papa dan pizza

Jo
2 min readAug 9, 2022

--

Sena mengambil potongan pizza dan memakannya di ruang tamu bersama papanya sambil menonton berita malam. Sesuatu yang dulu mereka sering lakukan sebelum keadaan berubah 360 derajat. Dibanding mama, dari dulu papa memang lebih sering di rumah. Papa yang bekerja sebagai seorang arsitek dan memiliki firma arsitek milik sendiri lebih mudah mengatur jadwal dan sering membawa pekerjaannya ke rumah sembari mengurus anak-anak, sementara mama sibuk mendaki tangga korporat.

Sebenarnya, Sena cukup jarang menghabiskan waktu dengan papanya. Sejak masa sekolah ia sibuk berorganisasi dan sering pulang malam. Walaupun begitu, terkadang papanya suka memesan pizza dan memintanya untuk makan bersama sambil menonton berita malam berdua saja. Oleh karena itu, keadaan ini mengingatkannya dengan masa-masa itu.

“Nak, kayaknya dulu kita sering gini ya? Makan pizza sambil nonton berita malam dan komentar tentang apa saja yang ditayangkan.”

Sena tersenyum ringan, setelah beragam hal yang sudah terjadi dan dilalui. Ternyata ia merindukannya juga.

“Eh iya, aku kira papa lupa.”

Papa mengusap rambutnya pelan, ia menatap anak sulungnya yang sudah beranjak dewasa itu. Ia sadar kalau ia sudah melewatkan banyak hal, melewatkan beberapa ulang tahun anak-anaknya, melewatkan cerita percintaan anak-anaknya, cerita perkuliahan mereka dengan teman-temannya. Melewatkan berbagai hal yang tidak bisa diputar kembali lainnya.

“Enggak lah, pap gamungkin lupa kebiasaan-kebiasaan anak-anak papa. Nara kalau kesal masih butuh eskrim tidak?”

“Hahaha, masih kok. Papa setiap pagi sarapannya masih salad?”

“Iya, sekarang papa sudah lebih bugar kan? Kamu gimana? Masih sibuk organisasi?”

“Udah enggak, kan aku udah semester tua hehe. Paling sekarang sibuk ngeasdos aja di kelas Nara.”

“Oh gitu, sudah punya pacar belum?”

Sena menelan ludahnya, seketika ia ingat hubungannya dengan Arika yang sedang terombang ambing. Menyadari kalau anaknya kurang nyaman dengan pertanyannya, ia terdiam.

“Tidak usah dijawab kalau memang kurang nyaman ya nak menjawabnya.”

Sena mengelus tangan papanya yang mulai keriput. Terlalu bergelut dalam masalah pribadi, terkadang ia lupa kalau orang-orang di sekitarnya juga bertambah tua.

“Sena sudah punya pasangan dan Sena sayang sekali sama dia. Tapi, akhir-akhir ini ada masalah yang membuat Sena maupun dia sempat merasa apakah kami sudahi saja?”

“Nak, lihat papa. Tidak ada hubungan tanpa ada masalah. Hubungan orang tua dan anak yang jelas-jelas sudah sejak lahir bersama tetap saja ada masalah. Entah apa permasalahan kalian, papa percaya kalian bisa melaluinya.”

“Sena tetap tidak yakin pa, Sena merasa kalau mungkin dia sudah lelah dan ingin selesai. Tapi, Sena tidak mau melepas semudah itu. Apalagi keadaan dia juga kurang baik.”

“Kuatkan dia Sena, dia butuh kamu. Jangan menyerah untuknya ya?”

--

--