda.
Melihat bahwa banyak data CVEW dengan tipe kategorik, kami menggunakan donut chart dan highlight table untuk melakukan visualisasi data. Keduanya dapat diakses melalui halaman Grafik.
Ada pula halaman Scatterplot yang bersifat interaktif. CVEWS menyediakan sebuah scatterplot di mana pengguna situs dapat “mengadu” data berdasarkan kebutuhan — baik tipe kategorik maupun numerik.
Pengguna baru dashboard CVEWS tidak perlu khawatir! Petunjuk penggunaan juga tersedia pada tiap halaman. Tersedia pula tombol untuk mengunduh tangkapan layar sebagai file .PDF agar dapat diakses kembali.
Untuk pengguna yang lebih mahir berbahasa Inggris, dashboard CVEWS juga dapat diakses dalam Bahasa Inggris.
Temuan Data
Berbekal visualisasi yang telah kami buat sendiri, kami mulai membaca data satu persatu. Menyusun gambaran informasi yang tersedia. Perlahan, kami menemukan beberapa fakta menarik dari data yang diperoleh CSIS:
- Kekerasan kolektif mengalami kenaikan pada bulan Agustus-Oktober
Pola ini terjadi pada tahun 2021 dan 2022. Meski begitu, jumlah kasus pada tahun 2022 mengalami penurunan sebesar 9.2%. Apakah mungkin ada hubungannya dengan penghapusan status PPKM, kemudian orang mulai sibuk bekerja, dan tidak ada waktu untuk melakukan kekerasan? Ini menarik untuk diselidiki lebih lanjut. - Semakin ke arah timur, semakin tinggi kasus kekerasan kolektifnya. Apa iya?
Kalau menurut data yang tersedia, mungkin iya. Tapi menurut kami belum tentu. Setelah dicermati lagi, data tersebut cenderung bersifat skewed. Distribusi kasus yang tercatat cenderung berfokus kepada beberapa provinsi saja. Perbandingannya bahkan bisa menyentuh 1:100. - Senjata favorit: senjata jarak dekat & senjata api. Isu favorit: main hakim sendiri
Ini menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Dari kisaran 2,000 data, 40% diantaranya adalah kasus main hakim sendiri. Tipe senjata yang paling sering digunakan adalah senjata jarak dekat dan senjata api. Untuk senjata jarak dekat, oke lah masih masuk akal, karena dia paling mudah ditemukan di lingkungan sendiri. Senjata api sebagai tipe senjata kedua tertinggi? Sedikit ngilu membayangkannya. - Intervensi kasus: seperti ada dan tiada
CSIS juga mencatat kehadiran intervensi dan juga keberhasilan pada saat kejadian kekerasan kolektif. Data menunjukkan bahwa lebih dari 70% kasus kekerasan kolektif tidak mendapat kehadiran intervensi. Untungnya, dari kisaran 300 upaya intervensi yang dilakukan, 60% diantaranya berhasil menghentikan kekerasan. Selamat!
Kesimpulan dari seluruh data yang kami baca?
Angka tidak bisa bohong, tapi pemahaman akan konteks dapat mengubah cara interpretasi.
Pembaca, peneliti, dan para pemangku kepentingan diharapkan untuk tidak terburu-buru menarik kesimpulan dari informasi yang diperoleh. Selalu lakukan cross-check, mencari sumber data lainnya yang dapat dipercaya, dan berdiskusi dengan orang yang tepat.
Mungkin data yang kami sajikan sudah cukup berlimpah, tapi dashboard CVEWS belum bisa memberikan jawaban akan sebab-akibat.
Proyek CVEWS ini berangkat dari kebutuhan masyarakat akan sebuah dashboard Early Warning System mengenai kasus kekerasan kolektif di Indonesia. Sedari awal, CVEWS memang dibangun sebagai sebuah dasboard deksriptif yang menyajikan data dalam bentuk visualisasi interaktif yang mudah dicerna penggunanya.
Ada beberapa catatan yang ingin kami berikan untuk tema tertentu:
- Data Visualization:
Tolong tambahkan fitur year-to-year comparison untuk mengoptimalkan fitur “Early Warning System” - Data Scientist:
Tolong lakukan diversifikasi data. Cari dan tambah lagi kanal berita yang dipantau. Perhatikan lagi ratio data antar provinsi untuk melihat jumlah perbandingannya - Project Manager:
Untuk durasi 2 minggu dan komposisi 2 orang, kami sujud syukur bisa selesai tepat waktu dan dengan dashboard utuh, laporan beres, deck sudah cantik, dan artikel sudah terbit. Untuk kerja yang lebih optimal, mungkin lebih baik komposisi tim diisi paling sedikit 3 orang. - Design? Visualization? (Pokoknya kepada individu yang bertugas bikin dashboardnya cantik):
Siapin resource design sendiri. Perlu color palette minimal 20–30 warna yang senada, tapi masih cukup kontras. Pertimbangkan untuk membuat icon sendiri. Lumayan kalau bisa dipakai berulang, kan?
Durasi 2 minggu ini berhasil membuat Shofi dan saya menjadi rajin bengong sambil mikirin cara untuk otak-atik grafik yang ada. Terima kasih kami ucapkan kepada Pacmann dan CSIS selaku penyelenggara hackathon, dan tentunya kepada Anda karena telah meluangkan waktu untuk membaca catatan kami ini.
Shofi dan Ayas pamit undur diri.