๐๐ฒ๐š๐ง๐ฒ๐ข๐š๐ง ๐ƒ๐ข๐›๐š๐ฐ๐š๐ก ๐‡๐ฎ๐ฃ๐š๐ง || ๐‰๐ž๐จ๐ง๐ ๐œ๐ก๐ž๐จ๐ฅ
Bab 05. The end of storyย : Under the Rain.

soukoku_kid
8 min readJun 6, 2024

Sepuluh tahun telah berlalu setelah kepergian mu, dan aku disini masih setia menunggumu. Menatap hujan yang terasa begitu hampa, aku mengingat kembali kenangan dimasa lalu. Dan tiba disaat giliranmu lewat, senyuman mengembang di wajahku.

Aku selalu membuat diriku sibuk dengan hal-hal yang aku lakukan. Namun disaat aku berhenti, kau selalu terbesit didalam pikiranku. Disaat aku ingin beristirahat, kau selalu memenuhi pikiranku, bahkan aku selalu memimpikan mu dalam keadaan sadar.

Aku hanyalah manusia biasa yang selalu merindukanmu didalam diam ku, sampai air mata mengalir dengan sendiri tanpa sepengetahuan ku.

"Loh Seonsaengnim belum pulang? Apakah anda membutuhkan batuan saya?" Tanya seseorang berambut hitam, Minghao salah satu siswa dikelas Jeonghan.

Jeonghan sedikit terkejut saat mengetahui masih ada orang di kelas ini, buru-buru dia mengelap air matanya.

"Ya, aku hanya sedang menunggu hujan reda. Untuk apa kau di sini? Bukankah kau seharusnya sudah pulang?" Tanyanya sambil menatap curiga bocah didepannya.

"Sama seperti Seonsaengnim, saya juga sedang menunggu hujan reda di depan sekolah, kemudian kembali ke kelas untuk mengambil Jaket saya." Jawabnya santai sambil tersenyum. Sebenarnya dia begitu kaget melihat gurunya yang ceria ini menangis, tapi dia tidak berani menanyakannya.

"Yasudah, kau tunggulah disini sampai hujannya reda."

"Terimakasih, Seonsaengnim!" Ucap Minghao dan langsung membungkukkan tubuhnya.

Keadaan menjadi canggung. Keduanya sama-sama tidak membuka suaranya. Minghao sedikit tidak nyaman dengan suasana ini, padahal biasanya dia dan gurunya ini sangat akrab dan tidak pernah kehabisan topik. Tapi kali ini dia bingung harus berkata apa.

Sama halnya seperti Minghao, Jeonghan pun tidak nyaman dengan keadaan ini. Ingin memulai percakapan namun dia tidak mood berbicara. Tetapi jika dia tidak mengatakan apa-apa, dia akan mengingat masa lalunya lagi. Tidak masalah jika dia sendiri. Dia akan mengeluarkan semua air matanya, namun disini ada muridnya.

Jeonghan mengalihkan pandangan kepada Minghao, anak itu duduk diam sambil memainkan jaketnya. Melihat jaket hitam milik Minghao dia kembali teringat dengan Jaket hitam milik pria itu dulu, dimana di musim gugur yang dingin pria itu mengenakannya ditubuh ini.

Kemudian Jeonghan menundukkan kepalanya, ini selalu saja teringat. Jaket itu masih tersimpan rapi di lemarinya.

"Kau harus kembali agar aku bisa mengembalikan jaket mu itu."

Minghao yang tersadar bahwa gurunya memandang jaketnya pun bertanya.

"Seonsaengnim, apakah ada yang salah dengan jaket ini?" Tanyanya dengan hati-hati.

"Hm. Ini mengingatkan ku dengan seseorang yang sangat berharga bagiku." Jawabnya santai, kemudian dia mengalihkan pandangannya ke jendela. Melihat hujan yang turun semakin deras.

Minghao merasa tertarik dengan pembahasan ini, kemudian dia melanjutkan pertanyaannya.

"Wah! Aku tidak menyangka Seonsaengnim memiliki kekasih, lalu dimana kekasih mu itu?" Tanyanya sembari tertawa kecil.

"Dia pergi."

Kalimat ini membuat Minghao terdiam membisu, ia merasa sedikit bersalah atas pertanyaannya. Pasti gurunya menjadi semakin sedih sekarang.

"Aku mencintainya sedari aku SMP, orang itu selalu bersama ku setiap saat, dia selalu menolongku jika aku dalam masalah, menuruti semua kemauan ku. Bahkan disaat dia tidak bisa, dia masih berusaha untuk memberikan apa yang aku inginkan. Dia selalu memperhatikan ku, dan dia selalu punya waktu untukku." Lanjut Jeonghan dengan panjang.

"Bahkan disaat dia sibuk dia selalu menyempatkan dirinya untukku." Jeonghan menutup mata untuk menahan air matanya.

"Kini dia pergi tanpa berpamitan kepadaku. Aku sudah mencarinya selama sepuluh tahun, namun aku tidak menemukan keberadaannya." Kemudian ia berhenti berbicara lagi. Sangat sulit untuk melanjutkannya.

Minghao merasa kasihan kepada gurunya, namun dia tidak bisa memberikan masukan apapun. Ia sendiri tidak begitu tau masalah percintaan.

Keduanya sama-sama terdiam hingga hujan mulai mereda.

"Hujan sudah reda, ayo pulang." Ajak Jeonghan kemudian dia mengambil tasnya disusul dengan Minghao yang berada dibelakangnya.

Jeonghan berhenti membuat pria yang berdiri dibelakangnya pun ikut berhenti.

"Ada apa Seonsaengnim?" Tanya Minghao bingung.

Jeonghan membuka tasnya, mengeluarkan payung dan langsung memberikannya kepada Minghao.

"Pakailah payung ini, pemilik payung ini sudah pergi. Daripada ku biarkan saja nanti tambah berkarat. Jagalah payung ini! Apa kau paham?!"

"Sekali lagi terimakasih Seonsaengnim!" Ucap Minghao senang dan langsung menerima payungnya.

Keduanya berjalan bersama ditengah hujan.

"Seonsaengnim, aku ingin bertanya."

"Apa?"

"Kenapa kau membawa dua payung?."

"Aku hanya berharap bisa bertemu dengan kekasihku disaat musim hujan, kemudian aku akan memberikan payung itu. Namun musim hujan terus berlalu dan aku tidak pernah menemukannya." Jawab Jeonghan dengan santai.

"Tapi Seonsaengnim, kenapa kau berpisah dengannya?."

Jeonghan menatap Minghao. Minghao yang melihat itu pun tak enak hati, namun gurunya tetap menjawab.

"Semua orang tidak menyukai hubungan kami."

Keduanya sama-sama diam, mereka kehabisan kata-kata lagi. Kemudian mereka melanjutkan perjalannya.

"Terimakasih atas payungnya Seonsaengnim, saya duluan ya." Pamit Minghao saat sampai depan apartemen nya.

"Iya iya." Jawab Jeonghan sembari melambaikan tangannya.

Setelah perpisahannya dengan muridnya, kini dia berjalan sendiri di jalanan yang sepi. Ia berhenti di depan taman dimana dia dan Seungcheol saling mengungkapkan perasaan masing-masing.

Aku berdiri ditengah hujan yang lebat ini

Sembari memegang erat payung di tanganku

Dingin menyeruak diantara derasnya hujan

Namun aku masih disini untuk menunggumu

Masih berharap agar kamu akan kembali

Berjalan dan berlari ke arahku

Menarik ku kedalam dekapan hangat mu

Hujan pun berhenti, Jeonghan menaruh payung yang entah kesekian kalinya. Ia berharap ada seseorang yang mengetuk pintu apartemennya untuk mengembalikan payung ini, namun itu tak pernah terjadi hingga kini.

Setelah sekian lama berdiri dia pun mulai melangkahkan kakinya kembali meninggalkan payung nya itu ditengah-tengah taman, sendiri tanpa teman yang menemaninya.

Kini hujan telah pergi

Meninggalkan ku sendiri disini

Ku taruh payung yang ku jaga sejak tadi

Meninggalkannya sendiri dengan derita tiada tara.

Beberapa hari kemudian...

Hari sudah mulai petang, kini Jeonghan sedang melangkahkan kakinya untuk pulang. Hujan masih mengguyur kota Seoul. Dia berjalan ditengah-tengah banyaknya pejalan kaki, menatap lurus ke depan dengan tatapannya yang kosong. Payung hitam melayang mengikuti tuannya, mereka melayang kesana-kemari.

Aku tak tahu kau ada dimana

Ada jarak yang menjadi penghalang bagi kita

Namun di hatiku

Aku merasa bahwa kita sangat dekat.

Kemudian ia berhenti untuk menunggu lampu hijau. Menatap ke arah langit, ia memohon agar dia bisa bertemu lagi dengan kekasihnya itu. Dia selalu berdoa setiap kali dia pergi ke tempat ibadah. Doa yang sama sejak sepuluh tahun lalu. Dia sedikit malu kepada Tuhan, entah seberapa banyak dosa yang telah lakukan.

Seungcheol...

Aku sangat merindukanmu

Aku rindu disaat kita berjalan bersama

Aku rindu bagaimana caramu mencintaiku

Aku rindu bagaiman caramu membahagiaan ku.

Aku selalu berharap bahwa aku bisa hadir di mimpimu

Kemudian aku akan mengatakan bahwa aku selalu merindukanmu

Bahwa aku selalu menantikan kehadiran mu.

Lampu merah pun menyala, Jeonghan kembali melangkahkan kakinya. Ia berhenti disebuah toko roti, lalu memesan secangkir kopi dan croissant, setelah itu duduk dekat jendela sembari menikmati hujan.

Mengingat kembali kenangan lalu, bagaimana dia menikmati matahari terbenam sembari membonceng Seungcheol. Mengingat kembali kenangan saat mereka berdua di pantai, hingga hari dimana mereka resmi menjadi sepasang kekasih. Mengingat kembali ciuman pertama mereka, mengingat kembali bagaimana cara Seungcheol tersenyum kepadanya.

"Aku sudah kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan betapa bahagianya hati ini hanya dengan teringat senyuman mu."

Dan disinilah aku berada

Membuka lembaran-lembaran baru

Dan menanti akhir cerita ini

Saat aku mati

Aku akan memanggil namamu

Lalu mengatakan "sampai jumpa lagi"

Dan saat kita bertemu lagi

Kita akan bersama selamanya

Ditempat dimana hanya ada kita berdua. -Sc

Setelah kopinya habis, Jeonghan kembali melangkahkan kakinya menuju rumahnya. Ia berjalan di trotoar sembari memegang erat payungnya. Kini suasananya sudah sedikit sepi.

Satu tangannya ia ulurkan ke depan untuk merasakan rintikan hujan yang turun dari langit.

Kemudian ia berhenti saat matanya menangkap sosok pria bersurai hitam yang berjalan disampingnya. Pria itu pun ikut berhenti tatkala menyadari seseorang yang sangat ia kenal.

Saling menatap untuk waktu yang lama. Iris matanya seolah menceritakan sesuatu, tentang kerinduan yang mendalam.

Pria bersurai panjang itu tersenyum. Mengatakan sesuatu yang membuat lawan bicaranya mulai memecahkan air mata.

"Jeonghan, sudah lama tidak bertemu."

Jeonghan diam terpaku setelah mendengar perkataan itu, ia merasa marah sekaligus senang bisa bertemu pria ini. Ingin memeluk pria didepannya sekaligus memukulnya. Tapi yang hanya bisa ia lakukan hanyalah diam berdiri sembari menangis.

"Sejujurnya aku belum bisa melupakanmu sepenuhnya." Ucap Seungcheol lirih. Payung yang tadi depengang nya pun sudah jatuh.

"Benar, jika saja aku seorang wanita. Mungkin semua orang akan merestui hubungan ini. Mungkin semua orang tidak akan menganggap ini sebuah dosa. Sayangnya aku terlahir sebagai seorang pria." Rintih Jeonghan. Ia merasa tidak percaya dengan apa yang berada dihadapannya ini. Ia sudah menjadi seseorang yang tidak bersyukur diberi kehidupan. Selalu meminta sesuatu yang sulit untuk diwujudkan.

Pria dihadapannya ini sudah tumbuh menjadi pria dewasa dengan rambut yang acak-acakan, dengan mata yang merah dan lingkaran hitam dibawahnya. Mungkin aku salah, bukan hanya aku yang menderita tapi pria dihadapannya ini jauh lebih menderita.

"Jeonghan, mencintaimu bukanlah sebuah dosa, keberadaan ku sendiri sudah menjadi dosa besar disini. Aku selalu mengecewakan semua orang. Sejujurnya, aku sudah sangat lelah. Hari demi hari kujalani dengan rasa penyesalan. Aku muak dengan situasi ini."

"Jeonghan." Panggil Seungcheol, kemudian ia menatap mata pria dihadapannya.

"Bisakah kau merelakan aku mati?" Lanjutnya.

Deg!

Jeonghan yang mendengarnya pun langsung menggeleng cepat. Ia tidak mau kehilangan untuk yang kedua kalinya. Dengan cepat dia memegang lengan Seungcheol.

"Tetaplah disini, di sampingku. Aku berjanji akan memaafkan perbuatan mu sebelumnya." Pinta Jeonghan putus asa. Sudah cukup dia menderita selama ini, ia tidak mau merasakannya lagi.

"Tapi dunia ini sangat kejam, tidak bisa menerima kita berdua." Lirih Seungcheol hampir tidak terdengar. Sebelum akhirnya dia melanjutkan kata-kata terakhirnya.

"Melihatmu hidup, ternyata arti hidupku yang sebenarnya. Terimakasih karena sudah mau menerima ku bahkan setelah aku meninggalkan mu tanpa berpamitan." Ucap Seungcheol kemudian pria itu berlari ketengah jalan yang ramai dengan kendaraan.

"Jeonghan, aku merasa tidak pantas bersamamu, aku berharap kau mendapatkan seseorang yang bisa membuatmu bahagia, tidak seperti ku yang hanya bisa memberimu luka."

Tanpa menunggu lama, Jeonghan langsung menjatuhkan payungnya dan menyusul Seungcheol ke tengah jalan. Jeonghan memeluknya dengan sangat erat. Truk kontainer kini semakin dekat dengan mereka.

Jeonghan mengangkat wajah untuk melihat kekasihnya.

"Seungcheol, ajak aku bersamamu." Kemudian dia mengeratkan pelukannya. Begitu pula dengan Seungcheol, ia mulai memeluk kekasihnya itu sebelum akhirnya keduanya terlempar jauh.

"Seungcheol, kini akhirnya kita bersatu. Tubuh, darah dan daging menyatu dibawah hujan yang lebat ini. Aku tidak pernah menyesal atas apa yang telah ku buat, dan aku tidak pernah menyalahkan mu atas apa yang kamu perbuat dulu. Seungcheol, mati bersamamu merupakan kebahagiaan yang telah lama kutunggu. Di momen ini akhirnya kita terbebaskan."

Orang-orang yang melihatnya pun berteriak histeris. Beberapa orang melihat itu dengan iba dan terharu dengan kisah cinta itu, dan beberapa mencemooh dengan perbuatan keduanya.

Berita kematian kedua pria itu pun terdengar oleh Ayah Seungcheol. Taeyeon terus menyalahkannya. Dan untuk kedua kalinya dia kehilangan seseorang yang dia sayangi. Ia gagal menjaga putra temannya itu. Dan pria yang dihadapannya ini tidak bereaksi apapun.

"Memang seharusnya seperti itu." Lirih Siwon dengan helaan nafasnya. Tanpa orang-orang sadari dia mengeluarkan air matanya.

Tamat

"Jeonghan, bukankah pemandangan disini jauh lebih indah?"

"Yeah inilah pemandangan terindah yang pernah ku lihat. Seungcheol. Terimakasih sudah mengajakku ke tempat indah ini."

Catatan Penulis :

Puisi tidak 100% buatan saya.

Alur cerita yang saya buat ini buatan saya dan beberapa terinspirasi dari beberapa manga.

Hallo semuanya!
Terimakasih yang sudah mau membaca hingga akhir, dan semoga kalian suka ya sama ceritaku ini. Dan maaf ending nya tidak sesuai ekspektasi kalian (/ยฏโ—ก โ€ฟ โ—ก)/ยฏ

Oh ya masih ada satu chapter Extra flashback.

--

--